Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 18 April 2022 | 07:43 WIB
Dari kiri: KH. Moh. Dahlan, Habib Ali Al-Attas (Cikini), KH. Nachrowi, KH. M. Tambih, dan KH. Idham Chalid. [NU.or.id/Dokumentasi Keluarga Kiai Tambih]

SuaraBekaci.id - Kiai asal Bekasi yang satu ini menguasai ilmu silat beksi. Tak ayal, ulama tersebut mampu menghajar empat tentara Belanda yang akan menangkapnya di sekitar masjid Kampung Setu.

Ia adalah KH Muhammad Tambih. Seorang ulama Betawi yang juga pendekar dari bekasi.

Pria yang juga dikenal dengan mana Kiai Tambih atau Mualim Tambih itu lahir di Bekasi pada 1907 dari pasangan Abdul Karim dan Saefi.

Selain sebagai ulama dan pendekar, ia juga seorang petani, pedagang, dan pejuang kemerdekaan di Bekasi.

Baca Juga: Video Viral Nasib Begal yang Korbannya Ternyata Anggota TNI, 'Kutandai Kau!'

Leluhurnya bernama Baserin yang berasal dari Banten dan merupakan prajurit Sultan Agung yang melarikan diri dari kejaran VOC (Vereenigde Oonstindische Compagnie atau Perusahaan Hindia Timur Belanda). Baserin kemudian bersembunyi dan menetap di Kampung Setu, Bintara Jaya, Bekasi.

Saat kecil, Tambih menggembala kambing dan kerbau. Ia mengaji nahwu, sharaf, dan tajwid kepada Guru Musin dan Mualim Nasir. Tambih juga belajar silat aliran beksi kepada Bek Martan dari Kampung Rawa Bugel, Bekasi. (Ahmad Fadli, Ulama Betawi: Studi Tentang Jaringan Ulama Betawi dan Kontribusinya Terhadap Perkembangan Islam Abad ke-19 dan 20, 2011).

Karena telah menguasai ilmu silat beksi itu, Tambih pun pernah menjatuhkan empat orang tentara Belanda yang bermaksud menangkapnya di sekitar Masjid Kampung Setu.

Selain itu, Tambih pernah pula menjatuhkan para pembegal saat dalam perjalanan mengaji ke Guru Marzuki di Kampung Muara.

Guru Marzuki Cipinang Muara atau Syekh Ahmad Marzuki bin Ahmad Mirshod adalah guru mengaji Kiai Tambih saat berusia remaja. Kepada Guru Marzuki, Kiai Tambih belajar bersama-sama dengan KH Noer Ali, KH Muchtar Tabrani (Bekasi), KH Tohir Rohili (Kampung Melayu), KH Ahmad Mursyidi (Klender), Guru Bakar dan Guru Baqir (putra-putra Guru Marzuki).

Baca Juga: Keutamaan Malam Nuzulul Quran dan Amalan yang Datangkan Pahala Berlipat untuk Umat Muslim

Pada 1929, Kiai Tambih menikah dengan Aminatuz Zuhriyah dari Kampung Pondok Pucung Bintara. Namun, istrinya meninggal dunia saat Kiai Tambih sedang mengungsi ke Kampung Ceger, Cikunir.

Load More