Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Senin, 30 Mei 2022 | 18:02 WIB
Barang bukti berupa uang tunai ditampilkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraBekaci.id - Uang sebesar Rp 7 miliar diduga didapat oleh Wali Kota Nonaktif Bekasi Rahmat Effendi. Uang sebesar itu didapatnya dari kantong para pejabat hingga aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi Amir Nurdianto, pria yang akrab disapa Bang Pepen itu diraupnya dari para ASN seolah-olah seperti utang dan uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Rahmat Effendi.

"Padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. Yaitu seolah-olah para pejabat struktural, para lurah, dan para PNS atau ASN di lingkungan Pemkot Bekasi tersebut mempunyai utang kepada terdakwa," kata JPU di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung.

Adapun Rahmat diduga menerima setoran dengan total Rp7,1 miliar itu terdiri atas pemberian sejumlah pejabat struktural sebesar Rp3,4 miliar, dari sejumlah lurah di Kota Bekasi sebesar Rp178 juta, dari sejumlah PNS di Pemkot Bekasi sebesar Rp1,2 miliar, dan dari sejumlah ASN lain sebesar Rp1,4 miliar.

Baca Juga: Wali Kota Nonaktif Bekasi Rahmat Effendi Didakwa Terima Suap Rp 10,45 Miliar, Salah Satunya dari Camat Rawa Lumbu

Sebelumnya, KPK pun menduga setoran uang miliaran kepada Rahmat Effendi itu pun berkaitan dengan adanya jual-beli jabatan.

Dalam upaya meminta setoran itu, Rahmat Effendi diduga memerintahkan sejumlah orang dan pejabat untuk meminta uang kepada pejabat dan ASN di Pemkot Bekasi.

Sejumlah orang yang diperintahkan itu, yakni Mulyadi alias Bayong, Yudianto selaku Asda I Pemkot Bekasi, dan Kabid di Dinas Tata Ruang yakni Engkos Koswara. Namun Engkos sedang menjalani pendidikan sehingga perintah itu dijalankan oleh Yudianto dan Mulyadi.

"Meminta uang kepada para pejabat struktural di lingkungan Pemkot Bekasi untuk pembangunan Villa Glamping Jasmine Cisarua, Bogor, milik terdakwa," katanya.

Akibat perbuatan tersebut, Rahmat Effendi dijerat berlapis, di antaranya, Pasal 12 huruf A Jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 11 Jo Pasal 17 UU Tipikor.

Baca Juga: Berkas Dakwaan Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung, Rahmat Effendi DKK Segera Diseret ke Meja Hijau

Selain itu, Jaksa Penuntut Umum mendakwa wali kota nonaktif Bekasi, Rahmat Effendi menerima suap sebesar Rp10 miliar terkait dengan dugaan persekongkolan dalam pengadaan lahan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi Amir Nurdianto mengatakan Rahmat diduga bersekongkol dengan Jumhana Luthfi Amin selaku Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi untuk membeli lahan dari pihak swasta bernama Lai Bui Min.

"Terdakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp10,45 miliar,"

Menurutnya, Pepen diduga menerima Rp10 miliar itu dari Lai Bui Min sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp4,1 miliar, Camat Rawalumbu Makfud Saifudin yang juga tersangka pemberi suap sebesar Rp3 miliar, dan Direktur PT KBR bernama Suryadi Mulya yang juga tersangka pemberi suap sebesar Rp3,3 miliar [ANTARA]

Load More