Terakhir pada 1976, Indrojoyo Kusumonegoro alias Indro bergabung. Formasi Warkop diawal berdiri pun lengkap. Indro bergabung berstatus akamsi alias anak kampung sini. Hal ini lantaran rumah Indro dan kampusnya, Universitas Pancasila tak jauh dari Radio Prambors di Jalan Prambanan.
Meski begitu, kata Indro saat masuk ke Warkop, ia harus ikut audisi.
“Yang gue ingat, waktu itu gue disuruh menyanyikan lagu ‘Melati’ dari Grace Simon, tapi harus dengan langgam Jawa. Edan kan? Kurang kerjaan banget tuh si Kasino," cerita Kasino.
Saat formasi mereka lengkap ini, semua personel memainkan perannya masing-masing yang khas dan mengocok perut pendengarnya.
Baca Juga:Box Office Suara: Best Scene Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss (Part 2)
Dono misalnya menjadi mas Slamet, pria asal Solo yang senang berfilosofi meski kerap keliru. Lalu Rudy Badil menjadi Bang Holil, pemilil warkop. Kasino memanikan banyak peran, mulai dari Koh Acong sebagai tetangga warung, menjadi Bli Ketut sampai menjadi Kang Kang Jaja.
Sementara Indro juga berperan cukup banyak, menjadi seorang Ubai, keponakan Bang Holil dari Purbalingga. Lalu berperan sebagai Poltak, pemuda Batak.
Menariknya, tiap materi obrolan mereka dibalut dengan banyak informasi dan pengetahuan menarik. Rudy Badil misalnya dengan status mahasiswa Antropologi kerap menyelipkan folklor dari materi dosennya, Prof. Dr. James Danandjaya.
Atau Nanu yang kerap bercanda halak kita, senda gurau ala Batak. Hal ini didapat Nanu karena ia tinggal di Jalan Setia Budi, Jakarta Selatan, yang bertetangga dengan Kampung Batak.
Kepopuleran Warkop kian meninggi. Mereka pun kerap tampil di acara offline hingga pada 1980, Warkop berhenti siaran karena kewalahan mengatur waktu.
Baca Juga:Film Lama Warkop DKI Tayang di TV, Indro Warkop Curhat Tak Pernah Dapat Royalti
Di tahun-tahun itu, materi pembahasan Warkop juga semakin keras. Mereka mulai membawakan kritik politik terhadap pemerintahan Orde Baru.