Taliban Bisa Belajar dari Indonesia, Ini Ulasan Dosen Malaysia Tentang Sekolah Perempuan

Di antara sekolah Islam yang lebih informal pun, seperti pondok pesantren, jumlah santri laki-laki dan perempuan juga setara.

Lebrina Uneputty
Selasa, 12 Oktober 2021 | 06:45 WIB
Taliban Bisa Belajar dari Indonesia, Ini Ulasan Dosen Malaysia Tentang Sekolah Perempuan
Ilustrasi. Pelaksanaan ANBK di salah satu sekolah di Sleman, Senin (4/10/2021). (Kontributor/uli febriarni)

Model madrasah di Indonesia ini dapat menjadi solusi terjangkau bagi berbagai pemerintah dunia untuk memperluas akses sekolah.

Negara Muslim yang lain, yakni Bangladesh, misalnya, mengikuti jejak Indonesia dalam menggandeng madrasah.

Saat ini, di negara tersebut, perempuan di level pendidikan menengah jumlahnya lebih banyak dari laki-laki.

Bahkan, jauh sebelum Taliban mengumumkan rencana mereka akhir-akhir ini untuk mewajibkan jilbab dan memisahkan murid berdasarkan gender, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan serupa pada tahun 2014 untuk membatasi pakaian murid perempuan di sekolah.

Di sini, suatu pelajaran penting bagi Afganistan dari Indonesia adalah penerapan hukum Islam tetap bisa berjalan beriringan dengan agenda global untuk menyekolahkan perempuan.

Pendidikan hari ini, investasi perjuangan di masa depan.

Tidak dapat dipungkiri, menggandeng sekolah berbasis agama seperti madrasah memang bukanlah sesuatu yang ideal jika suatu negara ingin merasakan dampak maksimal dari pendidikan.

Namun, masyarakat Muslim harus diberikan keleluasaan untuk menegosiasikan hak sipil mereka dengan penguasa.

Prioritas utamanya adalah menyekolahkan perempuan. Perempuan yang berpendidikan adalah kunci untuk perubahan sosial di masa depan.

Di Indonesia, misalnya, perempuan dan orang tua dalam beberapa tahun terakhir memprotes berbagai aturan yang mewajibkan pemakaian hijab – dari sektor industri hingga lingkungan sekolah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini