SuaraBekaci.id - Ngadenin, 63 tahun masih sangat bugar saat memperlihatkan kondisi rumah miliknya yang sangat miris. Usia yang semakin menua, Ngedenin dipaksa merasakan ketidakadilan.
Rumah yang ia beli dari hasil peras keringat, dalam kondisi sangat memprihatinkan. Rumah Ngadenin dan istri Nurhidayati (55) saat ini tertutup tembok hotel setinggai 15 meter.
Untuk bisa mencapai rumah di Jalan Jatiwaringin RT 03/04, Jati Cempaka, Kota Bekasi itu, harus melalui got yang bercemar limbah, dipenuhi batu dan pecahan kaca.
Saluran air atau got sepanjang kurang lebih 2 meter itu jadi satu-satunya akses untuk sampai ke rumah Ngadenin yang ia bangun 24 tahun lalu.
Baca Juga:Kondisi Miris Rumah Lansia di Bekasi, Tertutup Tembok Hotel hingga Akses Jalan Harus Lewat Got
Ngadenin bercerita bahwa sebelum membangun rumah di lokasi itu, ia sempat tinggal di pinggir jalan raya. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan demi bisa membeli lahan dan membangun rumah untuk istri dan lima anaknya.
Berjuang dengan keringat dan darah, Ngadenin akhirnya bisa membeli lahan dan membangun sebuah rumah yang juga ia jadikan tempatnya berjualan sate dan tongseng.
Tahun berganti tahun sampai akhirnya Ngadenin merasakan pahitnya ketidakadilan. Seorang pengusaha properti membangun hotel di samping persis rumahnya.
Sejumlah tetangga Ngadenin menjual rumah dan lapaknya berjualan ke pengusaha hotel. Hingga akhirnya cuma Ngadenin yang bertahan.
Ngadenin kemudian dipaksa untuk menjual rumah miliknya. Meski disertai banyak ancaman, Ngadenin awalnya tak mau menjual rumahnya.
Baca Juga:Kesulitan Akses Jalan, Warga Ponorogo Ini Bangun Tembok Sampai Halangi 13 Keluarga
Namun, ancaman dari pihak hotel membuat ia merasa takut. Hingga akhirnya Ngadenin terpaksa menyerah saat akses jalan menuju rumahnya ditutup.
"Saya ditakut-takutin kalau enggak mau jual ke dia (pemilik hotel), nanti saya ditakut-takuti akan dikurung, ditutup (akses jalan) akhirnya saya nyerah," ucap Ngadenin lirih.
Parahnya, rumah Ngadenin ditawar dengan sangat murah oleh pihak hotel. Hasil penjualan rumah itu bahkan membuat Ngadenin tak bisa membeli rumah baru.
"Ditawar harganya sangat sangat rendah, tidak sesuai kalau buat beli rumah pengganti enggak dapet, setengah saja enggak dapat," ungkapnya.
Ngadenin beberkan awal membeli lahan dan membangun rumahnya, si pemilik lahan menyebut bahwa akses jalan itu berstatus tanah waqaf.
Namun, 10 tahun kemudian setelah membangun rumah di sana, ia mendapat informasi bahwa akses jalan sudah dimiliki pihak hotel.
"Saya beli di sini awalnya ada jalan, katanya sudah diwakafkan, tapi akhirnya dijual semua ke hotel sama jalannya saya enggak tahu," jelasnya.
Tiga tahun ke belakang, Ngadenin dan satu orang tetangga yang lain harus terima nasib, akses jalan mereka ditutup tembok hotel.
Butuh usaha ekstra bagi Ngadenin bisa bolak balik masuk dan keluar rumah. Akibatnya, kini Ngadenin dan istri terpaksa menumpang di sebuah warung sate berjarak 100 meter dari rumahnya.
Kontributor: Mae Harsa