Mengembangkan Ekosistem Kerajinan Bambu: Perjalanan Bambu Tresno Bersama BRI UMKM EXPO(RT) 2025

Bambu Tresno tidak hanya berfokus pada penjualan produk, tetapi juga menjembatani pengrajin dan konsumen.

Fabiola Febrinastri | RR Ukirsari Manggalani
Rabu, 19 Februari 2025 | 14:26 WIB
Mengembangkan Ekosistem Kerajinan Bambu: Perjalanan Bambu Tresno Bersama BRI UMKM EXPO(RT) 2025
Margareta Ade Oktarina Wardani, owner Bambu Tresno, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Dok: BRI)

SuaraBekaci.id - Bambu Tresno, yang didirikan Margareta Ade Oktarina Wardani adalah usaha kerajinan bambu yang terletak di Bantul, Yogyakarta. Usaha ini lebih dari sekadar bisnis biasa. Margareta memiliki visi untuk membangun ekosistem kerajinan bambu yang menghasilkan produk berkualitas sekaligus memastikan pengrajin bambu mendapatkan upah yang layak. Bambu Tresno berkomitmen untuk meningkatkan apresiasi terhadap kerajinan bambu dan memastikan pengrajin menerima bayaran yang adil atas kerja keras mereka.

Nama Bambu Tresno memiliki makna personal bagi Margareta. "Tresno" dalam bahasa Jawa berarti cinta, dan nama ini dipilih untuk mencerminkan rasa cintanya kepada keluarga, masyarakat, serta budaya kerajinan bambu yang telah diwariskan turun-temurun. Nama ini juga mencerminkan komitmennya untuk terus melestarikan kerajinan bambu sebagai bagian dari identitas budaya Indonesia.

Awalnya, sang owner ini melihat ketimpangan dalam pasar kerajinan bambu, di mana banyak produk dijual dengan harga sangat rendah yang merugikan pengrajin. Harga yang ditekan ini membuat pengrajin hanya mendapatkan upah sekitar Rp45.000 hingga Rp50.000 per hari, meskipun mereka bekerja dengan tekun dan memiliki keterampilan khusus. Hal ini menjadi salah satu alasan Margareta mendirikan Bambu Tresno, dengan tujuan menciptakan sistem yang lebih adil, di mana produk bambu dihargai dengan wajar dan pengrajin mendapatkan penghasilan yang layak.

Bambu Tresno tidak hanya berfokus pada penjualan produk, tetapi juga menjembatani pengrajin dan konsumen. Margareta bekerja sama dengan berbagai toko besar di kota-kota seperti Malang dan Surabaya, di mana permintaan produk bambu sangat tinggi, namun sering kali harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan kualitas yang dihasilkan. Ia berusaha menjaga keseimbangan antara memenuhi permintaan pasar dan memastikan pengrajin mendapatkan bayaran yang sesuai. Ia percaya bahwa dengan menghargai karya pengrajin, hubungan yang saling menguntungkan antara produsen dan konsumen dapat tercipta.

Baca Juga:Airlangga Hartarto: Pemerintah Targetkan 20 UMKM Naik Kelas Tiap Tahun

Bambu Tresno didirikan pada awal 2020, di tengah pandemi COVID-19 yang melanda dunia. Meski banyak sektor bisnis yang terpuruk, Bambu Tresno justru menemukan peluang baru.

"Pandemi memberikan berkah bagi pengrajin karena permintaan hampers meningkat pesat, yang biasanya digunakan sebagai hadiah dalam acara hajatan," kata Margareta.

Dengan banyaknya acara yang dilarang, hampers menjadi alternatif untuk memberi hadiah, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan produk kerajinan bambu dan memberi kesempatan bagi Bambu Tresno untuk berkembang.

Tantangan terbesar yang dihadapi Bambu Tresno adalah mencari pengrajin, karena banyak dari mereka sudah berusia lanjut, sehingga sulit menemukan tenaga kerja muda yang terampil. Untuk mengatasinya, Margareta memutuskan untuk memperluas kesempatan kerja bagi ibu-ibu rumah tangga di sekitar desa yang memiliki keterampilan menganyam bambu. Ia membeli hasil anyaman mereka untuk diproses menjadi produk siap jual. Dengan cara ini, Bambu Tresno tidak hanya menyediakan lapangan pekerjaan, tetapi juga membantu melestarikan keterampilan tradisional yang semakin langka.

Seiring waktu, pengrajin yang bergabung dengan Bambu Tresno semakin beragam, mulai dari remaja SMA hingga pengrajin berusia 60-70 tahun. Keberagaman ini menunjukkan bahwa kerajinan bambu tidak hanya diminati oleh generasi tua, tetapi juga oleh generasi muda yang tertarik mempelajari keterampilan itu. Margareta merasa bangga melihat tradisi ini terus berkembang meski tantangan zaman semakin besar.

Baca Juga:ADB: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Beberapa Tahun Terakhir Didorong Konsumsi Pribadi yang Kuat

Meskipun Bambu Tresno menghadapi persaingan harga yang ketat dan kebutuhan untuk menjaga kualitas produk, usaha ini terus berkembang. Mereka menjual berbagai produk kerajinan bambu, mulai dari hampers yang dihargai sekitar Rp30.000 hingga dekorasi yang bisa dihargai hingga Rp200.000. Permintaan terhadap produk ini dipengaruhi oleh musim, dengan penjualan yang meningkat menjelang hari raya seperti Lebaran dan Natal.

Untuk mengatasi tantangan penjualan, Bambu Tresno memanfaatkan platform media sosial. Margareta menjelaskan bahwa mereka mulai berjualan melalui Instagram dan mendapat respons positif dari konsumen. Suaminya juga mencoba menggunakan TikTok dengan melakukan live streaming, yang ternyata sangat efektif dalam menarik perhatian konsumen dan memperkenalkan produk mereka ke pasar yang lebih luas.

Selain memanfaatkan platform online, Bambu Tresno juga aktif mengikuti berbagai pameran UMKM, seperti BRI UMKM EXPO(RT) 2025, yang memberi kesempatan bagi pelaku UMKM untuk memperkenalkan produk mereka. Menurut Margareta, pameran sangat penting karena selain membuka peluang jual beli, juga memberikan kesempatan untuk menjalin silaturahmi dengan sesama pelaku usaha.

"Melalui pameran, saya bisa bertemu banyak orang, memperluas jaringan, dan mendapatkan inspirasi baru," ujar Margareta.

Pameran-pameran ini telah membantu Bambu Tresno meningkatkan penjualan dan menemukan banyak peluang untuk berkembang.

Seiring berjalannya waktu, Bambu Tresno semakin dikenal masyarakat. Meskipun keuntungan yang diperoleh masih terbilang kecil, sekitar Rp3 juta hingga Rp5 juta per bulan, Margareta merasa puas karena usahanya memberikan dampak positif bagi banyak orang. Ia berharap Bambu Tresno dapat meningkatkan kesejahteraan pengrajin bambu dan agar kerajinan bambu Indonesia semakin dihargai, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Dengan semangat untuk terus berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat, Bambu Tresno membuktikan bahwa usaha kecil dapat tumbuh dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dengan memanfaatkan teknologi dan kepekaan terhadap kebutuhan pasar, Bambu Tresno mampu memberikan dampak positif, tidak hanya bagi pengrajin, tetapi juga bagi masyarakat secara umum. Kini, dengan semakin banyaknya kesempatan yang terbuka, Bambu Tresno semakin yakin bahwa kerajinan bambu memiliki potensi besar untuk berkembang dan menjadi bagian penting dari perekonomian Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini