“Pastinya ada beberapa kendala dan tantangan yang dialami sekolah dari kebijakan yang sangat cepat diterapkan ini, seperti SDM guru itu sendiri, yang mana setiap sekolah tidak rata memiliki SDM guru yg mumpuni dan memadai secara jumlah dalam mengisi kelas-kelas berdasarkan mapel pilihan tadi,” ucap Murni.
Kemudian kendala lainnya ada di fasilitas sekolah. Murni menyebut sekolah harus mampu menyiapkan ruangan kelas dan juga persiapan fasilitas pendukung lain seperti laboratorium yang memadai ataupun ruangan tambahan untuk praktik belajar siswa.
Selain itu Murni mengatakan, penghapusan jurusan di SMA sangat memengaruhi jam pelajaran yang diampu oleh masing-masing guru mata pelajaran.
Banyak kemungkinan dari kebijakan ini guru tidak mendapatkan jam pelajaran dengan seimbang.
“Contoh di satu sekolah yang mengambil mapel pilihan IPA lebih banyak dibanding mapel pilihan IPS. Sehingga guru yang banyak diproduktifkan adalah guru mapel pilihan IPA, sedangkan guru mapel pilihan IPS sedikit,” ucapnya.
“Nah, hal seperti ini masih menjadi PR dan harus diperhatikan dalam kebijakan ini dan harapannya pemerintah bisa lebih memperhatikan tantangan yang cukup problematik dari kebijakan ini,” sambung Murni.
Berbeda dengan Murni dan Erma, seorang guru Biologi berinisial LA (22) mengaku tidak setuju dengan keputusan pemerintah menghapus jurusan di SMA. Sebab, menurutnya keputusan ini tidak seimbang dengan jumlah SDM guru.
“Tidak setuju, karena dengan kebijakan pada saat ini terkait jurusan dengan SDM guru yang ada masih belum seimbang,” kata LA.
Sama seperti yang disampaikan Murni, LA menyebut kebijakan baru ini juga bakal berdampak pada ketidak setaraan jumlah jam mengajar antar guru.
Baca Juga: Breaking News! Bus Kemenhan Diduga Tabrak Pria Tunarungu di Bekasi
“Dengan adanya ketidakseimbangan antara minat siswa dengan SDM guru. Sehingga, banyak menyebabkan beberapa guru akan kehabisan jam atau hanya mendapatkan jam mengajar sedikit,” tuturnya.
LA juga menilai keputusan ini terlalu terburu-buru tanpa melihat situasi dan kondisi di lapangan. Oleh karenanya, dia meminta pemerintah untuk bisa meninjau kembali kebijakan baru ini.
“Harus lebih diulas dan dipelajari kembali terkait keadaan dilapangan. Dengan adanya kebijakan yang sangat cepat menjadikan sekolah tidak siap dengan perubahan yang ada,” pungkasnya.
Kontributor : Mae Harsa
Berita Terkait
-
Breaking News! Bus Kemenhan Diduga Tabrak Pria Tunarungu di Bekasi
-
Gaya Sporty Tri Adhianto Saat Dapat Dukungan dari PKB di Pilkada Kota Bekasi
-
Kabar Orang Hilang: Siswi SMP di Bekasi Sepekan Tak Pulang, Keluarga Ungkap Fakta Ini
-
Ngeri! Petugas Letuskan Senjata ke Udara, Pelaku Tawuran di Bekasi Tantang dengan Sajam
-
Pesan Terakhir Petugas TPST Bantargebang ke Istri Sebelum Ditemukan Tewas: Jangan Terlibat Pinjol
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
Bekasi Gelar Pesona Nusantara dan Galang Dana untuk Korban Bencana Sumatera
-
Transformasi BRI: 130 Tahun Berjalan, Terus Membangun Inklusi Keuangan Berkelanjutan
-
Angkutan Motor Gratis Jelang Nataru KAI, Cek Rute dan Syaratnya di Sini!
-
BRI Perkuat Tanggap Bencana Banjir Sumatra Lewat BRI Peduli
-
Terbongkar! Ini Alasan Parkir di Polda Metro Jaya Wajib Bayar