Kakeknya dari pihak ibu bernama Haji Syafi'i dan berprofesi sebagai guru agama di wilayah Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur. Di wilayah Kampung Baru, Syekh Muhadjirin menghabiskan waktu kecilnya dengan belajar agama Islam, dari membaca huruf Arab dan Al-Quran.
Setelah mampu khatamkan Al-Quran, keluarga kemudian mengirim Syekh Muhadjirin untuk mendapat ilmu dari para mualim. Salah satu mualim yang memberikan ilmu kepada Syekh Muhadjirin ialah, Guru Asmat, H Mukhoyyar, H Ahmad, KH Hasbialloh, H Anwar, H Hasan Murtaha, Syekh Muhammad Thohir, Syekh Ahmad bin Muhammad, KH Sholeh Makmun, Syekh Abdul Majid, Sayyid Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi.
Nama-nama ulama di atas bukan orang sembarangan. Guru Asmat misalnya, banyak tokoh dan ulama Betawi adalah anak didiknya antara lain, Mu`allim Rasyid (KH. Abdullah Rasyid, pendiri perguruan Ar-Rasyidiyyah, Kampung Mangga, Tugu Utara, Jakarta Utara), KH. Abdullah Azhari, KH. Zaini Malik, KH. Badruddin dan KH. Murtaqi.
Lalu Syekh Abdul Majid atau tuan Guru, ialah salah satu pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islm terbesar di pulau Lombok. Kembali ke Syekh Muhadjirin, setelah mendapat ilmu dari para mualim, ia memiliki kemampuan dan memahami teknik serta hukum membaca Al-Qur’an
Baca Juga:Catat Syaratnya! Jadwal SIM Keliling Kota Bekasi Hari Ini Ada di Polsek Bantargebang
Ilmu itu didapatnya dari KH Sholeh Makmun Banten. Singkat cerita, setelah menikah dengan putri KH.Abdurrahman Shodri, Syekh Muhadjirin mengabdi di Ponpes ini sampai sang mertua wafat pada 1960. Sementara Syekh Muhadjirin tutup usia di Bekasi pada 31 Januari 2003.