SuaraBekaci.id - Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim keluarkan aturan soal skripsi tidak lagi menjadi syarat wajib untuk mahasiswa lulus kuliah.
Aturan itu dituangkan dalam Permendikbudristek No 53/2023 tentang Penjaminan Mutu disebutkan bagi mahasiswa sarjana dan sarjana terapan tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi/tesis/disertasi.
Aturan tersebut pun menimbulkan reaksi dalam dunia perguruan tinggi terutama mahasiswa. Sejumlah mahasiswa di Bekasi yang ditemui Suara.com mengaku menyambut langkah baik dari Nadiem.
Menurut mereka, sebenarnya syarat kelulusan mahasiswa tidak melulu hanya dengan pembuatan skripsi. Bagas Adji Priantomo, mahasiswa jurusan Teknik Informatika Universitas Bina Insani Bekasi mengatakan bahwa ada pilihan lain yang akhirnya bisa ditempuh oleh mahasiswa untuk menyelesaikan studinya.
Baca Juga:Bawa-Bawa Gelar Sarjana Uus, Deddy Corbuzier Ikut Soroti Wacana Mahasiswa Tak Wajib Bikin Skripsi
“Kalau menurut ku setuju, karena khususnya aku jurusan teknik informatika pembuatan proyek atau prototype cukup memudahkan kita sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhir,” kata Bagas, Selasa (5/9).
Pendapat yang sama juga diungkap oleh Ahmad Bayu Ramadan mahasiswa jurusan Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Bayu menyebut langkah Nadiem membuat peraturan baru soal skripsi ini adalah keputusan tepat.
“Menurut saya ini menjadi tepat jika skripsi itu hanya dijadikan opsi. Tapi jika dihapus maka ya menjadi sebuah ketidaktepatan karena memang benar dari skripsi ini kita bisa melihat bagaimana struktur berpikir mahasiswa itu,” jelas Bayu.
Namun meski begitu, opsi untuk pembuatan skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa harus dilihat dari kacamata lain yakni Tri Darma Pendidikan.
Salah satu poin penting di Tri Darma Pendidikan ialah bagaimana mahasiswa melatih berpikir kritis melalui penelitian. Artinya, pembuatan skripsi pun menjadi penting untuk mahasiswa berpikir kreatis dan dituangkan lewat karya ilmiah.
Baca Juga:Sebut Skripsi Bukan Lagi Kewajiban untuk Kelulusan Mahasiswa, Ini Kata Nadiem Makarim
“Kan Tri Dharma Perguruan Tinggi sendiri salah satunya pendidikan dan penelitian ya, nah itu penelitian kita sebagai mahasiswa harus jalan,” kata Bagas.
Fenomena Joki Skripsi
Salah satu rahasia umum yang selama ini ada di kalangan mahasiswa tingkat akhir ialah joki skripsi. Soal ini, baik Bagas ataupun Bayu tidak memungkirinya.
Menurut Bagas, fenomena adanya joki skripsi ini memang sudah menjadi rahasia umum di kalangan mahasiswa.
Namun, Bagas berpendapat untuk memberantas tindak kecurangan tersebut bukan dengan menghapus skripsi, tapi lebih kepada pengawasan perguruan tinggi dan kesadaran mahasiswa.
“Lebih diperketat pengawasan ketika sedang pengerjaannya, contoh ketika sidang ketahuan mana mahasiswa yang mengerjakan skripsi dengan mahasiswa yang dengan sungguh-sungguh membayar skripsinya. Nah di situ peran dosen sangat diperlukan untuk pengawasan,” ucap Bagas.
Bagas mengaku, meski sebentar lagi akan menyusun skripsi, hingga detik ini dirinya belum pernah ditawari jasa joki skripsi itu.
Sementara Bayu yang saat ini berada di semester 7 mengaku sudah tidak asing dengan kata joki skripsi.
Bayu bahkan mengatakan bahwa sepengetahuannya ada dua tipe jasa joki skripsi. Ada joki skripsi yang menerangkan ke klien dari latar belakang hingga rumusan masalah, tapi ada juga joki yang langsung membuat jadi pesanan dari si klien.
“Ada joki skripsi yang sampai dengan tahap diajarin sama si penjokinya terkait apa yang dibuat sama si penjoki, dijelasin latar belakang masalahnya, rangka berpikirnya, metode penelitiannya. Ada yang memang terima jadi,” kata Bayu.
Namun, Bayu mengaku belum pernah mendapat tawaran untuk menggunakan jasa joki skripsi. Oleh karenanya, untuk besaran jasa tersebut pun ia tak mengetahuinya.
Selain soal joki skripsi yang jadi rahasia umum di kalangan mahasiswa tingkat akhir, proses pembuatan skripsi kerap membuat mahasiswa stres hingga berujung bunuh diri.
Menanggapi hal itu, Bagas kembali berpendapat bahwa yang salah dari hal itu bukan adanya skripsi, melainkan cara mahasiswanya menghadapi masalah tersebut.
“Proses pengerjaan skripsi itu ada aja jalan buntunya, nah dari situ dari teman-teman mahasiswa harapannya gak harus semua ditanggung sendiri. Mungkin bisa cari tempat lain untuk bercerita dan membantu pengerjaan skripsinya,” tandasnya.
Kontributor: Mae Harsa