SuaraBekaci.id - Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 dengan korban jiwa 132 suporter dan ratusan lainnya mengalami luka-luka menyita perhatian dunia internasional.
Sejumlah analisis diberikan sejumlah pakar dari luar negeri, juga pemberitaan tak kalah masif dari dunia internasional.
Salah satu media asal Polandia menurunkan judul menohok terkait tragedi Kanjuruhan. Media Polityka.pl menurunkan judul "Indonezja jest fatalna w pik non. Ale gra i ryzykuje ycie" yang berarti Indonesia sangat buruk dalam sepak bola tapi rela korbankan nyawa.
Artikel yang ditulis oleh Dominik Sipiski itu memaparkan bagaimana kondisi sepak bola di Indonesia. Menurutnya berdasarkan fakta dan peringkat rangking FIFA, Indonesia tidak cakap dalam sepak bola.
Baca Juga:Aksi Sujud Massal Polisi Meminta Maaf Tragedi Kanjuruhan, Pengamat: 'Tak perlu dan Lebay'
"Ini tragedi terbesar, meski bukan yang pertama di Stadion Indonesia (pada Juni tahun ini, dua orang tewas di Bandung) dan ini tragedi terbesar kedua dalam sejarah sepak bola,"
"Negara ini menempati peringkat 151 FIFA, tepat di belakang Andorra. Tahun ini, mereka berhasil lolos ke putaran final Kejuaraan Asia untuk pertama kalinya sejak 2007 - sebagai tim dengan peringkat terendah. Skuat ini secara teratur dikalahkan tidak hanya oleh tim yang relatif kuat dari Timur Tengah atau Asia Timur, tetapi juga tim seperti Thailand dan Vietnam,"
Dalam artikelnya, media Polandia itu juga menyoroti soal kompetisi sepak bola di Indonesia yang secara kualitas permainan klub masih jauh tertinggal dibanding klub Asia lainnya.
Artikel itu juga kemudian menyinggung soal sejarah Indonesia saat dijajah oleh Belanda dan kemudian memperoleh kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Tak hanya itu, kajian antropologi masyarakat Indonesia juga dibahas dalam artikel itu.
Isinya lebih menyoroti soal bagaimana kekerabatan masyarakat Indonesia dan juga terkait masalah lokalitas di sejumlah daerah yang jadi masalah sosial.
Baca Juga:Total Korban Meninggal Dunia Kerusuhan Kanjuruhan Malang Bertambah, Total Kini Jadi 132 Orang
Lebih lanjut, media Polandia itu kemudian memberikan pernyataan soal bagaimana praktek premanisme dan ormas tubuh subur di Indonesia. Juga soal prakek KKN di lingkup pejabat.
"Para pejabat memperoleh kekuasaan melalui praktek nepotisme dan korupsi," tulis media Polandia tersebut.
"Sepak bola meskipun berada di level rendah adalah hiburan dan olahraga yang ditonton massal di Indonesia. Tentu saja mereka yang datang ke stadion tidak memiliki hubungan dan gang kriminal, termasuk para korban di Kanjuruhan,"
Namun menurut Dominik Sipiski, bahwa adanya kerumuman massa dan bentuk ekspresi yang mencerminkan nasionalisme dangkal menjadi titik balik untuk polisi berbuat brutal.
"Bagi polisi yang secara institusional terikat dengan masa kediktatoran dan militerisasi yang kuat, kehadiran massa ini membuat mereka bertindak seperti kain merah bagi banteng,"
Di akhir pemberitaannya, media Polandia itu kemudian menyimpulkan bahwa sepak bola Indonesia tidak akan menjadi lebih baik namun akan tetap populer.
"Sumber masalahnya bukan di stadion tetapi politik lokal yang korup, kebrutalan polisi, dan kejahatan terorganisir,"