Cara pandang ini harus ditinggalkan dan dihapus karena nyatanya tidak terbukti. Saya kira tidak ada satu teks yang menjelaskan secara shorif tentang ini. Ini mitos yang dibangun oleh mereka untuk membenci komunitas tertentu.
Karena kenyataannya, teman-teman trans tidak merusak dan memicu bencana apa-apa. Saya bisa bergaul dengan mereka dan bahkan saling menolong, saling membantu, saling melengkapi dan mereka bermanfaat buat kita.
Tidak hanya trans, tapi manusia secara umum ada yang baik ada yang buruk. Kita juga ada yang membawa berkat, ada yang membawa bencana.
Jangan dikira orang hetero tidak membawa bencana. Banyak juga yang membawa bencana, kalau kita melanggar hukum, tidak taat aturan perilaku kita tidak sesuai dengan susila dan norma, bisa membawa bencana.
Bagaimana dengan ibadah atau fikih kaum trans?
Ini yang jadi masalah karena dalam Islam belum memberikan ruang ini.
Menurut saya, ruang untuk mereka di dalam ajaran Islam harus ditemukan dan diciptakan, perlu ada fikih waria.
Contohnya, salatnya bagaimana? Laki-laki perempuan kan berbeda, jadi salatnya ikut kelaminnya atau penampilannya? Ikut kelamin yang lama atau yang baru? Itu menjadi perdebatan.
Ini yang saya pikir belum tuntas hingga sekarang, atau setidaknya belum ada satu kesepahaman. Kalau sepaham sekali tentu tidak akan ada, tapi setidaknya sesuatu yang bisa dijadikan pegangan agar mereka bisa beribadah dan merasa nyaman berjalan menuju Tuhannya.
Karena ini soal syariah aja, soal fikih. Kalau soal hakekat, urusan manusia dengan Tuhan, itu urusan hati, pikiran, nurani dan tidak ada bedanya laki-laki atau perempuan. Manusia di hadapan Tuhan itu sama apapun jenis kelamin, warna kulit dan bentuknya. Yang beda di hadapan Tuhan adalah ketakwaannya.