SuaraBekaci.id - Belakangan, aksi kriminalitas kian hari makin mengkhawatirkan di Bekasi.
Kondisi ini munculkan fenomena sayembara untuk tangkap bandit. Konon, sayembara ini sudah ada sejak zaman colonial Belanda.
Katanya, sayembara ini bisa jadi alternatif menekan angka kriminalitas, benarkah?
Minggu, 2 Juli 2023 sekitar pukul 05:05 WIB Badriyah (39) bergegas dari rumah menuju warung sayur yang hanya berjarak 300 meter dari tempat tinggalnya. Badriyah merasa tidak ada yang aneh di hari itu, aktivitas membeli sayur di pagi hari sudah menjadi rutinitas sebagai istri dan ibu.
Sesampainya di warung sayur, sudah ada dua pembeli lain tengah milah milih sayuran, keduanya pun berlalu lebih dulu, tinggallah Badriyah seorang diri. Selesai berbelanja, Badriyah langsung bergegas kembali ke rumah.
Nahas, baru 50 meter memacu motor miliknya, tepat di PT Pelita Teknik Jaya Sentosa, Kampung Cisalak Sumurbatu, Bantar Gebang, Kota Bekasi, dari arah belakang Badriyah dipepet oleh dua orang laki-laki yang berboncengan sepeda motor.
‘ehh..ehh..’ ujar Badriyah sambil mengerem motornya.
Saat itu, Badriyah melihat satu dari dua pelaku membawa celurit berukuran sedang.
Rasa takut luar biasa menjelar di diri Badriyah, sambil bergetar bibirnya sempat mengucap kata ‘tolong’
Baca Juga:Sayembara Tangkap Bandit di Bekasi Marak, Kini Giliran Pemilik Warkop Cari Pelaku Perampokan
Namun, pelaku dengan sangat cepat menodongkan celurit ke arah Badriyah.
“Pulang dari warung tiba-tiba dari belakang ada orang yang mepet. Saya udah sempet teriak, ‘tolong’ tapi orang itu ngeluarin celurit,”
“Spontan kan saya gemeteran, motor saya gas, saya lemparin,” kata Badriyah, saat ditemui SuaraBekaci.id di tempat tinggalnya, Sumurbatu, Bantar Gebang, Kota Bekasi, Senin (3/7) lalu.
Dalam hitungan detik, salah satu pelaku langsung membawa kabur sepeda motor Badriyah. Ia hanya berdiri kaku, ketakutan tak berani melawan.
Pelaku berlalu, yang tersisa saat itu hanya kantong keresek berisi sayuran yang baru saja dibelinya.
Badriyah megambil kantong plastik berwarna merah itu dan perlahan meneruskan perjalan pulangnya dengan berjalan kaki. Tak ada yang menolongnya, kata Badriyah, perkiraan pagi itu waktu baru menunjukkan pukul 05:45 WIB.
Kondisi jalan masih sepi, tidak ada satupun warga maupun kendaraan yang melintas.
Sesampainya di rumah, tangis Badriyah pecah sambil berteriak memanggil nama anak pertamanya.
“Begitu sampai pintu (rumah) nangis teriak bangunin itu si Rizki (anaknya), ‘ki bangun mamah habis kebegal’,” tutur Badriyah.
Badriyah, tidak pernah menyangka, hari itu ia jadi korban begal.
Menurut Badriyah, sebelumnya tidak pernah ada aksi pembegalan di tempatnya tinggal. Hanya saja, kata Badriyah, beberapa waktu lalu sempat ada motor dan sepeda hilang di tempat itu.
“Emang sudah berapa hari lalu, ada yang kehilangan motor sama sepeda, di samping pabrik persis. Cuma itu gak dibegal, emang lagi diparkir di depan sore-sore ada yang ngambil. Hari ini motor, besok sorenya sepeda,” jelasnya.
Setelah kondisinya cukup membaik, di hari yang sama sekitar pukul 10:30 WIB Badriyah bergegas ke Polsek Bantar Gebang melaporkan aksi pembegalan yang menimpa dirinya. Saat itu, kata Badriyah polisi telah menerima laporannya, namun dirinya diminta untuk melengkapi bukti dengan membawa foto TKP dan foto warung tempat ia membeli sayur.
“Nanti hari Rabu (5/7) suruh balik lagi ke sana nganterin foto lokasi sama foto warung di belanjain itu,” ujarnya.
Sementara, Kanit Reskrim Polsek Bantargebang, AKP Sukarna membantah hal tersebut. Ia menyebut, pihaknya sudah mendatangi lokasi dan telah mengamankan barang bukti berupa rekaman CCTV serta memeriksa saksi korban yaitu Badriyah.
“Itu tidak benar mbak. Kami menangani sudah sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur),” kata Sukarna, saat dikonfirmasi SuaraBekaci.id, Selasa (4/7).
Nasib nahas jadi korban begal tak hanya di alami oleh Badriyah. Sebelumnya, Sriningsih (56) mengalami trauma setelah menjadi korban begal di Fly Over Alindra Harapan Indah, Setia Asih, Tarumajaya, Kota Bekasi, Rabu (28/6), sekitar pukul 03:30 WIB.
“(Kondisi korban) syok berat, trauma. Luka-luka di kaki karena didorong dari motor. Yang jelas cukup trauma jadi takut banget kalo besok-besok berangkat kerja” kata anak korban, Tika (27) kepada SuaraBekaci.id, Rabu (28/6).
Tika mengatakan, kala itu sekitar pukul 03:00 WIB, ia memberi tahu kepada ibunya Sriningsih, bahwa ia dirawat di rumah Sakit Amanda, Kota Bekasi. Tika meminta tolong kepada ibunya untuk membawa baju ganti.
Sriningsih yang sudah terbangun usai laksanakan salat Tahajud, membaca pesan sang anak dan langsung bergegas berangkat ke Rumah Sakit Amanda, Kota Bekasi.
Ia tak melihat jam dan mengira kondisi di luar sudah aman untuk dilalui. Tika tak menyangka bahwa ibunya langsung berangkat ke rumah sakit.
Tika mengira ibunya akan pergi menjenguk pukul 08.00 pagi.
“Ibu saya guru SMP Negeri di Jakarta Timur. Tiap hari kerja lewat situ rutenya. Dia pikir sudah jam 05:30 WIB (waktu rutin korban berangkat kerja),” ucapnya.
Saat dalam perjalanan, kata Tika, ibunya sempat mencurigai adanya motor yang berhenti di sekitar TKP.
Merasa takut, korban kemudian langsung tancap gas dengan kecepatan tinggi. Nahas, korban tak berhasil melarikan diri dan malah dipepet oleh empat orang laki-laki yang membawa senjata tajam.
“Mereka membawa senjata tajam berupa celurit dan samurai. Tanpa ba-bi-bu, mereka langsung mengancam ibu aku, mendorongnya dari motor, dan mengambil motornya,” tutur Tika.
Ada 4 Kasus Begal dalam 3 Minggu
Selain Badriyah dan Sriningsih, masih ada dua lainnya yang menjadi korban begal mulai dari 18 Juni 2023 sampai 2 Juli 2023. Artinya, sudah ada 4 insiden begal terjadi di Kota dan Kabupaten Bekasi selama tiga pekan terakhir.
Kasus lainnya terjadi di kampung Kedaung Kramat Mundu, Desa Mangun Jaya, Tambun, Kabupaten Bekasi, Minggu (18/6) malam. Korban, Indra merupakan seorang tukang ojek pengkolan.
Saat itu Indra sedang mangkal, kemudian pelaku menghampirinya menyamar menjadi penumpang dan minta diantarkan ke kampung Kedaung Kramat mundu.
Di tengah perjalanan pelaku melancarkan aksinya, dengan menjatuhkan sendal jepit. Sontak Indra berhenti, pelaku langsung menodongkan sebuah gunting ke bagian pinggang Indra.
Indra pun turun dari sepeda motornya. Namun, Indra tak tinggal diam, ia langsung menghadang pelaku dan berteriak.
"Saya lari aja ke tengah ke jalan raya itu, buat minta tolong sama masyarakat sini," kata Indra, Selasa (20/6).
Teriakan Indra membuat warga berdatangan, pelaku pun panik dan menceburkan diri ke kali hingga bersembunyi ke semak-semak. Warga berhasil menemukan pelaku, hukum rimba pun diterima pelaku hingga meregang nyawa.
"Massa langsung mengepung, itu begal yang sendiri gak bisa lari dan tertangkap dihakimi massa," jelasnya.
Kasus selanjutnya, menyasar pada Muhammad Yusuf (26). Peristiwa pembegalan dialaminya di Jalan Persawahan RT 04 RW 09 Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, sekitar pukul 22.30 WIB.
Korban saat itu tengah dalam perjalanan menuju rumah temannya di daerah Bekasi Timur. Di tengah jalan, tiba-tiba ia ditabrak oleh dua orang berboncengan sepeda motor dari arah berlawanan.
Pelaku langsung membacok Yusuf, kemudian berlalu pergi membawa kabur sepeda motor Yamaha N-Max milik Yusuf.
"Luka bacok, saya mendapatkan empat jahitan masing masing di tangan kiri dan kepala," ucap Yusuf, Selasa (27/6).
Sayembara jadi Alternatif Tekan Angka Kriminalitas
Aksi kriminalitas di Bekasi yang setiap harinya semakin beringas, akhirnya memunculkan fenomena sayembara untuk menangkap pelaku kejahatan.
Mulanya, sayembara diadakan oleh Aparatur Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Sayembara diadakan dengan iming-iming uang Rp10 juta.
"Barang siapa yang bisa menangkap begal jalanan saya kasih hadiah Rp10 juta," kata Kepala Desa Burangkeng Nemin bin Sain di Kabupaten Bekasi.
Nemin mengaku informasi sayembara ini seketika memberikan dampak positif bagi warga setempat usai diumumkan. Masyarakat sudah mulai bergerak mengaktifkan kembali pos-pos keamanan hingga penjuru desa tanpa diperintah.
"Karena ini sudah sering kejadian tapi belum ada yang bisa menangkap begal jalanan. Mungkin masyarakat merasa malu, merasa prihatin karena desa tempat merek tinggal kini sudah begitu rawan, makanya begitu saya umumkan ada sayembara, mereka langsung bergerak," ucapnya.
Selain Kades Burangkeng, pemilik warung kopi atau warkop di Jalan Perjuangan Raya, Kelurahan Teluk Pucung, Bekasi Utara, juga membuat sayembara usai tempatnya berjualan disatroni maling pada Senin (26/6) lalu.
Berdasarkan hasil pengamatan melalui rekaman CCTV, aksi pencurian itu terjadi sekitar pukul 05.36 WIB. Pegawai warkop, Raffi (22) mengatakan setelah dilakukan pengecekan, sejumlah barang di warkop itu hilang, antara lain gas LPG 3 kilogram, perkakas, satu set bor, gerindra, hingga drone SJRC F11 Pro 4K.
“(Kerugian) lima juta ya termasuk drone. Uang tidak ada kalau closing selalu saya bawa,” kata Raffi, saat ditemui SuaraBekaci.id, Rabu (28/6).
Pasca kejadian itu, kata Raffi pemilik warkop belum melaporkan peristiwa pencurian itu ke pihak kepolisian.
Namun, pemilik warkop memilih membuat sayembara berhadiah uang tunia Rp1 juta untuk masyarakat yang dapat menemukan pelaku pembobol warkopnya.
Raffi menyebut, pemilik warkop menilai dengan melakukan sayembara penemuan pelaku akan lebih mudah, karena diperkirakan pelaku bakal menjual drone ke situs belanja online.
“Kenapa ngadain sayembara kaya gini, karena menurut kami kemungkinan besar barang bakal dijual kembali di marketplace, jadi lebih gampang nemuin barang itu," jelasnya.
Sayembara Tangkap Bandit Sebuah Kemunduran?
Budayawan Bekasi, Maja Yusirwan menyebut fenomena sayembara menangkap pelaku kejahatan bukanlah budaya baru di masyarakat Indonesia.
Menurutnya, sayembara telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda. Hanya saja, pada zaman itu tidak sembarang orang dapat membuat sayembara.
“Zaman dulu yang mengadakan sayembara itu orang-orang kaya, bisa juragan, bisa demang (gelar kepala daerah),” kata Aki Maja sapaan akrabnya, kepada SuaraBekaci.id, Senin (3/7).
Aki Maja menilai, munculnya kembali sayembara tangkap bandit merupakan bentuk kemunduran di tengah zaman modern, yang sudah dipayungi oleh aturan hukum dan alat pertahanan negara, TNI dan Polri.
Meski diakuinya, bahwa sayembara memiliki dampak yang baik dalam mewujudkan partisipasi masyarakat untuk turut serta menjaga kemanan negara.
Namun, Aki Maja menyebut hal itu memiliki resiko terlalu besar. Butuh ada kajian mendalam dari pemerintah serta aparat keamanan untuk menerapkan metode ini.
“Takutnya orang-orang yang tidak memiliki kemampuan ikut serta malah jadi resiko berbahaya nih. Atau nanti juga mungkin begal yang ditangkap salah sasaran,” ujarnya.
Ia mengatakan, budaya sayembara sangat tidak baik dan tidak mendidik, sehingga harus segera dihilangkan.
Dalam hal ini, alat pertahanan negara yakni TNI dan Polri sebagai pengayom memiliki tugas besar dalam menjaga kemanan masyarakat.
“Jadi misalnya Polri sebagai pengayom dan pengaman masyarakat, ya polisi lah tugasnya yang harusnya lebih meningkatkan pengamanan dan keamanan masyarakat, harusnya gitu,” tandasnya.
Sebelumnya, Sosiolog dari Universitas Islam 45 Bekasi, Andi Sopandi menilai adanya fenomena sayembara penangkapan begal itu disebabkan karena kasus pembegalan yang terjadi secara berulang-ulang tidak diatasi dengan baik oleh pihak yang berwenang.
“Kasus pembegalan yang berulang-ulang dan tidak diatasi juga tidak ada solusi baik oleh penegak hukum, pemerintah maupun masyarakat,” kata Andi kepada SuaraBekaci.id, Kamis (29/6).
Kondisi ini akhirnya membuat masyarakat menilai bahwa upaya yang selama ini dilakukan untuk memberantas aksi begal tidak cukup untuk membuat pelaku begal merasa jera.
“Berakibatnya, Kades Burangkeng membuat keputusan bersifat non-konformis (tidak sesuai keajegan aturan hukum yang berlaku) bahasa praktisnya ‘hukum alam’ dengan sejumlah imbalan,” ucapnya.
Padahal menurut Andi, sayembara bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi persoalan ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Sebab, fenomena begal akan terus berulang dan sayembara hanyalah sebuah tindakan penyelesaian sesaat, tanpa memiliki dampak jangka panjang untuk ke depannya.
“Iya tindakan sesaat untuk menyelesaikan masalah saat itu saja (bersifat Kuratif) sebaiknya tindakan antisipatif juga dengan membangun sistem bukan sayembara,” ujar Andi.
Idealnya, pemerintah daerah harus koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk membangun sebuah sistem yang serius dalam memberantas aksi pembegalan.
Di antaranya kata Andi adalah, mengidentifikasi titik rawan dan waktu wilayah pembegalan, adanya alat deteksi dini yang terkoordinir dengan tim reaksi cepat penanganan begal, dan pemberian hukuman yang berat bagi pelaku pembegalan.
“Bagaimana caranya? Internal kepolisian harus dibangun sistem layanan prima. Menghilangkan kesan Image aduan masyarakat berbelit belit, image dipungut adanya bayaran dan sebagainya,” terangnya.
Sementara itu, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai sayembara berhadiah menangkap begal di Bekasi sebagai bentuk kritik keras masyarakat karena ketidakberdayaan negara melawan kejahatan.
"Ini bentuk protes masyarakat kepada negara, dalam hal ini aparat kepolisian yang merupakan representasi negara dalam Kamtibmas dan penegakan kemanan, yang tidak bisa hadir memberikan rasa aman dan keamanan masyarakatnya. Tanpa ada iming-iming hadiah, harusnya aparat kepolisian responsif terhadap keluhan masyarakat," kata Bambang kepada Suara.com
Bambang menyebut seharusnya pihak kepolisian sadar dengan realitas di masyarakat dan tak usah membuat program boombastis seperti Polisi RW. Baiknya polisi kata Bambang memaksimalkan peran daripada Bhabinkamtibmas.
Bambang mengemukakan, dengan anggaran besar dan tunjangan yang diberikan, peran Bhabinkamtibmas saat ini memang belum maksimal.
"Personel yang adapun masih belum menjalankan tugas secara maksimal. Mindset-nya masih sekedar pekerja kepolisian, belum benar-benar menjadi pelayan masyarakat. Jadi jangan dibayangkan Bhabinkamtibmas yang ada seperti Pak Bhabin dalam program kampanye Polres Purworejo, Jawa Tengah semua," jelasnya.
"Kebanyakan malah tak dikenal oleh masyarakatnya sendiri. Harusnya, Bhabinkamtibmas itu ujung tombak kepolisian dalam mendengar keluhan-keluhan masyarakat terkait Kamtibmas. Mereka harus jemput bola, bukan hadir dalam bentuk stiker saja, dan menunggu aduan warga," katanya.
Di sisi lain, Bambang juga menyoroti kades yang membuat sayembara begal di Bekasi. Menurut Bambang, seharusnya sebagai aparat pemerintah di tingkat desa, permasalahan itu dikomunikasi dengan aparat penegak hukum.
"Kalau kemudian seorang kepala desa membuat sayembara menangkap begal, layak juga untuk dicermati apa motifnya. Apakah benar sebagai bentuk protes pada aparat keamanan yang lambat merespon atau sebab yang lain," ujarnya.
Aksi Kriminalitas Merajalela, Masyarakat Sentil Polisi
Aksi kriminalitas di Bekasi yang sudah merajalela akhirnya membuat warga menjerit.
Warga mengaku bahwa di manapun dan kapanpun, mereka jadi target intai para bandit di jalanan. Ini membuat kepercayaan mereka terhadap polisi menurun.
Seperti yang dikatakan salah satu warga Bekasi, Fikry (23). Ia mengaku tak terlalu mempercayai institusi kepolisian. Fikry punya alasan kuat tak lagi percaya polisi.
Menurutnya, sudah terlalu banyak kasus kriminal di Bekasi, namun terus terjadi dan seolah didiamkan, tak ada solusi konkret dari kepolisian.
“Gua percaya banget kalau segala sesuatunya itu dikondisikan sedemikian rupa. kalau kasus kriminalitas atau berbuat jahat dan merugian orang lain, pertama-tama yang harus disadarin, bahwasannya gak ada orang yang baru lahir tiba-tiba mau begal orang atau gak ada orang yang bangun tidur langsung pengen begal orang, sekali lagi engga ada,” kata Fikry, kepada SuaraBekaci.id, selasa (4/7).
