SuaraBekaci.id - Pengamat Politik, Adi Susila menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) tak memiliki riwayat membatalkan hasil Pemilu dalan persidangan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). MK diketahui akan membacakan putusan PHPU pilpres 2024 yang diajukan kubu 01 dan 03, hari ini, Senin (22/4/2024).
Adi berpandangan, alasan MK tak membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini karena komposisi hakim MK yang menyidangkan perkara tersebut lebih banyak yang pro terhadap pemerintah.
"Karena selama ini MK belum pernah membatalkan hasil pilpres; komposisi hakim juga lebih banyak yang pro presiden," ujar Adi saat dikonfirmasi SuaraBekaci.id, Senin (22/4/2024).
Baca juga:
Baca Juga:Prajurit TNI Tewas di Bantargebang, Korban Dekat dengan Anies hingga Habib Rizieq
Oleh karenanya, jika harus berpendapat mengenai putusan MK, dia sependapat dengan empat poin yang diprediksi oleh Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana.
"Yang pertama permohonan ditolak seluruhnya atau KPU yang menang, lalu permohonan dikabulkan dengan mendiskualifikasi 02 atau permohonan dikabulkan dengan mendiskualifikasi Gibran. Dan Permohonan ditolak, tapi kewenangan wapres dicabut (ultra petita). Peluang terbesarnya pada alternatif yang pertama," sambungnya.
Namun kata dia, jika dilihat dari analisis lembaga survei, mayoritas masyarakat Indonesia justru tidak setuju MK akan membatalkan paslon 02 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka untuk jadi pemenang pilpres.
"Hasil survey Indikator Politik Indonesia, lebih 64 persen masyarakat menolak pembatalan 02," sambungnya.
Baca juga:
Baca Juga:Perolehan PKB di Jabar Meroket Lebih dari 1 Juta Suara, Efek Cak Imin Jadi Cawapres?
Diberitakan sebelumnya, sepekan sebelum pembacaan putusan sengketa Pilpres, Denny Indrayana memberikan bocoran putusan MK soal pilpres 2024. Hal itu seperti yang dibagikannya melalui akun Twitter pribadinya.
Opsi pertama, Mahkamah akan menguatkan Keputusan KPU yang memenangkan Paslon 02 Prabowo—Gibran, dan hanya memberikan catatan perbaikan penyelenggaraan Pilpres, utamanya kepada KPU dan Bawaslu. Mahkamah pada dasarnya menyatakan dalil-dalil permohonan tidak terbukti.
Dalam opsi dua ini, Mahkamah mengabulkan diskualifikasi Paslon 02 Prabowo—Gibran, dan melakukan PSU hanya di antara Paslon 01 dan 03. Dari semua opsi, melihat situasi-kondisi politik—hukum di tanah air; termasuk rumit dan sulitnya proses pembuktian.
Dalam opsi ketiga ini, Mahkamah mengabulkan salah satu petitum Paslon 01, yang memberi alternatif hanya Gibran yang didiskualifikasi, dan Prabowo dapat kembali ikut PSU dengan pasangan cawapres yang baru.
Meskipun mungkin saja terjadi, opsi tiga ini tetap tidak mudah, dan membutuhkan tidak hanya keyakinan hakim ataupun , tetapi juga keberanian, pengakuan, dan introspeksi institusional bahwa problem moral-konstitusional pencalonan Gibran bersumber dari Putusan 90 Mahkamah sendiri, sebagaimana telah secara terang-benderang diputuskan oleh MKMK.
Opsi keempat ini membutuhkan penjelasan lebih panjang, terutama karena tidak ada dalam permohonan Paslon 01 maupun 03, sehingga menjadi . Dasar amar demikian ada dua, peradilan sengketa Pilpres bukan sengketa perdata, tetapi peradilan konstitusional tata negara, sehingga demi menjaga kehormatan konstitusi, bisa memutuskan di luar permintaan para pihak. Hal mana sudah beberapa kali dilakukan oleh Mahkamah.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak seluruh permohonan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
“Mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
Dalam konklusinya, Mahkamah menilai permohonan Anies-Muhaimin tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Terhadap putusan tersebut, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga Hakim Konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
Kontributor : Mae Harsa