Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Minggu, 09 Juli 2023 | 20:44 WIB
Kondisi Miris Rumah Lansia di Bekasi, Tertutup Tembok Hotel hingga Akses Jalan Harus Lewat Got (Suara.com/Mae Harsa)

SuaraBekaci.id - Nasib malang dialami pasangan suami istri Ngadenin (63) dan Nurhidayati (55). Tiga tahun sudah rumah mereka tertutup tembok hotel setinggi 15 meter.

Rumah yang beralamat di Jalan Jatiwaringin RT 03 RW 04, Jati Cempaka, Pondok Gede, Kota Bekasi itu ditinggalkan oleh Ngaedin dan istri.

SuaraBekaci.id mengunjungi rumah itu. Sebelum ke masuk ke rumah, Ngadenin memberikan sebuah sepatu boot berwarna hitam untuk dipakai selama menyusuri rumahnya.

“Pakai sepatu boot dulu ya mbak, soalnya akses jalannya lewat got,” kata Ngadenin, Minggu (9/7).

Baca Juga: Viral! Ngaku Jadi Intel, Bandit di Bekasi Bawa Kabur Motor Pedagang Kangkung

Akses menuju rumah Ngadenin memang hanya bisa melalui sebuah saluran air atau got selebar kurang lebih 2 meter.

Got itu terlihat sudah tercemar limbah, dipenuhi batu, sampah, dan juga pecahan kaca.

Setelah melewati got sepanjang 60 meter, untuk menuju rumah juga harus menaiki sebuah tangga kayu yang diletakkan Ngadenin di sebuah pintu kecil.

Pintu kecil itu dahulunya sebuah jendela rumah tetangga, yang kini juga bernasib sepertinya.

“Ini dulu jendela rumah bu Peni, dia juga bernasib sama kaya saya. Sekarang tinggal di Jatiasih,” ujarnya seraya menaiki anak tangga.

Baca Juga: Persikabo 1973 Harus Hijrah ke Bekasi, Ini Penyebabnya

Kondisi Miris Rumah Lansia di Bekasi, Tertutup Tembok Hotel hingga Akses Jalan Harus Lewat Got (Suara.com/Mae Harsa)

Setelah menaiki tangga itu, kami juga masih harus menaiki bangku yang ditambah sebuah batu, barulah kami sampai di rumah itu.

Kondisi rumah itu kini tidak terawat. Di dalam rumah, hanya tersisa dua lemari, satu ranjang terbuat dari kayu, dan dua tempat duduk di ruang tamu. Semua barang sudah berdebu dan usang.

Bagian luar rumah juga sangat berantakan, puing-puing bekas bangunan menumpuk di bagian samping rumah bertembok warna hijau itu.

“Kondisinya ya seperti ini. Tadinya ada jalan ini belakang rumah mas Marno (tetangga), ini jalan,” tuturnya.

Ayah lima anak itu menceritakan, dirinya tinggal di wilayah itu sudah 24 tahun atau sejak 1999. Namun, sebelum menempati rumah itu, dirinya bertempat tinggal tepat di pinggir jalan raya.

Rumah itu, persis berada di belakang warung sate dan tongseng miliknya berserta sang istri.

"Saya kan tadinya di depan pinggir jalan, saya beli saya bangun (rumah dan warung sate)," ucapnya.

Di area warung sate dan tongseng milik Ngadenin, terdapat pula sebuah warung ayam bakar milik tetangganya. Namun seiring berjalannya waktu, tetangga Ngadenin itu menjual lahan lapak ayam bakar ke pengusaha hotel.

Sejak itu, Ngadenin juga dipaksa untuk menjual lapak usaha beserta rumah ke pengusaha hotel. Paksaan itu diiringi juga dengan ancaman yang akhirnya membuat Ngadenin merasa takut.

"Saya ditakut-takutin kalau enggak mau jual ke dia (pemilik hotel), nanti saya ditakut-takuti akan dikurung, ditutup (akses jalan) akhirnya saya nyerah," ujarnya.

Akhirnya, Ngadenin terpaksa menjual rumah dan lapak usahanya ke pihak hotel meski dengan harga yang sangat rendah menurutnya. Sebab, hasil jual lahan itu tak cukup untuk membeli lahan atau rumah dengan luas yang sama.

"Ditawar harganya sangat sangat rendah, tidak sesuai kalau buat beli rumah pengganti enggak dapet, setengah saja enggak dapat," kata dia.

Hingga akhirnya Ngadenin terpaksa pindah ke sebuah rumah yang berada tak jauh dari lokasi awal dirinya tinggal.

Mulanya, sang pemilik rumah sempat berkata kepada Ngadenin bahwa akses jalan rumah itu merupakan sebuah tanah waqaf.

Namun, setelah sekitar 10 tahun ia menempati rumah itu ternyata akses jalan itu dimiliki pihak hotel.

"Saya beli di sini awalnya ada jalan, katanya sudah diwakafkan, tapi akhirnya dijual semua ke hotel sama jalannya saya enggak tahu," ucapnya.

Sejak saat itu, rumah Ngadenin dan satu orang tetangganya tertutup bangunan hotel. Akses jalan yang membutuhkan usaha ekstra itu membuat dirinya dan sang istri lelah jika harus bolak balik keluar rumah.

Alhasil, Ngadenin dan sang istri kini tinggal di Warung Sate Solo Pak Dadi di Jalan Anugerah Raya Jatiwaringin yang letaknya sekitar 100 meter dari rumahnya.

Kontributor: Mae Harsa

Load More