“Kalau mengacu ke undang-undang dasar, semua kebutuhan dasar kan disediain sama negara. yang jadi pertanyaan, negara ngapain aja dari tahun 45 (1945)?,” ujarnya.
Meski tak lagi percaya dengan Polisi, Fikry juga tak serta merta menyetujui aksi sayembara untuk menangkap pelaku kejahatan.
Menurutnya, tindakan itu hanya akan membuat warga memiliki pola pikir yang mengedepankan hubungan transaksional.
“Warga setempat bisa bewatak ‘harus ada untungnya dulu, kalau gak ada ngapain gerak’,” ungkapnya.
Fikry juga menkritisi sikap Kades Burangkeng yang membuat sayembara untuk menangkap pelaku begal berkaitan dengan tahun-tahun politik.
“Biar dipilih lagi besok, sebagai sosok ‘hero’ pembasmi begal,” kata Fikry.
Hampir sama dengan Fikry, warga lainnya bernama Zidni (23) menyebut bahwa peristiwa kriminalitas yang semakin merajalela membuatnya tak lagi percaya dengan aparat kepolisian.
“Saya sangat setuju ada nya sayembara, lagian juga percuma kita lapor ke polisi kaga bakal di tindak lanjut,” kata Zidni.
Namun, berbeda dengan Fikry, Zidni justru setuju jika sayembara kembali diadakan atau bahkan menjadi sebuah trend dalam menangkap pelaku kejahatan. Menurutnya, hal itu akan lebih efektif dibanding dengan lapor polisi.
“(Sayembara) sangat efektif, jadi warga bergotong royong demi keamanan lingkungannya,” tutupnya.
Upaya Aparat Kepolisian Tekan Angka Kriminalitas
Menanggapi persoalan tindakan kejahatan terutama aksi begal yang kian marak serta munculnya sayembara tangkap bandit di Bekasi, Kasie Humas Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Erna Ruswing Andari menyebut pihaknya telah melakukan berbagai upaya.
“Upaya polisi sudah setiap hari dilakukan yaitu melakukan kegiatan patroli baik pagi, siang, mapun malam. Kami juga selalu berkoordinasi dengan warga setempat untuk selalu bersama-sama menjaga wilayahnya,” kata Erna, melalui sambungan telepon kepada SuaraBekaci.id, Selasa (4/7).
Pelaksanaan patroli dilakukan bersama-sama aparat kepolisian dengan kelompok-kelompok masyarakat yang selalu menjaga keamanan di wilayah tempat tinggalnya masing-masing.
Selain itu, Erna mengatakan pihaknya juga rutin melaksanakan kegiatan sosialisasi ke sekolah-sekolah di wilayah Kota Bekasi. Tujuannya, untuk membangun kesadaran siswa akan bahayanya melakukan tindak kejahatan.
“Memberikan motivasi kepada siswa-siswa untuk tidak melakukan kejadian yang bisa membuat kerugian bagi dirinya sendiri atau pun membuat keresahan dari masyarakat,” jelasnya.
“Jangan sampai nanti mereka terpengaruh oleh indikasi untuk melakukan begal tersebut,” sambungnya.
Disinggung soal fenomena sayembara untuk menangkap pelaku kejahatan seperti yang dilakukan Kades Burangkeng, Erna tak mempermasalahkan hal itu.
Menurutnya, sikap itu hanyalah sebuah inisiatif seorang kepala daerah dalam memberikan semangat kepada warga untuk bersama menjaga kemanan lingkungan.
“Kalau dari polisi sendiri kita bisa melihat masyarakat seperti apa baiknya, kalau bagi kita pihak kepolisian yang pasti mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga keamanan di mana kita tinggal,” tutupnya.
Kontributor: Mae Harsa