Sekitar Abad XV M, agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa oleh Ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusuf Idofi, dari Champa, yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara merdu. Kemudian ajaran agama Islam tersebut dilanjutkan penyebarannya oleh para Wali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat, tidak diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah Tinggal).
Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-rawa. Hal ini menjadikan apabila Karawang berasal dari bahasa Sunda. Ke-rawa-an artinya tempat berawa-rawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain yang dapat memperkuat
pendapat tersebut.
Selain sebagian rawa-rawa yang masih tersisa saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti : Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.
Keberadaan daerah Karawang telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di daerah Bogor. Karena Karawang pada masa itu, merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran denga Galuh Pakuan, yang Berpusat di Ciamis. Sumber lain menyebutkan, bahwa bukubuku Portugis (Tahun 1512 dan 1522) menerangkan bahwa : Pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan Pajajaran adalah : “ CARAVAN “ sekitar muara Citarum”, Yang disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah daerah Karawang, yang memang terletak sekitar Sungai Citarum.
Baca Juga:Wapres Ma'ruf Amin Kunjungi Korban Banjir Subang dan Karawang
Asal usul nama Karawang ada beberapa versi. Catatan tertulis yang pertama kali mengindikasikan keberadaan nama Karawang adalah Nan Chou I Wu Chih (Catatan Dari Daerah Selatan). Nan Chou I Wu Chih adalah sebuah catatan perjalanan Cina bernama Wan Chen dari Dinasti Wu pada 220-280 Masehi.
Wan Chen mencatat bahwa di daerah selatan atau yang oleh Bangsa Cina dinamakan Kun-lun-po (nusantara),terdapat sebuah pusat perdagangan yang sangat penting bernama Koying, yang memiliki pelabuhan besar, dan menjadi tempat persinggahan terakhir kapal-kapal dari India.
Nama Koying juga terdokumentasikan dalam laporan utusan Kaisar Dinasti Wu, Ch`ih Wu, untuk kerajaan Hindu Funan yang berada di sekitar Sungai Mekong (Vietnam) pada abad ke-3. Utusan yang bernama Chung-Lang Kang-Tai dan Chu-Ying mencatat adanya sebuah tempat bernama Ge-ying, yang juga diterjemahkan sama dengan Koying, yang merupakan pusat perdagangan yang mengekspor mutiara, permata, emas, dan kacang-kacangan.
Informasi dari Wan-Chen dan Kang-Tai tentang lokasi Koying menurut beberapa peneliti merujuk pada sebuah kerajaan yang berada di Indonesia bagian barat.Adapun tujuan para utusan Cina ke Funan adalah untuk mencari tahu rute perdagangan maritim melalui laut Asia Tenggara guna memperoleh barang-barang dari India dan Timur-Tengah. Sementara itu seorang biksu bernama Bodhibadra (359-429) yang sedang melakukan perjalanan menuju Cina juga mencatat adanya sebuah tempat bernama Koying.
Catatan tertulis lainnya yang mendokumentasikan secara presisi nama Karawang adalah Naskah Bujangga Manik, sebuah catatan perjalanan seorang pangeran pengembara dari Kerajaan Pajajaran.
Baca Juga:Banjir Rendam 1.085 Hektare Sawah di Karawang
Berdasarkan penelitian Teeuw, diduga bahwa kisah perjalanan Bujangga Manik berlangsung atau ditulis pada zaman Kesultanan Malaka masih menguasai jalur perniagaan di Nusantara, terutama sebelum jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511.