SuaraBekaci.id - Ajudan Wali Kota Bekasi, yaitu Bagus Kuncoro Jati alias Dimas diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (25/2/2022) kemarin.
Ia diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pemeriksaan tersebut merupakan upaya mereka untuk mendalami peran atau campur tangan tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE) dalam pengadaan polder untuk Grand Kota Bintang Bekasi.
"Dimas hadir di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/2), dan dikonfirmasi perihal dugaan adanya campur tangan tersangka RE dalam pengadaan polder untuk Grand Kota Bintang, Bekasi," kata Ali Fikri, Jumat (25/2/2022) dikutip dari Antara.
Baca Juga:Demo Mahasiswa Tuntut Ketua DPRD Bekasi Dicopot Berakhir Ricuh
Selain Dimas, ujar Ali menambahkan, KPK pada hari yang sama juga memanggil satu saksi lainnya, yakni Rachmat Utama Djangkar dari pihak swasta PT Deka Sari Perkasa. Namun, ia tidak bisa hadir dan mengonfirmasi untuk dilakukan penjadwalan ulang.
"Yang bersangkutan tidak hadir dan mengkonfirmasi untuk dilakukan penjadwalan ulang," kata Ali.
Pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait kasus dugaan korupsi tersebut.
Para penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
Lalu, pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Atas perbuatannya, tersangka sebagai penerima suap, yakni Rahmat Effendi dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf f serta Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, tersangka selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.