Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Senin, 15 Agustus 2022 | 08:32 WIB
Muhammad Usman atau Kong Usman, salah satu veteran keturunan Tionghoa asal Bekasi yang menjadi murid dari KH Noer Ali (Suara.com/Danan Arya)

SuaraBekaci.id - Jasmerah, kata terkenal dari Proklamtor Soekarno memiliki arti, “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. Pesan penting dari Bung Karno kepada generasi muda agar tak pernah melupakan sejarah, dan mereka para pahlawan yang berjuang agar bangsa ini merdeka.

Mengenang dan kembali melihat sejarah perjuangan menjadi salah satu cara untuk menghargai jasa-jasa mereka yang rela bertaruh nyawa demi kemerdekaan Indonesia.

Di era perjuangan kemerdekaan Indonesia, setiap wilayah memiliki pejuang yang berani berkorban nyawa serta harta melawan para penjajah. Di Bekasi, ada sosok bernama Muhammad Usman atau yang lebih dikenal dengan nama Kong Usman.

Kong Usman ialah veteran kemerdekaan Indonesia asal Bekasi yang juga murid dari pahlawan KH Noer Ali. Usman merupakan bagian dari pasukan Hisbullah pimpinan KH Noer Ali yang berjuang melawan penjajah di Bekasi.

Baca Juga: Penghormatan untuk Pejuang dr Saiful Anwar

Muhammad Usman atau Kong Usman, salah satu veteran keturunan Tionghoa dari Bekasi yang jadi salah satu murid KH Noer Ali (Suara.com/Danan Arya)

Saat ditemui Suara Bekaci di kediamannya di Kampung Pintu Air, Kota Bekasi, Kong Usman bercerita soal perjuangannya dan latar belakang dirinya yang masih memiliki garis keturunan Tionghoa.

"Siapa bapak gua, bapak gua dari negeri (Tionghoa), ia tiga bersaudara. Saudara yang pertama perempuan Tancitno, adeknya lelaki namanya Tankiphok. Yang ketiga bapak gua namanya Tanapyang. Mereka bersuadara bertiga dari negeri itu (Tionghoa)," cerita Kong Usman.

Tiga bersaudara itu lanjut cerita Kong Usman kemudian mencoba mengadu nasib ke Indonesia. Ketiga berangkat menuju ke Indonesia dengan menumpang kapal laut milik Belanda.

Sebelum memutuskan untuk berangkat ke Indonesia, ketiga saudara ini kata Kong Usman berdebat. Saudara perempuan dari ayah Kong Usman merasa ragu untuk bisa berangkat ke Indonesia karena mereka tak memiliki uang.

“Tancitno bilang “ogah gua nggak punya ongkos”, “ongkos mah gampang” kata bapak gua. Kita ada akal tinggal numpang kapal layar, yang narik belanda, yaudah gua nurut kata Tancitno kalau lu sanggup ongkosnya mah, sanggup gua kata bapak gua,” kenang Kong Usman.

Baca Juga: Disindir Kerap Kalah Lawan Jokowi, Prabowo Subianto: Bagi Seorang Pejuang, Jatuh Itu Biasa

Singkat cerita, begitu tiba di Indonesia, ayah Kong Usman mulai mencoba memperbaiki nasibnya. Ia memiliki keahlian dalam berdagang.

Ayah Kong Usman memilih bidang usaha yang cukup unik pada saat itu, yakni menjual alat penunjuk waktu, seperti jam tangan dan alat penunjuk waktu lainnya.

“Usaha bapak gua, tukang bikin jam tangan tukang bikin arloji, arloji loceng dulu namanya loceng terus beker itu usaha bapak gua,” kata Kong Usman.

Bakat usaha dari sang ayah, juga menurun kepada Kong Usman. Setelah Indonesia terbebas dari penjajah, Kong Usman sempat berjualan ayam ke restoran-restoran sebagai mata pencariannya

“Pedagang ayam ngirim ke jatinegara, ke rumah makan besar-besar. Dia kalau belanja ayam itu bisa truk-trukan” ucap Ahmad Dumyati, anak Kong Usman.

Perjuangan Kong Usman Melawan Penjajah

Meski berusia sudah sangat tua, Kong Usman selalu dengan gagah menceritakan bagaimana aksi dirinya melawan Belanda pasca Proklamasi 17 Agustus 1945.

Awal perjuangan Kong Usman di mulai saat ia bergabung ke organisasi bentukan Jepang pada 1943, Seinendan.

“Jepang masuk, baru jadi Seinendan. Seinendan tuh bahasannya satpamnya Jepang,” ucap Kong Usman

Organisasi ini awalnya dibentuk untuk barisan pemuda Indonesia agar bisa mempertahankan tanah airnya. Namun, faktanya ada niat terselubung dari Jepang membentuk organisasi, yakni mempersiapkan pemuda Indonesia membantu militer Jepang melawan tentara Sekutu.

Punya bekal militer dengan menjadi anggota Seinendan, Kong Usman kemudian menjadi murid kesayangan dari KH Noer Ali. Kong Usman kemudian ditempatkan KH Noer Ali sebagai pemimpin pasukan di Perang Pasca Kemerdekaan Indonesia.

Kong Usman menceritakan bahwa ia memiliki 200 pasukan saat itu. “Lah emang itu (setelah) merdeka, gua jadi tentara terus, tentara kiai Noer Ali,” ucapnya.

Dua ratus pasukan itu kata Kong Usman kemudian sempat terlibat pertempuran melawan Belanda di Kaliabang, Bungur, Kota Bekasi.

"Orang Jepang udah nyerah, Belanda masuk lagi pengen gantiin Jepang (untuk menjajah)," kata Kong Usman.

Kong Usman juga sempat bercerita saat dirinya dikepung oleh pasukan Belanda. Saat itu kata dirinya, ia harus memutar otak agar pasukannya bisa meloloskan diri dari kepungan tentara Belanda.

Ia pun meminta pasukannya untuk membentuk formasi huruf A untuk menahan gempuran pasukan Belanda.

“Ada yang nanya anak buah, Pak itu gimana, kita udah kelingkung letter O, mendingan kita nyerah aja pak, "siapa yang nyerah"? Daripada lu ditembak Belanda mendingan gua yang nembakin lu,” tegas Kong Usman.

"Gua bikin di dalam tenda (formasi) letter A, satu pintu gue tembakin pake senjata” tambahnya.

Pertarungan sengit tersebut akhirnya membuahkan hasil yang baik, Kong Usman dan para anggotanya pun bisa selamat keluar dari kepungan Belanda.

Kong Usman pun selalu mengucapk syukur nyawa dari pasukannya bisa ia selamatkan dari pasukan Belanda berkat strateginya.

“Gue yang bikin strategi, 40 orang, satu pintu, duer Der der,der , der, ini kiri kanan tar Tor tar Tor pada kebuka pada kabur tuh Belanda, Lalu pas gue keluar anak buah gue semuanya ada 40 orang selamat,” kenang Kong Usman.

Kontributor : Danan Arya

Load More