BDS, Gerakan yang Ingin Mengusir Israel dari FIFA: Gagal Terwujud karena Dikhianti Palestina

BDS pada 2015 sempat ingin membuat Israel dikeluarkan dari FIFA.

Galih Prasetyo
Sabtu, 25 Maret 2023 | 20:55 WIB
BDS, Gerakan yang Ingin Mengusir Israel dari FIFA: Gagal Terwujud karena Dikhianti Palestina
Aksi pembakaran bendera Israel oleh sejumlah peserta aksi demonstrasi dalam aksi menolak kedatangan Timnas U20 Israel dalam ajang Piala Dunia U20 di Indonesia. [Suara.com/Faqih]

SuaraBekaci.id - Lolosnya Israel ke Piala Dunia U-20 Indonesia jadi buah simalakama bagi Indonesia sebagai tuan rumah. Israel jika mengacu pada aturan FIFA tentu saja diperbolehkan bermain di Piala Dunia U-20 2023.

Namun di sisi lain, kehadiran Israel di Indonesia jadi ujian diplomatik dan politis bagi pemerintah. Gelombang penolakan terhadap Israel pun kini gencar disuarakan banyak pihak.

Penolakan terhadap Israel tidak hanya disuarakan elemen masyarakat namun juga pejabat publik. Tercatat sudah ada dua petinggi daerah yang menolak kehadiran Israel yakni, Gubernur Bali I Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Sepanjang sejarahnya ini bukan kali pertama Israel ditolak untuk mengikuti kompetisi olahraga internasional. Tidak hanya di sepak bola, boikot Israel juga dilakukan dari cabang olahraga lain mulai dari judo, bulu tangkis, karate hingga tenis meja.

Baca Juga:Jelang Kick Off Indonesia vs Burundi, Spanduk Anti Israel Dilarang Masuk Stadion Patriot

Jika merujuk pada sejarah, gelombang penolakan terhadap Israel sudah dilalukan sejak mereka melakukan pendudukan ke tanah Palestina pada 1967.

Di ranah sepak bola, aksi boikot terhadap Israel yang paling dikenal ialah saat mereka harus hengkang dari federasi sepak bola Asia, AFC.

Terusirnya Israel dari AFC membuat mereka akhrinya ditampung di federasi sepak bola Eropa, UEFA.

Tidak puas dengan hanya mengeluarkan Israel dari AFC, ada juga gerakan yang sejak 2005 menginginkan Israel terusir dari federasi sepak bola dunia, FIFA.

Ialah BDS alias Boycott, Divestment and Sanctions, gerakan yang digagas oleh Omar Barghouti dan Ramy Shaat menginginkan Israel mendapat boikot, divestasi dan sanksi dari semua sendi kehidupan.

Baca Juga:Gubernur Bali dan Jateng Tolak Kedatangan Timnas Israel, Ridwan Kamil: Kemenlu Lebih Tepat Merespons Hal Ini

Gerakan ini dibentuk pada 9 Juli 2005. BDS sedari awal bermuatan politis. Tujuan akhir dari gerakan ini adalah Israel menarik diri dari wilayah Palestina dan menghapus tembok pemisah di Tepi Barat.

Selain itu, gerakan ini juga menyuarakan adanya keseteraan penuh bagi warga negara Arab-Palestia-Israel dan menghormati serta melindungi hak-hak pengungsi Palestina.

BDS Terinspirasi Gerakan Anti-Apartheid

Munculnya BDS terinspirasi dari gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan. Menurut mereka, apa yang dirasakan orang-orang Palestina di negara mereka sendiri persis seperti yang dialami orang-orang Afrika saat politik Apartheid.

Pada Mei 2015, BDS melakui perangkat hukum internasional berupaya agar FIFA mengeluarkan Israel sebagai negara anggota.

Gerakan ini kemudian menambah kekuatan dari negara lain dengan munculnya Red Card Israel Racism, sebuah kelompok yang berbasis di Inggris dan menyuarakan hal senada.

Gerakan ini pada Kongres FIFA 2015 sempat melakukan pertemuan di Zurich agar rencana Israel keluar bisa terelisasi.

"Kami telah menulis surat kepada anggota FIFA, menunjukkan argumen bahwa Israel layak dikeluarkan," kata Geoff Lee seperti dilansir dari The Electronic Intifada.

Gerakan sejenis juga disuarakan oleh EuroPalestine dengan mengadakan demo anti Israel di luar kongres FIFA di Zurich.

Munculnya mosi agar Israel dikeluarkan dari FIFA berawal dari kebijakan mereka yang melarang pesepak bola Palestina berpergian ke Tepi Barat dan Jalur Gazza.

Bagi BDS dan gerakan sejenis, apa yang dilakukan Israel sudah lebih dari cukup agar mereka dikeluarkan sebagai anggota FIFA.

"Israel juga telah melangagar aturan FIFA dengan mengizinkan tim dari pemukiman Tepi Barat yang diduduki untuk bermain di Liga Israel. Selain itu, para penggemar Israel dari klub Beitar Jerusalem juga terkenal sangat rasis dengan meneriakan 'Matilah orang-orang Arab'. Saat ini, pemain kami juga sering ditangkap dan ditahan," jelas Iyad Abu Grarqoud, pesepak bola Palestina.

Dikhianti Palestina

Sayangnya gerakan untuk bisa mengusir Israel dari FIFA justru dikhianati oleh federasi sepak bola Palestina.

Warga Palestina menyesalkan adanya upaya sabotase dan pengabaian dari federasi sepak bola mereka.

Ialah Jibril Rajoud, ketua umum PSSI-nya Palestina yang pada 2015 justru menarik mosi untuk mengeluarkan Israel dari FIFA.

Laporan dari The Guardian menuliskan bahwa situasi itu bak kekacauan yang terjadi di menit akhir pertandingan.

"Orang-orang Palestina benar-benar dikalahkan oleh lobi-lobi Israel dan tentangan dari pejabat senior FIFA, termasuk Sepp Blatter," tulis media Inggris tersebut.

Pada Kongres FIFA 2015, Sepp Blatter yang kembali terpilih sebagai presiden FIFA sedianya menjadi tempat agar permasalahan Israel diputuskan.

Namun langkah untuk membawa permasalahan ini ke kongres FIFA urung terlaksana. Zaid Shuaibi, juru bicara DBS mengaku merasa terkhianati oleh PSSI-nya Palestina.

"Komite Nasional BDS Palestina kecewa kepada seluruh kongres FIFA, termasuk Asosiasi Sepak Bola Palestina, tidak memenuhi kewajiban dan prinsip yang awalnya mereka katakan," ujarnya.

"FIFA dan anggotanya menunda untuk penangguhkan Israel, tetapi mereka tidak dapat menunda boikot internasional terhadap Israel atau mencegah terjadinya pengucilan kepada Israel yang telah melanggar HAM dan berbuat kejahatan perang kepada rakyat Palestina," tambah Shuaibi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini