Sejarah KH Noer Ali Singa Karawang-Bekasi yang Acara Haulnya Disambangi Anies Baswedan

"Ke Bekasi. Di Haul Kiai Noer Ali, Kiai Noer Ali itu adalah seorang pahlawan nasional, di Bekasi pondoknya," kata Anies Baswedan.

Galih Prasetyo
Minggu, 03 Desember 2023 | 14:30 WIB
Sejarah KH Noer Ali Singa Karawang-Bekasi yang Acara Haulnya Disambangi Anies Baswedan
Sosok KH Noer Ali Singa Karawang-Bekasi yang Acara Haulnya Disambangi Anies Baswedan [Dok indonesia.go.id]

SuaraBekaci.id - Calon presiden (Capres) Anies Baswedan pada Jumat (1/12) petang rela menggunakan sepeda motor untuk bisa menghadiri haul KH Noer Ali di Bekasi.

Anies terpantau berangkat dari Setiabudi, Jakarta Selatan usai menghadiri Silaturahim Nasional Garda Matahari. Anies kemudian tampak mengenakan jaket setelah melepas jasnya.

Pasangan dari Muhaimin Iskandar ini kemudian memakai helm warna putih. Ia pun kemudian naik motor patwal untuk berangkat ke Bekasi.

"Ke Bekasi. Di Haul Kiai Noer Ali, Kiai Noer Ali itu adalah seorang pahlawan nasional, di Bekasi pondoknya. Kebetulan dia adalah sahabat kakek kami dan kakek sama kakek bersaudara. Lalu sekarang acara cucunya dan saya komitmen hadir," kata Anies seperti dikutip dari Antara.

Baca Juga:Beda Gaya Anies Baswedan Saat Daftar ke KPU di Pilkada DKI 2017 dengan Pilpres 2024

Anies memilih naik motor ke Bekasi untuk hadiri haul KH Noer Ali agar tidak terjebak macet.

"Saya ke sana dulu nanti balik lagi ke Jakarta. Kalau pakai mobil gak cukup waktunya. Padat, harus balik lagi ke Jakarta waktunya mepet, jadi pakai motor," jelasnya.

Lantas siapa KH Noer Ali? Seperti apa sepak terjangnya?

Saat Indonesia masih dibawah penindasan bangsa penjajah Belanda dan Jepang, KH Noer Ali lahir di Babelan, Kabupaten Bekasi pada 1914. Di usia masih sangat belia, 8 tahun, Noer Ali memiliki kecakapan ilmu agama.

Di usia itu, ia sudah bisa membaca bahasa Arab serta menghafal surah-surah di Al-Quran. Pendidikan agama Islam didapat Noer Ali dari sosok Guru Maksum di Kampung Bulak, Bekasi. Digembleng oleh Guru Maksum, Noer Ali banyak mendapat pengetahuan Islam mengenai tarikh para Nabi, ahlak dan fiqih.

Baca Juga:Head to Head Anies-Muhaimin vs Ganjar-Mahfud MD, Pengamat: PDIP Terlalu PeDe, AMIN Punya Pendukung Militan

Saat usianya menginjak remaja, Noer Ali memperdalam ilmu agam Islam dari seorang guru di Ujung Malang bernama Guru Mughni. Bersama guru Mughni, Noer Ali mendapat ilmu keislaman tentang tauhid. Di antara semua murid guru Mughni, Noer Ali jadi murid paling cerdas.

Meski belajar agama Islam, Noer Ali juga turun ke bawah alias turba. Dari situ, ia kemudian melihat bagaimana penindasan bangsa penjajah ke masyarakat.

Jiwa Noer Ali terganggu karena banyak penindasan dan kesewenangan bangsa kolonial ke masyarakat pribumi Bekasi. Ia melihat banyak ketidakadilan dan maksiat merajalela.

Dari fakta yang ia lihat langsung dan rasakan itu, KH Noer Ali putuskan untuk melawan penjajah, sebagai wujud nyata cinta tanah air.

Untuk melawan penjajah, KH Noer Ali diketahui mendapat banyak ilmu dari KH Marzuki. Di ponpes KH Marzuki ini, KH Noer Ali mendapat ilmu menggunakan senjata api. Apalagi diketahui ia memiliki hobi berburu.

Sekedar informasi, KH Ahmad Marzuki bin Mirsod bin Hasnum bin Khatib Sa’ad bin Abdurrahman bin Sultan Ahmad al-Fathani dengan gelar Laqsana Malayang alias Guru Marzuki seperti dikutip dari NU.or.id, merupakan salah satu dari mahaguru ulama Betawi yang memiliki peran penting dalam penyebaran dakwah Islam di tanah Betawi.

Setidaknya terdapat enam guru dari para ulama Betawi dari akhir pada abad ke-19 dan pertengahan abad ke-20, keenam guru ini kerap disebut enam pendekar atau the six teacher, yaitu Guru Mansur (Jembatan Lima), Guru Marzuki (Cipinang Muara), Guru Mughni (Kuningan), Guru Madjid (Pekojan), Guru Khalid (Gondangdia), dan Guru Mahmud Ramli (Menteng).

Kembali ke sepak terjang KH Noer Ali. Pada 1934, ia berangkah ke tanah suci Mekkah untuk memperdalam ilmu agama Islam. Di Mekkah, Noer Ali belajar kepada Syaikh Ali Al Maliki. bahkan akhirnya KH Noer Ali jadi santri kesayangan Syaikh Ali Al Maliki.

Singkat cerita, pada 1939, KH Noer Ali pulang ke Indonesia dan mendirikan pondok pesantren. Kedatangan Noer Ali ke tanah kelahirannya, Bekasi membuat bangsa kolonial resah.

Hal ini lantaran sambutan warga pribumi kepada Noer Ali. Bahkan sejumlah warga di Ujung Malang, Teluk Pucung dan Pondok Ungu secara sukarela memberikan tanah mereka untuk ponpes KH Noer Ali.

KH Noer Ali bukan hanya tokoh agama yang punya suara menggelegar di podium. Ia juga memiliki keberanian untuk turun ke medan tempur. Tak heran kemudian ia dijuluki sebagai Singa Karawang-Bekasi.

KH Noer Ali memimpin lascar-laskar rakyat untuk bertempur merebut kemerdekaan. KH Noer Ali bahkan pernah menjadi Komandan Bataliyon Tentara Hizbullah Bekasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini