Kalimalang Dulu dan Sekarang, Dibangun 12 Tahun Setelah Indonesia Merdeka hingga Jadi Arena Lomba 17 Agustus

Pada masa kolonial Belanda, kawasan Kalimalang merupakan kali alami yang sejatinya sering digunakan untuk perlintasan moda transportasi air.

Galih Prasetyo
Kamis, 10 Agustus 2023 | 14:23 WIB
Kalimalang Dulu dan Sekarang, Dibangun 12 Tahun Setelah Indonesia Merdeka hingga Jadi Arena Lomba 17 Agustus
Perlombaan panjat pinang dimodifikasi menjadi berjalan di batang pohon pinang yang diletakkan di tengah Sungai Kalimalang, persisnya di kolong Tol Becakayu yang baru saja diresmikan akhir 2017. [Suara.com/Chyntia Sami Bhayangkara]

SuaraBekaci.id - Perayaan hari ulang tahun Republik Indonesia (HUT RI) yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus selalu identik dengan berbagai kemeriahan, utamanya dengan perlombaan. Salah satu tempat yang kerap jadi lomba 17an adalah aliran Kalimalang

Di sana, setiap tahunnya berbagai perlombaan mulai dari panjat pinang, gebuk bantal, meniti bambu, hingga menyebrangi kali menggunakan sepeda bisa kalian temukan.

Aliran Kalimalang dengan panjang sekitar 60 kilometer dan melintang dari Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, hingga DKI Jakarta, yaitu Cipinang, Jakarta Timur, memiliki cerita menarik untuk diulas.

Menurut Sejarawan Bekasi, Ali Anwar, pada masa kolonial Belanda, kawasan Kalimalang merupakan kali alami yang sejatinya sering digunakan untuk perlintasan moda transportasi air.

Baca Juga:Cara Menghias Nasi Goreng untuk Lomba 17 Agustus, Cukup dengan 3 Bahan Ini

“Karena gak ada hambatan, perahu-perahu hilir mudik, jadi dari muara bisa sampai ke Bogor naik perahu atau naik getek,” kata Ali kepada SuaraBekaci.id, Kamis (10/8).

Selain itu, air kali yang bersih juga kerap digunakan untuk mencuci dan mengairi area perkebunan. Kondisi seperti itu terus berjalan hingga Indonesia merdeka.

Awal Mula Pembangunan Kalimalang

Kemudian, 12 tahun setelah Indonesia merdeka atau sekitar tahun 1957 aliran Kalimalang mulai dibangun. Pembangunannya berbarengan dengan waduk Jatiluhur, Purwakarta.

“Tahun 1957 (pembangunan Kalimalang) diawali dengan pembangunan waduk Jatiluhur. Waduk Jatiluhur memiliki dua fungsi, hal pertama 90 persen untuk pertanian dan 10 persen untuk air baku,” ujarnya.

Baca Juga:60 Rekomendasi Hadiah Lomba 17 Agustus Murah Meriah untuk Anak-Anak, Ibu-Ibu, dan Bapak-Bapak

Seiring berjalannya waktu, lahan pertanian yang semakin sedikit membuat waduk Jatiluhur mengalami perlaihan fungsi, yakni 10 persen untuk lahan pertanian sementara 90 persennya digunakan untuk air baku atau air minum.

“Makanya di sekitar pingir-pinggir kalimalang banyak berdiri perusahaan-perusahaan PDAM,” ujar Ali.

Adapun, pembangunan Kalimalang yang terbentang di beberapa daerah itu memakan waktu sekitar 13 tahun lamanya.

“Barulah sekitar tahun 1970-an awal itu mulai tersambung ( aliran Kalimalang) semua dan berfungsi,” jelasnya.

Kalimalang Arena Lomba 17 Agustus

Sejak pembangunan aliran Kalimalang rampung, beberapa masyarakat memanfaatkannya sebagai tempat untuk menggelar perlombaan HUT RI 17 Agustus.

Menurut Ali, perlombaan 17 Agustus yang digelar di aliran Kalimalang merupakan wujud nyata masyarakat dalam menciptakan kebahagiaan dengan cara yang sederhana.

“Jadi masyarakat ingin berbahagia, menghibur dirinya tapi nggak mahal-mahal banget. Makanya mereka menghibur dirinya dengan memanfaatkan sarana yang tersedia,” tuturnya.

Berbagai arena perlombaan kerap terlihat di Kalimalang, termasuk salah satunya yang paling legendaris ialah panjat pinang.

Permainan dengan memanfaatkan pohon pinang itu umumnya diadakan di daratan dengan dilumuri oli sebagai pelicin, kemudian di puncaknya terdapat berbagai hadiah yang bisa ditarik peserta yang berhasil mencapai puncak.

Sementara, panjat pinang yang ada di aliran Kalimalang ditemukan sedikit perbedaan, yakni bagian pelicinnya tidak lagi menggunakan oli melainkan memanfaatkan lumpur yang juga terdapat dalam aliran Kalimalang.

Keunikan lainnya, panjat pinang yang diadakan di aliran Kalimalang membuat para pesertanya bisa langsung membersihkan dirinya dengan menceburkan diri ke aliran Kalimalang.

“Ya karena itu hiburan, setelah kotor mereka langsung mandi di kali bersih-bersih diri,” ujarnya.

Kesulitan para peserta panjat pinang dalam mencapai puncak untuk menarik hadiah kerap kali mengundang gelak tawa masyarakat yang menontonnya.

Jika dilihat secara sejarah, Ali mengatakan beberapa masyarakat ada yang mengaitkan fenomena panjat pinang dengan masa penjajahan kolonial Belanda.

Gelak tawa penonton melihat peserta panjat pinang itu diartikan sebagai kebahagian para penjajah Belanda dalam melihat kesengsaraan masyarakat Indonesia yang terjajah.

“Kalau dulu kan ada yang bilang panjat pinang dimulai dari zaman Belanda nah itu untuk menghibur penjajah lah, tuan tanah kayak gitu. Sehingga mereka jadi bisa tertawa-tawa dari penderitaan rakyat,” jelas Ali.

Namun, Ali mengatakan bahwa hal tersebut kembali lagi pada persepsi setiap orang yang melihatnya. Secara umum, panjat pinang hanyalah sebuah hiburan yang khas terlaksana pada hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia.

“(Panjat pinang) sebetulnya persepsi-persepsi aja. Jadi sebetulnya sih semuanya terhibur masyarakat juga yang walaupun dia terjajah itu tetap terhibur dan dapat uang,” ujarnya.

Kalimalang Kini Sepi Lomba 17 Agustus

Seiring berjalannya waktu, perlombaan 17 Agustus di aliran Kalimalang mulai menghilang. Tidak diketahui secara pasti penyebab dari memudarnya kegiatan tersebut.

Namun, menurut Ali perlombaan 17 Agustus di Kalimalang mulai memudar karena masyarakat kini lebih sadar akan keselamatan diri.

“Di Bekasi kan kalinya agak dalam, kan di berita suka ada anak pemulung mandi main di Kalimalang, tiba-tiba hilang karena lumpurnya cukup dalam,” ujarnya.

Ali menyebut, perlombaan 17 Agustus di aliran Kalimalang sebetulnya lebih ke arah Kalimalang, Jakarta Timur. Sementara di wilayah Bekasi, masyarakat lebih memanfaatkan saluran irigasi untuk arena perlombaan 17 Agustus.

“Umumnya masyarakat (Bekasi) lomba bukan di Kalimalangnya tapi di saluran cabang dari Kalimalang itu (saluran irigasi), karena dia airnya jernih dan lumpurnya juga gak terlalu dalam,” jelasnya.

Adapun menurut Ali, sampai saat ini yang masih bertahan menggelar perlombaan 17 Agustus di aliran Kalimalang adalah masyarakat Jakarta Timur.

Kontributor: Mae Harsa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini