SuaraBekaci.id - Pemerintah Indonesia diminta bergerak cepat dalam menangani wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di Indonesia.
Penanganan cepat terkait PMK diperlukan mengingat PMK pada hewan ternak bisa memukul industri hewan ternak ruminansia nasional yang kerugiannya ditaksir bisa mencapai Rp 9,9 triliun per tahun.
Begitulah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan potensi kerugian ekonomi yang disebabkan oleh PMK dalam paparannya pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI beberapa waktu lalu.
Belum lebih lama dari sebulan PMK muncul di Indonesia. Yang tadinya hanya terjadi wabah di Provinsi Jawa Timur dan Aceh pada awal Mei, kini di akhir bulan penyakit itu sudah menyebar ke 16 provinsi di Indonesia.
Baca Juga:Kasus PMK Pada Sapi Dan Kambing di NTB Tembus 6.527 Ekor, Terbanyak di Lombok Timur
Data Kementerian Pertanian per 22 Mei 2022 menyebutkan sebanyak 16 provinsi dan 82 kabupaten-kota terjangkiti penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak dengan total 5.454.454 ekor terdampak dan 20.723 ekor sakit.
Indonesia sebenarnya sudah terbebas dari PMK pada tahun 1990 sejak pertama kalinya penyakit ini muncul di tahun 1887. Namun dengan kemunculan kasus yang mewabah ini kembali mencatatkan Indonesia sebagai negara dengan PMK.
PMK pada hewan ternak disebabkan oleh virus. Meski penyakit yang disebabkan virus ini tidak bersifat zoonosis atau menular dari hewan ke manusia, namun tingkat penyebaran virus yang sangat cepat dari hewan ke hewan bisa menimbulkan kerugian ekonomi.
Penyebaran virus PMK bisa terjadi akibat kontak langsung, atau melalui udara (airborne). Tidak hanya dari hewan ke hewan, penularan juga bisa terjadi dari kontak manusia pada hewan yang sakit kepada hewan yang sehat tanpa disinfeksi terlebih dulu.
Dr drh Denny Widaya Lukman dari IPB menyebutkan PMK merupakan penyakit menular yang menyerang hewan berkuku belah seperti sapi, kerbau, unta, gajah, rusa, kambing, domba, dan babi.
Baca Juga:Pasar Hewan di Klaten Ditutup Selama 14 Hari karena Ditemukan Virus PMK
Penyakit ini menyebabkan lepuh yang terdapat pada lidah, gusi, hidung, dan kuku hewan yang terinfeksi.
Meskipun tingkat kematian akibat PMK rendah, namun penyakit ini sangat menular dengan tingkat kesakitan atau morbiditas yang relatif tinggi mencapai 100 persen.
Kematian dilaporkan paling tinggi hanya 5 persen dan pada ternak muda bisa mencapai 20 persen. Kematian ini disebabkan karena hewan tidak mampu makan atau minum sehingga kekurangan zat nutrisi.
”Gejala hewan yang terjangkit PMK ditandai dengan lepuh atau sariawan di mulut serta keluar air liur yang kental dan berbusa di sekitar mulut, dan terdapat luka pada kaki hewan,” kata Denny dikutip dari Antara (28/5/2022).
Menteri Pertanian mengatakan bahwa tingkat kesembuhan hewan yang terkena PMK cukup tinggi, yakni sekitar 33 persen.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan dari total hewan yang sakit, sebanyak 6.896 ekor berhasil disembuhkan atau 33,29 persen, 162 ekor atau 0,78 persen dipotong paksa, dan 142 ekor atau 0,69 persen hewan ternak mati.
Seperti halnya PMK yang tidak bisa menular ke manusia, daging hewan ternak yang terinfeksi pun sebenarnya masih bisa dikonsumsi dengan syarat dimasak secara matang.
Hanya beberapa bagian ternak yang terinfeksi dilarang untuk dikonsumsi seperti kaki, lidah, cingur atau bibir, dan organ dalamnya.
Kendati demikian, wabah PMK di Indonesia akan sangat berpengaruh pada produksi daging dan susu dalam negeri. Dengan puluhan ribu hewan ternak yang sakit, sudah dapat dipastikan akan terjadi penurunan produksi.
Kerugian lainnya adalah akan menurunnya tingkat ekspor akibat kecurigaan negara-negara tujuan ekspor terhadap kemungkinan produk ekspor Indonesia tercemar PMK.
Akibat lain adalah industri ruminansia nasional akan mengalami kelesuan dan menurunnya citra bangsa Indonesia di mata negara-negara lain.
Komisi IV DPR RI meminta agar pemerintah melalui Kementerian Pertanian bergerak cepat dalam menangani wabah PMK di Indonesia.
PMK pada hewan ternak hanya bisa ditangani hingga eradikasi dengan vaksin. Meskipun tingkat kematian PMK rendah dan ternak bisa kembali sembuh, namun virus yang terus menyebar akan menyebabkan banyak ternak yang sakit silih berganti.
Sehingga vaksin menjadi satu-satunya jalan agar Indonesia kembali terbebas dari PMK. Sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun 1974 dengan program vaksinasi massal memberantas PMK.
Namun vaksinasi ini tidak bisa hanya dilakukan sekali suntik, melainkan harus menjadi program vaksinasi setiap tahun sampai PMK benar-benar kembali hilang dari Indonesia.
Mentan Syahrul menyatakan Pusat Veterenier Farma Kementan telah menemukan serotipe virus PMK yang beredar di Indonesia. Serotipe virus ini akan digunakan untuk membuat vaksin PMK untuk hewan ternak.
Berbekal pengalaman membuat vaksin PMK yang pernah dilakukan dulu, Mentan menyebut vaksin tersebut ditargetkan akan rampung pada Agustus 2022 yang dilanjutkan dengan vaksinasi massal.
"Insya Allah dalam waktu yang sangat singkat pada saat ini Pusvetma Kementan sedang membuat vaksin PMK yang ditargetkan selesai empat bulan atau sebelum Agustus 2022," kata Menteri Syahrul
Di samping pencegahan PMK melalui antibodi yang didapat dari vaksin, pencegahan juga bisa dilakukan dengan menjaga hewan ternak tidak terpapar virus PMK.
Kepala Loka Penelitian Sapi Potong Balitbang Kementan drh. Dicky M. Dikman M. Phill mengemukakan upaya budi daya sapi dimulai dari manajemen pemeliharaan hingga manajemen kesehatan ternak dapat mencegah ternak tertular PMK.
Pada dasarnya, manajemen budi daya dilakukan untuk menghasilkan ternak yang sehat. Pola pemeliharaan dapat dilakukan secara intensif, semi-intensif, dan ekstensif.
“Untuk daerah wabah, kita arahkan sistem intensif untuk mengurangi risiko penularan melalui udara. Untuk pakan yang diberikan dapat berupa hijauan dan konsentrat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan produksinya,” kata Dikman.
Budi daya tersebut dapat diperketat dengan biosecurity sebagai upaya preventif penyebaran PMK.
Biosecurity adalah segala upaya fisik dan tata laksana untuk meminimalkan risiko masuknya agen penyakit ke dalam peternakan, mencegah berkembangnya penyakit, serta mencegah keluarnya agen penyakit dari peternakan.
“Biosecurity itu vital, baik oleh peternakan rakyat ataupun peternakan perusahaan swasta. Untuk perkandangan, kita melakukan pengetatan personel yang keluar-masuk kandang. Kunjungan tamu atau kunjungan lainnya juga ditutup sampai wabah mereda,” ucap Dikman.
Beberapa fasilitas yang perlu disiapkan antara lain penyemprot disinfektan untuk kendaraan yang keluar-masuk, kelengkapan sanitasi untuk petugas kandang seperti loker, kamar mandi, dan shower, bilik penyemprotan untuk petugas, dan sanitasi kandang.
Usaha lain yang perlu dilakukan adalah penyemprotan insektisida pembasmi serangga, lalat, dan hama lainnya di sekitar kandang ternak.
Hal ini dilakukan guna menjaga lingkungan kandang tetap bersih dan mencegah penyebaran penyakit.
Sedangkan ternak yang sakit harus segera diobati. Apabila ada ternak yang mati karena PMK, bangkainya harus segera dibakar atau dikubur.
Pada ternak yang terinfeksi dilakukan pemotongan dan pembuangan jaringan terinfeksi.