Galih Prasetyo
Minggu, 18 Juni 2023 | 17:11 WIB
Pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno (Wikipedia)

"Sayang kemudian tentara ikut merecoki untuk menjelekkan posisi Soekarno yang saat itu memang tengah memanas hubungannya," ungkapnya.

Sebelumnya kawasan Senayan, panita Ganefo sebenarnya melirik kawasan Sunter, Jakarta Utara sebagai tempat dibangunnya SUGBK.

Namun, Soekarno saat itu menolak. Hal ini lantaran akses jalan ke kawasan Sunter kala itu tidak memadai dan lokasi belum strategis.

Total pemerintah Soekarno saat itu membebaskan lahan seluas 360 hektare untuk membangun SUGBK. Senayan yang hijau mulai digusur dan warganya dipindahkan ke kawasan Tebet.

“Karena cara penggusuran yang manusiawi melalui dialog dengan lebih dulu memikirkan lokasi pemindahan, maka tidak ada perlawanan dari masyarakat. Mereka juga merasa bangga kampungnya menjadi bagian dari rencana besar Sukarno, menjadikan Jakarta sebagai ibukota thirdworldisme,” ujar JJ Rizal.

Tebet Jadi Tempat Orang Kaya Baru

Sebelum saat ini dikenal sebagai salah satu kawasan elite, Tebet di era 1940-an merupakan daerah rawa.

Untuk menampung warga gusuran dari Senayan, Tebet diubah menjadi tempat pemukiman.

Rawa-rawa di Tebet saat itu mulai dikeringkan. Berbondong-bondong warga gusuran Senayan mulai bermukim di Tebet.

Baca Juga: Berikut Rekayasa Lalu Lintas Di Sekitar SUGBK Saat Timnas Indonesia Vs Argentina

“Kawasan Tebet setelah penggusuran itu memang sudah disiapkan sebagai lokasi permukiman layak,” tambah Rizal.

Bahkan beebrapa warga seketika menjadi orang kaya baru setelah mendapat uang ganti untung.

Dibangunnya SUGBK menjadi salah satu daftar megaproyek yang digagas oleh Soekarno.

Bagi Soekarno, berlangsungnya Ganefo menjadi salah satu cara untuk gelorakan semangat juang negara-negara berkembang untuk lepas dari penjajahan.

Menurut JJ Rizal, berlangsungnya Ganefo tak lepas dari hasil Konfrensi Asia Afrika (KAA) Bandung. Ganefo sebagai bentuk perwujudan sikap negara-negara tanpa mau diintervensi negara lain.

Yang juga menarik kata JJ Rizal, di tengah kondisi Perang Dingin di era itu, Soekarno dengan lihai memanfaatkan dua negara Adidaya, Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Load More