Mengapa Korban Perundungan Tutup Mulut?
Mulia Sari Dewi, M.Si., Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyebut bahwa perundungan merupakan tindakan kekerasan atau tindakan agresif yang terjadi berulang-ulang.
Bagi pelaku, aksi agresifnya kepada korban membuatnya merasa senang. Menurut Mulia, aksi perundungan itu tidak hanya orang per orang tapi juga kelompok, seperti misalnya kasus Fatir.
“Perundungan ini bukan hanya terjadi dari orang per orang, tapi antar kelompok. Oleh kelompok kecil atau geng melawan 1 atau melawan kelompok lain. Perundungan juga bisa terjadi di luar lingkungan sekolah oleh kelompok besar atau kerumunan massa,” jelasnya seperti dikutip dari kemdikbud.go.id
Baca Juga:Guru Bocah SD di Bekasi Anggap Bullying Bercanda, KPAI: Pengetahuannya Kurang
Perundungan itu sendiri ada beberapa jenis kata Mulia, ada cyberbullying yang merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar untuk merugikan atau menyakiti orang lain. Itu bisa dilakukan melalui gangguan komputer, jejaring sosial di dunia maya, telepon seluler dan peralatan elektronik lainnya.
Kemudian ada perundungan fisik, yaitu merupakan tindakan yang mengakibatkan seseorang secara fisik terluka akibat digigit, dipukul, ditendang dan bentuk serangan fisik lainnya.
Selanjutnya, ada jenis perlindungan sosial, yaitu mencakup perilaku seperti menolak, memeras, mempermalukan, menilai karakteristik pribadi, memanipulasi pertemanan dan mengucilkan.

“Yang terakhir ada perundungan verbal, yaitu meliputi perilaku kekerasan melalui intimidasi atau ancaman kekerasan, ejekan atau komentar rasis. Tidak hanya itu, dia juga melakukan bahasa bernada seksual atau menggoda ejekan dengki atau membuat komentar kejam,” ungkapnya.
Lantas mengapa korban perundungan kerap diam?
Baca Juga:Kasus Bullying Siswi SMP di Depok Jadi Sorotan Dinas Pendidikan, Orang Tua Diminta Cek Hp Anak
Mulia menjelaskan, ada beberapa alasan kenapa korban perundungan tidak ingin melaporkan kejadian-kejadian tersebut. Pertama, mereka takut akan pembalasan.