SuaraBekaci.id - Hari ini, 21 Februari 1949, 74 tahun lalu peluru yang dimuntahkan bedil milik Suradi Tekebek menewaskan Tan Malaka. Tan dieksekusi mati di Desa Selopanggung, di Lereng Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur.
Di luar perjuangan dan aliran politiknya, ada satu kisah menarik soal sosok Tan Malaka. Ia disebut-sebut memiliki kedekatan dan kecintaan pada sepak bola.
Di sejumlah literatur dan artikel yang terpublikasi di banyak media, tokoh bernama asli Sutan Ibrahim ini disebut pernah berrmain di klub amatir bernama Vlugheid yang berbasis di Belanda.
Beberapa artikel menyebut bahwa Vlugheid bernama lengkap Vlugheid Wind. Namun dari penelusuran penulis, meski sebatas klub amatir di Belanda nama Vlugheid Wind tidak ditemukan di sejumlah literasi Belanda.
Baca Juga:Tiba di Ranah Minang, Anies Baswedan Sapa Warga Dan Sebut Tan Malaka
Salah satu akademi olahraga yang identik dengan nama Vlugheid ialah Vlugheid Kracht, sebuah akademi olahraga yang sudah dibangun sejak 1909.
Jika kita merujuk pada literasi sejarah, Tan Malaka sempat menimba ilmu di Belanda di periode 1914 hingga 1916. Apakah artinya memang benar Tan Malaka bermain sepakbola di Vlugheid Kracht?
Memang masih perlu dipertanyakan, pasalnya jika merujuk pada alamat Vlugheid Kracht di AA Blaricum dengan tempat Tan Malaka tinggal selama di Belanda yakni di Harleem, jarak antara dua tempat ini sangat jauh, sekitar 47 menit jika menggunakan kendaraan atau 9 jam jika berjalan kaki.
Salah satu artikel soal Tan Malaka saat bermain sepakbola di Vlugheid menuliskan bahwa saat bermain, ia lebih suka melepas sepatu miliknya dan nyeker untuk menendang bola.
Bahkan artikel lain menyebut bahwa saat musim dingin, Tan Malaka tetap bermain sepak bola dengan kaki-kaki telanjang. Soal Tan bermain dengan kaki kaki telanjang juga sempat disampaikan oleh salah satu kerabat Tan, Zulfikar Kamaruddin.
Baca Juga:Mengenang 73 Tahun Wafatnya Tan Malaka, Bapak Republik yang Terlupakan
"Tan Malaka sgt sportif, ahli bermain sepak bola. Di Belanda, dia pernah bermain bola tanpa pakai sepatu," kata Zulfikar seperti dikutip dari @MataNajwa.
"Tan bermain sepak bola tanpa jaket tebal dan tanpa alas kaki alias nyeker. Hasilnya sama sekali tak pernah mengecewakan, Tan menjelma sebagai penyerang yang handal dan tendangan-tendangan kerasnya kerap berujung gol."
Salah satu sejarawan, Bonnie Triyana yang sempat ditanya penulis soal ini tak menampik jika Tan Malaka memang memiliki kedekatan dengan sepak bola. Namun ia tidak bisa memastikan kebenaran yang menyebut Tan bermain sepak bola di Belanda bersama Vlugheid.
"Tan Malaka itu cuma gabung ke klub sekolahan aja. Cuma hobby. Gak pernah main profesional," kata Bonnie kepada penulis beberapa waktu lalu.
Salah satu artikel berjudul 'Cita-cita Revolusi dari Tanah Haarlem' di Majalah Tempo edisi 2008, disebutkan Tan aktif bermain sepak bola dan main biola bersama orkes sekolah.
Terkadang dia memamerkan tari-tarian Minangkabau kepada teman-temannya. Untuk urusan sepak bola, ia dikenal memiliki tendangan yang kencang.
Tan Malaka juga acapkali menggunakan analogi sepak bola untuk menjelaskan permasalahan sosial yang ia angkat. Di salah satu bukunya berjudul 'Madilog' Tan menjadikan klub sepak bola sebagai analogi.
"Apabila kita menonton satu pertandingan sepak bola maka lebih dahulu sekali kita pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan ini. Kalau tidak, bingunglah kita. Kia tidak bisa tahun siapa yang kalah, siapa yang menang. Mana yang baik permainannya, mana yang tidak," tulis Tan Malaka di bab Filsafat buku tersebut.
Tidak itu saja, Arif Zulkifli dalam buku berjudul 'Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan' menyebut bahwa saat tinggal di Bayah, Banten dan menggunakan nama samaran Ilyas Hussein, Tan Malaka sempat jadi penggagas dibangunnya lapangan sepakbola di Bayah.
Lewat sepak bola, Tan Malaka mengumpulkan banyak pemuda untuk menyampaikan pesan politik untuk memerdekakan bangsa ini.
"Tak jarang pula, ia turun langsung ke lapangan dan bermain sebagai pemain sayap maupun hanya sekadar menjadi wasit di kejuaraan Rangkasbitung." tulis Arif.
Soal peran Tan Malaka di sepakbola Bayah juga diamini oleh penulis novel berjudul 'Tan: Sebuah Novel', Hendri Teja.
Menurut Teja, tidak hanya menggagas untuk pembangunan sepak bola, Tan Malaka bahkan mendorong berdirinya tim sepak bola di tempat tersebut.
"Ketika dia (Tan Malaka) di Bayah, dia bikin (kesebelasan) Pantai Selatan yang digabungkan dengan klub sandiwara atau tonil. Ada sepakbola, ada sandiwara. Kenapa? Itu tadi. Selain soal jasmani, sepak bola harus dibalut dengan hiburan dan juga melatih kebesaran jiwa para pemain dan tekadnya"
"Karena kondisi Bayah yang semuanya serba tertekan, miskin, dan kelaparan. Hal ini butuh dialihkan dari kenyataan hidup tadi,"
"Nah, Tan mengalihkan dengan hiburan tersebut . Tapi bukan sekedar hiburan, karena dengan bermain sepak bola, dengan yang namanya (kesebelasan) Pantai Selatan tadi, Tan kemudian menyatukan." kata Hendri seperti dikutip dari indosoccer