SuaraBekaci.id - Di tengah impitan pandemi COVID-19, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan tak berdiam diri. Perkambungan yang berada di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan ini terus melancarkan berbagai program untuk melestarikan budaya Betawi.
Beragam cara digalakkan pengelola melestarikan budaya asli Jakarta itu. Salah satunya, optimalisasi keberadaan museum Betawi di tengah perkampungan, yang saat ini masih belum banyak koleksi.
Ditetapkan sebagai cagar budaya pada 18 Agustus 2000 oleh Sutiyoso atau Bang Yos, Gubernur DKI kala itu, kampung ini pun seketika menjadi Ikon Betawi. Statusnya yang menjadi ikon budaya Betawi di Ibu Kota Jakarta membuatnya terus berbenah diri.
Dengan status yang melekat itu, Setu Babakan diharapkan bukan hanya dikenal sebagai Kampung Betawi saja.
Akan tetapi, Ia menjadi sentra edukasi bagi masyarakat untuk menggunakan seni budaya Betawi, mengakarnya adat istiadat, hingga melestarikan ciri khas alamnya.
Pengelola pun membuka pintu bagi warga mendonasikan koleksi barang-barang bernuansa Betawi. Nantinya itu dijadikan sebagai media edukasi.
Tak hanya itu, ‘pojok kampung cerita’, salah satu program edukasi, yang bercerita tentang legenda dan kebiasaan adat di kampung ini dimunculkan setiap minggunya melalui tayangan digital.
Selain mengobati rasa rindu karena pandemi, tayangan itu juga ditujukan untuk mengedukasi warga.
Lewat itu pula, warga dapat mengetahui budaya Betawi yang barangkali dapat diaktualisasikan dalam aktivitas sehari-hari.
Dengan demikian, roda pelestarian Betawi jadi lebih terpatri.
Tidak mudah
Di sisi lain, kegiatan ini bukanlah perkara mudah.
Catatan dari pengelola, perkampungan yang lebih akrab dikenal dengan Setu Babakan itu masih memilliki sekelumit tantangan.
Misalnya, bagaimana membuat masyarakat agar tak hanya berkunjung ke sungainya saja.
Karena, tak sedikit masyarakat ketika berkunjung, hanya berinteraksi di sana tanpa mau mengenali budaya yang melekat di sekitarnya.
Untuk itu, cara lain pun tengah digalakkan seperti penyediaan homestay atau rumah tinggal.
Pengunjung luar daerah atau mereka yang ingin tinggal lebih lama dapat menempati wadah itu bersama warga sekitar.
“Kita bangkitkan lagi, karena memang dalam kondisi sekarang, tidak mungkin ada orang, tapi paling tidak mereka (warga) bersedia dan juga menyiapkan diri,” kata Pelaksana tugas (Plt) Sub Bagian Tata Usaha Unit Pengelola Perkampungan Budaya Betawi, Bayu Permana, Sabtu (18/9/2021).
Terus berbenah
Pada perayaan Milad ke-21 beberapa hari lalu, Setu Babakan Betawi mengangkat tema “Perkampungan Budaya Betawi Benteng Budaya Betawi”.
Bukan tanpa alasan, tema itu diangkat sebagai landasan untuk terus berbenah menghadapi berbagai arus perubahan di tengah-tengah masyarakat.
Hal itu bertujuan agar melanjutkan ikhtiar pelestarian budaya, terutama bagi kawula muda terus berkesinambungan di areal seluas 289 hektare itu.
Apalagi beberapa waktu lalu, kampung ini dinobatkan sebagai salah satu desa wisata terbaik di Indonesia oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Pencapaian itu pun mesti semakin dibuktikan dengan layanannya.
Untuk melengkapi hasil itu, Bayu Permana merunut beberapa rencana pembenahan lainnya yang diharapkan mendorong pelestarian Budaya Betawi ke depannya.
Ia menyebut, nantinya, di kampung ini tak hanya ada pelatihan, pencak silat, topeng Betawi, sanggar setia warga, samrah dan sanggar geratak saja.
Akan tetapi, juga mengelola sebuah perpustakaan dan sekolah kesenian. Keduanya direncanakan menjadi wadah baru bagi pendidikan kebudayaan di Jakarta.
Pendidikan dalam sekolah nantinya dibuat bernuansa Betawi yang berbeda dengan sekolah pada umumnya.
Tujuannya adalah memberi ruang lebih luas meraih anak muda lewat dunia pendidikan khusus bernuansa Betawi.
“Terlepas dari nanti pandemi sampai kapan, paling tidak pertama kita sudah berbenah,” kata Bayu seraya mengharapkan pandemi lekas berlalu.
Selaras dengan itu, pengelola tampaknya juga tengah merancang keberlanjutan alam di sekitarnya.
Pihaknya pun telah menyediakan lahan seluas 3,2 hektare untuk agro wisata dan menjadi salah satu program yang akan diluncurkan selepas pandemi ini.
Tempat ini akan menjadi media edukasi bagi pengunjung mengetahui bagaimana bercocok tanam, mulai dari penanaman hingga pemanenan.
“Tapi bahwasanya ada tambahan wisata edukatif, luasnya sekitar 3,2 hektare. Di sana ada area untuk tanam, untuk ikan, empang dan contoh rumah Betawi. Nantinya bisa praktik tanam langsung dan bagaimana cara memanennya,” tutur Bayu.
Manfaat ekonomi
Bukan hanya membenahi lingkup dalamnya saja, pengelola tengah melihat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sekitar Setu Babakan.
“Kita ingin seluruh fasilitas di sini sudah dilengkapi, mumpung masih dalam kondisi pandemi, sehingga nantinya teman-teman PKL (pedagang kaki lima) bisa dirapikan dan dibangun yang bagus, sehingga saat pandemi usai, jadi lebih bagus dan siap,” ujarnya.
Menteri Pariwisata dan Eknomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan penataan wisata mesti berdampak langsung pada masyarakat sekitar.
Kegiatan wisata harus membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat.
Setu Babakan pun telah memulainya. Paling tidak sebanyak 70 persen karyawannya adalah warga sekitar.
Tak berhenti di situ, pengelola juga memikirkan lapangan pekerjaan bagi warga lainnya sehingga membuat wisata terus berkelanjutan dari sisi ekonomi.
Pergerakannya memang sekarang masih melambat, namun mulai dibangkitkan lagi, misalnya pemasaran hasil tani warga setempat didorong beralih ke digital.
Cara-cara itu pun semakin ditransformasikan, sembari menyambut pembukaan kembali bagi pengunjung.
Bahkan untuk menarik wisatawan lagi, Menteri Sandiaga Uno mengusulkan pembangunan kereta gantung ke Setu Babakan.
Alasannya sederhana, untuk menambah daya tarik wisatawan. Kalau kereta gantung ini bisa terwujud, pasti memudahkan akses ke lokasi dan tentu semakin mengembangkan perekonomian di sekitar.
Tak hanya soal ekonomi, itu juga diharapkan memicu warga semakin menghargai budaya Betawi.
“Ini akan sangat menarik untuk masyarakat Jakarta agar lebih menghargai budaya Betawi,” kata Sandiaga.
Kolaborasi
Kampung yang tengah berbenah itu mesti pula didukung dengan kerja sama antarlembaga.
Bagaimana mungkin pembenahan itu dijalankan oleh pengelola saja. Apalagi, mereka lebih fokus pada pelestarian budayanya.
Pemerintah, swasta, universitas, warga dan semua lembaga mesti berkolaborasi.
Aset Setu Babakan, mulai wisata alam air, tumbuhan langka, wisata buatan di museum budaya dapat dikembangkan lagi melalui kolaborasi tadi.
Ada pula program diskusi, agro wisata, wisata mancing dan lainnya yang mesti didukung.
Anak-anak sekolah juga harus lebih banyak dilibatkan dalam kebudayaan karena kalau tidak, budaya itu bisa hilang semua dari mereka.
“Kita harapkan ada transformasi kepada anak-anak didik kita dan siapapun yang ingin dilatih dan melatih, kami akan fasilitasi,” kata Bayu.
Kampung Betawi ini sedang berbenah seraya menyambut pembukaannya kembali.
Berbagai proyek, telah dan akan dilakukan untuk menata wajah kawasan budaya Betawi ini.
Kini, publik menunggu wajah barunya yang tak menghilangkan ciri khasnya sebagai wisata budaya. (Antara)
Oleh : Sihol Mulatua Hasugian