Fenomena Sayembara Tangkap Begal Bekasi, Sosiolog: Tak Ada Solusi dari Aparat, Hukum Alam Terjadi

Sayembara bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi persoalan apalagi menyangkut ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Galih Prasetyo
Kamis, 29 Juni 2023 | 13:07 WIB
Fenomena Sayembara Tangkap Begal Bekasi, Sosiolog: Tak Ada Solusi dari Aparat, Hukum Alam Terjadi
Ilustrasi begal (Pixabay)

SuaraBekaci.id - Aksi begal Bekasi kian hari makin mengkhawatirkan. Terbaru, seorang ibu yang hendak jenguk anak di rumah sakit jadi korban begal di Fly Over Alindra Harapan Indah, Setia Asih, Tarumajaya, Kota Bekasi, Rabu (28/6), sekitar pukul 03.30 WIB.

Geram dengan aksi begal yang tak kenal pandang bulu itu, muncul sayembara tangkap begal Bekasi. Kepala Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Nemin bin Sain mengadakan sayembara untuk menangkap begal dengan iming-iming hadiah uang tunai.

"Barang siapa yang bisa menangkap begal jalanan saya kasih hadiah Rp10 juta," kata Kepala Desa Burangkeng Nemin bin Sain di Kabupaten Bekasi.

Menurut Nemin, sayembara tangkap begal ini karena kondisi gangguan keamanan dan ketertiban pelaku penjahat jalanan ini sudah sangat membuat resah warga.

Baca Juga:Korban Begal Bekasi Berstatus Guru, Niat Jenguk Anak di Rumah Sakit Usai Salat Tahajud

Sosiolog dari Universitas Islam 45 Bekasi, Andi Sopandi menilai adanya fenomena sayembara penangkapan begal itu disebabkan karena kasus pembegalan yang terjadi secara berulang-ulang tidak diatasi dengan baik oleh pihak yang berwenang.

“Kasus pembegalan yang berulang-ulang dan tidak diatasi juga tidak ada solusi baik oleh penegak hukum, pemerintah maupun masyarakat,” kata Andi kepada SuaraBekaci.id, Kamis (29/6).

Kondisi ini akhirnya membuat masyarakat menilai bahwa upaya yang selama ini dilakukan untuk memberantas aksi begal tidak cukup untuk membuat pelaku begal merasa jera.

“Berakibatnya, Kades Burangkeng membuat keputusan bersifat non-konformis (tidak sesuai keajegan aturan hukum yang berlaku) bahasa praktisnya ‘hukum alam’ dengan sejumlah imbalan,” ucapnya.

Padahal menurut Andi, sayembara bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi persoalan apalagi menyangkut ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Baca Juga:Ngeri! Seorang Ibu Jadi Korban Begal di Bekasi Saat Hendak ke Rumah Sakit Jenguk Anak

Sebab, fenomena begal akan terus berulang dan sayembara hanyalah sebuah tindakan penyelesaian masalah dalam waktu sesaat saja. Tanpa memiliki dampak jangka panjang untuk ke depannya.

“Iya tindakan sesaat untuk menyelesaikan masalah saat itu saja (bersifat Kuratif) sebaiknya tindakan antisipatif juga dengan membangun sistem bukan sayembara,” ujar Andi.

Idealnya, pemerintah daerah seharusnya melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk membangun sebuah sistem yang serius dalam memberantas aksi pembegalan.

Di antaranya kata Andi adalah, mengidentifikasi titik rawan dan waktu wilayah pembegalan, adanya alat deteksi dini yang terkoordinir dengan tim reaksi cepat penanganan begal, dan pemberian hukuman yang berat bagi pelaku pembegalan.

Selain itu, menurut Andi karena adanya sayembara ini maka pihak kepolisian memiliki catatan untuk membangun kepercayaan dan hubungan timbal balik kepolisian dalam layanan pengaduan masyarakat.

“Bagaimana caranya? Internal kepolisian harus dibangun sistem layanan prima. Menghilangkan kesan Image aduan masyarakat berbelit belit, image dipungut adanya bayaran dan sebagainya,” tandasnya.

Sementara, hampir sama dengan Andi, salah satu warga, Zidni (23) menilai bahwa adanya sayembara ini adalah dampak dari sikap kepolisian yang dirasa kurang dalam menindak lanjuti aksi begal.

“Saya sangat setuju ada nya sayembara, lagian juga percuma kita lapor ke polisi kaga bakal di tindak lanjut,” kata Zidni.

Zidni sendiri menilai bahwa sayembara bisa menjadi tindakan yang efektif dalam memberantas aksi kejahatan seperti begal.

“(Sayembara) sangat efektif, jadi warga bergotong royong demi keamanan lingkungannya,” tutupnya.

Kontributor: Mae Harsa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini