Taliban Bisa Belajar dari Indonesia, Ini Ulasan Dosen Malaysia Tentang Sekolah Perempuan

Di antara sekolah Islam yang lebih informal pun, seperti pondok pesantren, jumlah santri laki-laki dan perempuan juga setara.

Lebrina Uneputty
Selasa, 12 Oktober 2021 | 06:45 WIB
Taliban Bisa Belajar dari Indonesia, Ini Ulasan Dosen Malaysia Tentang Sekolah Perempuan
Ilustrasi. Pelaksanaan ANBK di salah satu sekolah di Sleman, Senin (4/10/2021). (Kontributor/uli febriarni)

Berbagai protes ini sebenarnya adalah buah dari investasi Indonesia dalam menyekolahkan anak secara massal sejak tahun 1970an.

Pembangunan di sektor pendidikan ini telah berdampak pada meningkatnya aktivisme warga, keberanian mereka dalam berpendapat, dan pemberdayaan di antara perempuan Indonesia.

Ini menunjukkan bahwa seiring waktu, jumlah perempuan berpendidikan akan meningkat dan mencapai batas di mana mereka bisa bergerak memperjuangkan keresahan bersama.

Mereka kemudian bisa menggunakan literasi mereka untuk menuntut hak sipil yang lebih baik dari pemerintah.

Protes-protes kecil yang berkelanjutan di Indonesia, misalnya, berujung pada Surat Keputusan Bersama (SKB) dari pemerintah untuk melarang pemaksaan hijab di lingkungan sekolah – meskipun perjuangannya belum berakhir mengingat belum lama ini Mahkamah Agung (MA) mencabut keputusan tersebut.

Beragam strategi dari Indonesia untuk memperluas akses pendidikan untuk perempuan - meskipun terdapat halangan yang kuat dari gerakan konservatif di level akar rumput - sekali lagi mengingatkan kita bahwa tradisi Islam tidak serta merta menghambat pemberdayaan perempuan.

Ini berarti bahwa di Afganistan, suatu negara yang kini porak-poranda akibat perang, masyarakat dunia harus mendorong pemerintah Taliban untuk menyekolahkan seluruh anak perempuan.

Bahkan, kita semestinya tidak perlu memperdebatkan apakah nantinya akan ada pemisahan antara murid laki-laki dan perempuan, atau apakah materi sekolah akan dicampur dengan muatan agama. Pendidikan harus jadi prioritas, terlepas apapun bentuknya.

Afganistan saat ini memiliki jauh lebih banyak tokoh pemimpin perempuan dari sebelumnya berkat meluasnya akses perempuan di sektor politik selama 20 tahun terakhir.

Taliban pun memahami hal ini, dan tercermin dalam pengakuan rezim tersebut akan pentingnya pendidikan bagi perempuan bahkan hingga penddikan tinggi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini