DPRD Kota Bekasi Turut Ambil Bagian dalam Rakernis Adeksi 2022

Dalam UU 23 Tahun 2014 jelas disebut bahwa untuk mewujudkan Kesejahteraan Bersama tersebut dapat dilakukan dengan upaya-upaya strategis.

Fabiola Febrinastri | Iman Firmansyah
Kamis, 21 Juli 2022 | 16:39 WIB
DPRD Kota Bekasi Turut Ambil Bagian dalam Rakernis Adeksi 2022
Rapat Kerja Teknis ADEKSI 2022. (Dok: DPRD Kota Bogor)

SuaraBekaci.id - ADEKSI (Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia) menggelar rapat kerja teknis dalam rangka Lokakarya Nasional terkait Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah serta dampaknya. Acara tersebut dilaksankan selama tiga hari dari tanggal 28, 29 dan 30 Maret 2022 di Hotel Merlynn Park Harmoni, Jakarta Pusat dengan diikuti oleh kurang lebih sebanyak 13 DPRD Kota termasuk DPRD Kota Bekasi.

Rakernas tersebut dihadiri oleh Didik Sumadi, SH selaku Sekretaris Jenderal ADEKSI, lalu Direktur Eksekutif dan Bendahara Umum ADEKSI serta Narasumber  Dr. Halilul Khairi selaku pelaksana dalam Peraturan UU terkait dengan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Sementara itu, Sekretariat DPRD Kota Bekasi sendiri diwakili oleh Para Anggota Dewan dan Pimpinan, Kepala Bagian Umum, Tim Humas dan Protokol serta para staff dan pegawai Setwan.

Pada pelaksanaan hari pertama hanya terfokus pada sesi 1 dalam pembahasan terkait Hubungan Keuangan Antara Daerah dan Pusat serta Dampak nya. Dalam sambutannya Sekjen ADEKSI memaparkan mengenai program tersebut ditujukan kepada bukti kinerja Pemerintah Daerah dalam implementasi kesejahteraan masyarakat di segala bidang.

“Setidaknya pada malam hari ini, dengan hadirnya para pejabat yang kompeten pada masalah ini diantaranya Dirjen Kementrian Keuangan, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, Direktur Eksekutif KPPUD. Dengan nantinya kita mempunyai gambaran sejak awal terkait masalah tersebut sehingga kita dapat meracik formula dalam menciptakan dan meracik peraturan pada daerah kita sendiri sendiri sehingga mampu menjadi sebuah bukti atas kinerja pemerintrah, untuk pelayanan dan kesejahteraan masyarakat," ujar Didik Sumardi.

Baca Juga:MMKSI Perkenalkan Secara Langsung New Colt L300 kepada Konsumen Loyal di Bekasi

Selanjutnya, agenda dilanjutkan kepada pemaparan materi oleh Narasumber yaitu Dr. Halilul Khairi, M.Si dalam fokus utama nya yaitu mengenai Isu krusial tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam kesempatannya, ia menjelaskan bahwa keauangan Daerah dan Pusat masih tidak seimbang serta belum adil, untuk hal-hal lainnya terkait isu-isu tersebut seperti  DAU dan DAK, Anggaran Belanja Pegawai, Anggaran Belanja Infrastruktur, Keseimbangan antara Daerah dan Pusat serta tentang Kesehatan dan Pendidikan.

“Isu Progresif terkait DAU adalah teknis perhitungan Cost Unit nya rumit dan kompleks. Dan Untuk DAK terkait penyebaran Keluarannya yang tadinya hanya untuk pegawai saja, sekarang sudah lebih mencakup banyak hal. Alokasi DAU tidak lagi ditentukan minimal dalam presentase tertentu. Terkait alokasi tersebut pun, APBN tidak tersedia juga sehingga dikhawatirkan belanja hanya terpusat pada pusat saja, sementara daerah nya terbengkalai," ucap Halilul Khairi.

“Belanja Pegawai dibatasi maksimal 30 % sementara saat ini masih banyak daerah yang pegawainya masih 50%. Pembatasan tersebut dikhawatirkan akan terjadi nya penurunan dalam pelayanan pemerintah terutama di bidang pendidikan dan kesehatan serta ditakutkan pembatasan ini akan menurunkan kinerja pemerintah," tambahnya.

Ia menjelaskan, bahwa belanja Infrastruktur Bagi daerah Alokasi dana hanya 40%, sementara di pusat sudah mencapai 90%. Dikhawatirkan menurunkan pelayanan pemerintahan yang non fisik seperti pelatihan pendidikan dan kesehatan serta pemberdayaan masyarakat, sehingga dengan angka hanya 40 % tersebut dapat menjadi tidak efektif alur pembelanjaannya di daerah.

“Keseimbangan Pusat dan Daerah, alokasi anggaran yang sangat kecil kepada daerah mengakibatkan ruang belanja daerah tidak kuat sehingga tidak mampu menyaingi pusat sehingga dibutuhkan DPD untuk mengurus hal tersebut. Pusat memiliki Alokasi sebanyak 64% dengan bobot beban sebesar 36%. Sedangkan daerah memiliki 36% pada alokasi dan 64% pada beban. Data ini merupakan data yang mencakup PNS, TNI dan Polri. Berdasarkan data tersebut, dilihat bahwa hubungan keuangan daerah dan pusat belum adil dan belum selaras antara uang yang diserahkan dengan beban yang diampuh," papar Halilul Khairi.

Baca Juga:Warga Jatisampurna Digegerkan dengan Penemuan Mayat Perempuan Nyaris Bugil di Kali Cikeas

Ia menambahkan untuk kondisi kesehatan dan pendidikan masih berada dibawah standar yang layak, sehingga dapat dikatakan bahwasannya otonomi daerah tidak berhasil dalam menjamin kesejahteraan masyarakat nya.

Kemudian di hari kedua yang dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2022 dihadiri oleh Anggota Dewan dan Sekretariat DPRD dari 13 Kota yang salah satu nya adalah DPRD Kota Bekasi. Sementara itu, di hari kedua ini pun dihadiri oleh Direktur Teknis ADEKSI, Ahmad Suparna.

“Sebagai Stakeholder dan penyelenggara daerah, mari Bersama berjuang untuk menguatkan pondasi Otonomi Daerah terkait upaya kita dalam menindak lanjuti UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. KPUD merupakan Lembaga Non Pemerintah yang terfokus pada advokasi dan kajian isu-isu terkait Keuangan dan Desentralisasi Fiskal," imbuh Direktur Teknis ADEKSI, Ahmad Suparna.

“ Semoga dengan Sharing diantara kita semua dapat berkontribusi terutama bagi ADEKSI Seluruh Indonesia untuk sama-sama menguatkan apa yang kita sebut sebagai Tata Kelola Daerah," tegasnya.

Terkait hal tersebut ia melanjutkan, dalam 2 Tahun ini, sebanyak 271 daerah pasti dipimpin oleh pejabat daerah sehingga ini merupakan momen yang krusial bagi kita karena bersamaan dengan dikeluarkannya 3 UU oleh Pemerintah Pusat yang cukup strategis bagi daerah, diantara nya yaitu UU Cipta Kerja, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, lalu UU Ibu Kota Negara.

“Terkait 3 UU ini menjadi sebuah hal yang krusial karena dalam artiannya, karena para Pejabat Daerah akan menjadi Kapten bagi Daerah nya sendiri-sendiri untuk menindak lanjuti UU tersebut. Kepala Daerah tentunya melewati DPRD merupakan penyelenggara Pemerintah Daerah yang berperan penting untuk mendorong dan merespon tentang 3 UU itu," pungkasnya.

Otonomi Daerah sendiri dapat diartikan sebagai kebebasan (kewenangan) yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang memungkinkan mereka untuk membuat inisiatif sendiri dalam rangka mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Otonomi Daerah merupakan kebebasan untuk dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dengan implementasinya tertuju kepada Kesejahteraan Bersama yang memang disebut sebagai cita-cita Bangsa Indonesia. 

Dalam UU 23 Tahun 2014 jelas disebut bahwa untuk mewujudkan Kesejahteraan Bersama tersebut dapat dilakukan dengan upaya-upaya strategis. Seperti peningkatan Pelayanan dan Pemberdayaan, Peran Serta Masyarakat dan Peningkatan Daya Saing Daerah dengan memperhatikan beberapa aspek penting, yaitu Efisiensi dan Efektifitas, Hubungan Pusat dan Daerah serta potensi dan juga terkait dengan Keanekaragaman Daerah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini