Perpres Publishers Rights Matikan Konten Kreator: Jangan Rusak Ekosistem dengan Dalih Jurnalisme Berkualitas

"Tidak tertulis sama sekali transparansi algoritma untuk semua. Ini merusak keseimbangan antara media tradisional dengan konten kreator,"

Galih Prasetyo
Kamis, 10 Agustus 2023 | 16:40 WIB
Perpres Publishers Rights Matikan Konten Kreator: Jangan Rusak Ekosistem dengan Dalih Jurnalisme Berkualitas
Ilustrasi media massa (freepik)

SuaraBekaci.id - Peraturan Presiden (Perpres) Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme yang Berkualitas atau Perpres Publishers Rights mendapat reaksi keras dari sejumlah konten kreator di laman sosial media.

Konten kreator Rizki Salminen di akun Twitter miliknya @tilehopper mengkritisi draft Perpres ini yang menurutnya bisa mematikan konten kreator di Indonesia.

Dalam thread yang ia kemukakan, Rizki menyoroti pasal per pasal dari draft Perpres Publishers Rights. Ada beberapa poin utama dalam thread yang dituliskan.

Pertama, draft perpres ini menurutnya sebagai bentuk kalahnya perusahaan media tradisional dengan platform digital. Kedua, platform digital dianggap tidak bertanggung jawab atas konten yang beredar.

Baca Juga:Rancangan Perpres Publishers Rights Masih Akan Dikaji Ulang, Kominfo Belum Tahu Kapan Rampung

Ketiga, bahwa perpres ini menjadi alat agar platform digital wajib mendukung jurnalisme berkualitas melalui keterbukaan algoritma. Hal ini dilakukan perusahaan media melalui dewan pers.

Yang jadi sorotan kemudian pasal per pasal di Perpres tersebut justru membuat platform digital harus memberitahukan perubahan algoritma dan memastikan algoritma mendukung hadirnya "jurnalisme yang berkualitas"

Seperti tertuang pada draft perpres Publishers Rights pasal 1 di ketentuan umum.

Selain itu, dalam cuitannya, Rizki Salminen juga menyebut pasal 9 di bagian kedua tentang pembatalan permohonan hak bagi hasil perusahaan pers juga disebutkan Dewan Pers bisa membatalkan hak bagi hasil siapapun yang menurut mereka masuk "perusahaan pers" karena menyadur berita dan tidak terdata sebagai perusahaan pers.

"Apa yang dituntut menjadi tanggung jawab perusahaan platform digital ini kontradiktif dengan asas-asas yang diminta oleh Dewan Pers untuk ditegakan.

Baca Juga:Jawab Kritik Deddy Corbuzier Soal Perpres Publishers Rights, Kominfo: Bukan Pada Tempatnya Dia Ngomel-ngomel

Mereka meminta perushaan platform digital untuk tidak seimbang, diskriminatif, dan merusak kedaulatan informasi,"

"Perpres ini meminta platform digital untuk memberi tahukan perubahan algoritma ke perusahaan pers tradisional, supaya mereka bisa "lebih maju" dibanding yang lain soal masalah memaksimalkan algoritma,"

Poin ini menjadi keliru dan membuat konten kreator akan dimatikan dengan adanya aturan ini.

"Tidak tertulis sama sekali transparansi algoritma untuk semua. Ini merusak keseimbangan antara media tradisional dengan konten kreator

Sure, kita konten kreator selalu aja nemuin caranya. Tapi kita bakal kalah sama media tradisional yang nanti langsung dapat "the sauce"." cuit @tilehopper

Menurutnya, Perpres Publishers Rights ini hanya akan mematikan kompetisi dan ekosistem konten kreator di Indonesia dengan dalih jurnalisme berkualitas.

"Parahnya ini diminta berlaku untuk semua platform digital. Jadi bukan hanya Youtube, tapi Tiktok, Twitter, Instagram. Pokoknya media tradisional pengennya konten mereka yang lebih naik.

Ini merusak kompetisi dan keberlanjutan ekosistem konten kreator di Indonesia," tegasnya.

AMSI, AJI, IJTI dan IDA Desak Jokowi Cari Solusi Terbaik

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Indonesian Digital Association (IDA) untuk mengkaji lagi naskah Rancangan Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme yang Berkualitas.

Menurut ketua umum AMSI Wenseslaus Manggut, substansi terpenting dari perpres itu harusnya tak lepas dari upaya memperbaiki ekosistem jurnalisme di Indonesia.

"Tujuan kita semua adalah menciptakan bisnis media yang sehat dengan konten jurnalisme yang berkualitas," ucap Wens.

Ditegaskan oleh Wens, platform digital juga harus dilibatkan sebagai pemangku kepentingan ekosistem informasi di Indonesia.

"Kebuntuan dalam pembahasan rancangan Perpres harus dipecahkan dengan mencari win win solution," katanya.

Solusi yang bisa dilakukan ialah bagaimana melihat yang dilakukan oleh negara lain, misalnya "designation clause" yang ada dalam Media Bargaining Code di Australia.

Dengan pasal itu, hanya platform yang menolak berkontribusi secara signifikan pada upaya memperbaiki ekosistem media yang diwajibkan memenuhi ketentuan dalam peraturan.

Namun sampai saat ini, draft terakhir Perpres Publishers Rights yang beredar, tidak memasukkan klausul tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito menegaskan pentingnya memastikan semua kompensasi dari platform untuk penerbit media benar-benar digunakan untuk membiayai produksi jurnalisme yang berkualitas.

"Harus ada jaminan bahwa peraturan ini berdampak pada kesejahteraan jurnalis. Karena itu penting draft terakhir rancangan Perpres dibuka ke publik untuk mendapat masukan dan hasil terbaik," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini