Sejarah Tanam Paksa, Salah Satu Sejarah Paling Kelam Penjajahan Belanda

Sistem tanam paksa disebut juga Cultuurstelsel. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch.

Pebriansyah Ariefana
Kamis, 26 Agustus 2021 | 14:43 WIB
Sejarah Tanam Paksa, Salah Satu Sejarah Paling Kelam Penjajahan Belanda
Sejarah Tanam Paksa, salah satu sejarah paling kelam penjajahan Belanda. (istimewa)

Peraturan Tanam Paksa

Sejarah Tanam Paksa, salah satu sejarah paling kelam penjajahan Belanda. (istimewa)
Sejarah Tanam Paksa, salah satu sejarah paling kelam penjajahan Belanda. (istimewa)

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia IV (2008) karya Marwati Djoened dan Nugroho, ada sejumlah ketentuan pokok sistem tanam paksa tertera dalam Stadsblad (lembaran negara) tahun 1834 No 22. Ketentuan dalam tanam paksa meliputi:

  1. Persetujuan akan diadakan dengan penduduk supaya mereka menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman yang dapat dijual di pasar Eropa.
  2. Bagian tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ekspor tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
  3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
  4. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
  5. Hasil dari tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika nilai hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihannya dikembalikan kepada rakyat.
  6. Kegagalan yang bukan disebabkan oleh petani menjadi tanggung jawab pemerintah
  7. Pelaksanaan Cultuurstelsel diserahkan kepada pemimpin pribumi. Sementara pemerintah Belanda hanya jadi pengawas.

Penyimpangan Tanam Paksa

Namun, aturan yang ditetapkan kolonial memiliki banyak penyimpangan dalam pelaksanaannya. Penyimpangan tersebut jauh dari aturan asli dan sangat menyengsarakan rakyat.

Baca Juga:Sejarah Tanam Paksa, dari Latar Belakang, Peraturan, hingga Penyimpangan

Pelaksanaan cultuurstelsel seharusnya sukarela, tetapi dilaksanakan dengan cara-cara paksaan. Pemerintah kolonial memaksa rakyat melalui Bupati dan kepala desa.

Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima. Bahkan sampai harus menyerahkan sepertiga hingga seluruh tanah desa dengan alasan agar lebih mudah pengerjaan, pengairan, dan pengawasan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Pengerjaan tanaman ekspor diprioritaskan dari pada padi sehingga tanah pertanian rakyat justru tidak terurus.

Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.

Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan pada petani.

Baca Juga:Relevansi Filsafat Dialektika Hegel: Sistem Tanam Paksa di Hindia Belanda

Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.

Buruh dipekerjakan secara paksa seperti yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Sejumlah 34.000 keluarga selama 8 bulan setiap tahun diharuskan mengerjakan tanaman dagang dengan upah sangat kecil.

Untuk memuluskan tanam paksa, pejabat kolonial memberi suap kepada bupati dan kepala desa agar mau mengerahkan penduduk untuk menyukseskan Cultuurstelsel.

(Lolita Valda Claudia)

REKOMENDASI

Terkini