SuaraBekaci.id - Lolosnya Israel ke Piala Dunia U-20 Indonesia jadi buah simalakama bagi Indonesia sebagai tuan rumah. Israel jika mengacu pada aturan FIFA tentu saja diperbolehkan bermain di Piala Dunia U-20 2023.
Namun di sisi lain, kehadiran Israel di Indonesia jadi ujian diplomatik dan politis bagi pemerintah. Gelombang penolakan terhadap Israel pun kini gencar disuarakan banyak pihak.
Penolakan terhadap Israel tidak hanya disuarakan elemen masyarakat namun juga pejabat publik. Tercatat sudah ada dua petinggi daerah yang menolak kehadiran Israel yakni, Gubernur Bali I Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
Sepanjang sejarahnya ini bukan kali pertama Israel ditolak untuk mengikuti kompetisi olahraga internasional. Tidak hanya di sepak bola, boikot Israel juga dilakukan dari cabang olahraga lain mulai dari judo, bulu tangkis, karate hingga tenis meja.
Baca Juga:Jelang Kick Off Indonesia vs Burundi, Spanduk Anti Israel Dilarang Masuk Stadion Patriot
Jika merujuk pada sejarah, gelombang penolakan terhadap Israel sudah dilalukan sejak mereka melakukan pendudukan ke tanah Palestina pada 1967.
Di ranah sepak bola, aksi boikot terhadap Israel yang paling dikenal ialah saat mereka harus hengkang dari federasi sepak bola Asia, AFC.
Terusirnya Israel dari AFC membuat mereka akhrinya ditampung di federasi sepak bola Eropa, UEFA.
Tidak puas dengan hanya mengeluarkan Israel dari AFC, ada juga gerakan yang sejak 2005 menginginkan Israel terusir dari federasi sepak bola dunia, FIFA.
Ialah BDS alias Boycott, Divestment and Sanctions, gerakan yang digagas oleh Omar Barghouti dan Ramy Shaat menginginkan Israel mendapat boikot, divestasi dan sanksi dari semua sendi kehidupan.
Gerakan ini dibentuk pada 9 Juli 2005. BDS sedari awal bermuatan politis. Tujuan akhir dari gerakan ini adalah Israel menarik diri dari wilayah Palestina dan menghapus tembok pemisah di Tepi Barat.