“Mungkin buat masyarakat sendiri mulai merubah gaya hidup sebisa mungkin jika memungkinkan beralih dari transportasi probadi ke transportasi umum. Dan sebaliknya pemerintah juga harus kasih fasilitas yang proper,” ujarnya.
“Jadi gimana bisa minta masyarakat menggunakan transportasi umum kalau transportasi umumnya gak ada,” sambungnya.
Menurutnya, peran pemerintah dalam membuat transportasi umum yang memadai sebenarnya mampu menumbuhkan gairah masyarakat menggunakan transportasi umum.
“Aku sebagai pengguna transportasi umum merasa sebenernya kalau difasilitasin, warga Bekasi mau banget ko pakai transportasi umum. Terbukti dari membludaknya jalur busway dan kereta dari arah Jakarta-Bekasi banyak banget,” tandasnya.
Baca Juga:Ragukan Indeks Kualitas Udara Versi IQAir, KLHK: Standarnya Berbeda dengan Indonesia
Selain Ria, hal serupa juga dirasakan oleh Padin (22), pekerjaannya sebagai pengemudi ojek online membuatnya setiap hari harus berhadapan dengan polusi udara.
“Kerjaan di jalan gini ya udah biasa banget menghirup udara kotor,” kata Padin.
Ia mengatakan, dampak dari buruknya kondisi udara di Bekasi bagi kesehatannya memang belum terlalu ia rasakan. Namun menurut Padin, suhu di Bekasi belakang ini terasa semakin panas, sehingga membuatnya lebih mudah lelah.
“Kalau penyakit kayanya belum kerasa, katanya musim batuk pilek tapi saya belum ngerasin. Panas aja ini makin panas jadi gampang capek,” ujarnya.
Kontributor: Mae Harsa
Baca Juga:Kerek Kualitas Udara Jakarta, Pemprov DKI Kaji Efektivitas Sistem 4 in 1