SuaraBekaci.id - Aliansi mahasiswa Bekasi-Karawang (Bakar) menggelar aksi demonstrasi sebagai bentuk kritik terhadap sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai tak netral dalam Pemilu 2024.
Aksi demonstrasi yang digelar di Jalan Cut Meutia, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, pada Selasa (6/2/2024) sore, juga di warnai dengan aksi bakar ban dan foto Jokowi.
Selain itu, mereka juga membagikan sebuah pamflet bertuliskan ‘Lima Dosa Politik Jokowi’ kepada sejumlah pengendara yang melintas. Lantas, apa isi dari pamflet tersebut?
Perwakilan mahasiswa dari Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), Aditya Syahran menjelaskan, pamflet ‘Lima Dosa Politik Jokowi’ tersebut pertama berisikan Jokowi dinilai mendukung capres yang terlibat dalam penculikan aktivis 98 dan pelanggaran HAM
Baca Juga:Jelang 14 Februari, Orang Dekat Presiden Jokowi Jadi 'Sasaran Tembak' Lawan Politik
“Jadi secara tidak langsung Jokowi bermain halus menggerogoti APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), mempolitisasi bansos itu adalah bukti Jokowi berpihak kepada salah satu paslon,” ujar Syahran.
Kedua, membangun politik dinasti. Syahran mengatakan, politik dinasti adalah salah satu upaya dari penguasa untuk melanjutkan kekuasaannya dengan berbagai cara.
“Jokowi memang tidak melanggar hukum, tetapi Jokowi melanggar etika moralitas, berbangsa, dan bernegara,” tegasnya.
Ketiga, menghidupkan orde baru. Syahran menyebut, pada tahun 1998 silam mahasiswa sudah berhasil melakukan pergerakan untuk mewujudkan reformasi. Namun, sikap Jokowi yang memihak salah satu paslon dinilai keluar dari demokrasi, dan mengancam gagalnya reformasi.
Keempat, pelemahan pemberantasan korupsi. Syahran menyebut, sikap Jokowi yang dinilai keluar dari demokrasi bukan hanya akan melahirkan orba tapi juga membuat oligarki semakin mengakar.
Baca Juga:Geram Politik Dinasti, Mahasiswa Bekasi Mulai Turun ke Jalan: Bakar Gambar Jokowi
“Potensi munculnya oligarki itu akan berdampak terhadap kestabilan negara, berdampak pada praktik-praktik korupsi yang akan terjadi di masa depan,” ucapnya.
Terakhir atau yang kelima, abai kepada kesejahteraan masyarakat. Syahran mengatakan, point ini adalah yang paling penting karena sikap presiden yang tidak netral dinilai akan berpengaruh pada struktur dibawahnya.
“Jika presiden tidak netral, menteri pun tidak netral, kepala daerah pun tidak netral. Maka yang tergganggu apa? Kinerja para pejabat publik tidak mengendepankan fungsinya sebagai publik service, pejabat publik pasti mementingkan kepentingannya,” jelas Syahran.
Oleh karenanya, massa aksi menuntut Jokowi untuk kembali menghidupkan demokrasi yang sehat. Syahran mengatakan, aksi serupa dipastikan bakal digelar kembali apabila Jokowi tidak ada merespon gerakan yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa itu.
“Tentunya aksi lanjutan ada tetap bakal ada ke depannya, jika Jokowi tidak merespon gerakan kita, kita akan terus bergerak kita akan bertambah jumlahnya lebih banyak dan kita pastikan konsisten. Kita akan terjaga sampai demokrasi kita terwujud sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,” tandasnya.
Kontributor : Mae Harsa