Bagaimana hukumnya persekusi terhadap transgender?
Dalam pendekatan HAM, kita harus menghargai apapun pilihan orang. Setiap orang punya pertanggungjawabannya sendiri baik secara personal moral, spiritual dan sosial kepada alamat-alamat tertentu, kalau agama kepada Tuhan, kalau sosial kepada masyarakat.
Menurut saya, hargailah pilihan orang selagi tidak merugikan, mengancam, merusak orang lain dan diri sendiri. Di dalam Islam, kita tidak boleh merusak diri kita sendiri dan orang lain.
Karena itu persekusi dalam bentuk apapun kalau bisa dilarang karena itu bertentangan dengan prinsip Islam yang menjaga martabat kemanusiaan. Salah satu martabat kemanusiaan adalah menghargai pilihan.
Yang paling penting, agama ingin mewujudkan keselamatan, keamanan, kemaslahatan kenyamanan untuk semuanya. Itu yang disebut rahmatan lil alamin, damai untuk semuanya.
Lalu bagaimana dari penuturan Amar Alfikar sendiri. Berikut hasil wawancara Wartawan BBC Indonesia Famega Syavira Putri dan Dwiki Marta menemui Amar di rumah dan pesantren keluarganya di Kendal, Jawa Tengah, Agustus lalu.
Inilah penuturan Amar Alfikar sendiri

Nama saya Amar Alfikar dan saya adalah transpria. Sejak kecil saya merasa berbeda, berada di kotak yang tidak sesuai dengan apa yang saya rasakan. Waktu kecil, saya merasa kenapa saya dianggap sebagai anak perempuan, tapi saya tidak merasa perempuan.
Saya tidak tahu ini apa, karena masih kecil. Orang bilang tomboy saja, seiring berjalannya waktu akan berubah. Tapi nyatanya tidak. Perasaan ketidakperempuanan saya terus muncul dan semakin menyiksa ketika diharuskan memakai jilbab di sekolah.
Saya beberapa kali ke psikolog, dan didiagnosis punya gender dysphoria. Ini adalah kondisi di mana kesadaran gender saya laki-laki meskipun secara biologis betina.