Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Melegalkan Seks Bebas? Ini Isi Peraturan Tersebut

"Netizen kelompok kontra/menolak menilai Permendikbudristek PPKS akan melegalkan seks bebas dan tak sesuai dengan norma hukum, agama, dan budaya Indonesia," ungkap Rustika.

Lebrina Uneputty
Sabtu, 20 November 2021 | 10:41 WIB
Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Melegalkan Seks Bebas? Ini Isi Peraturan Tersebut
Bidik layar video Mendikbud Nadiem Makarim saat melatik 29 pejabat Kemendikbud dan rektor secara virtual. (istimewa).

SuaraBekaci.id - Polemik Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi yang disebutkan kubu netizen yang kontra bahwa aturan tersebut melegalkan seks bebas

Mereka membicarakan soal Pasal 5 Ayat 2 yang berbunyi "Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban" yang butirnya akan dicantumkan berikut ini. 

Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi
informasi dan komunikasi.

Pasal 5

Baca Juga:Hubungan Luar Nikah Marak, LDII: Permendikbud Jangan Terkesan Legalkan Zina

Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

1. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau
identitas gender Korban.

2. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;

a. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban.

b. Menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.

Baca Juga:USU Dukung Permendikbud Soal Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus

c. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban.

d. Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

e. Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

f. Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

g. Mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi.

h. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban.

i. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.

j. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian
tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban.

k. Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban.

l. Memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.

m. Mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual.

n. Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi.

o. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.

p. Memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi.

q. Memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil.

r. Membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau

s. Melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

Sementara ayat selanjutnya menjelaskan tentang butir kata korban yang dimaksud.

ayat (3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:

  1. Memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan
    kedudukannya;
  3. Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
  4. Mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
  5. Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
  6. Mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
  7. mengalami kondisi terguncang

Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin 15 November lalu mencatat sepanjang 28 Oktober sampai dengan 11 November 2021 ruang percakapan media sosial diramaikan dengan isu Permendikbudristek PPKS.

 "Berdasarkan data agregat media sosial dalam rentang waktu 28 Oktober s.d. 11 November 2021 tercatat 48.315 unggahan konten yang memperbincangkan mengenai polemik Permendikbudristek PPKS," kata Rustika seperti dikutip dari Antara.

Menurut dia, sebanyak 55 persen warganet mendukung diundangkannya Permendikbudristek PPKS. Berdasarkan riset, netizen/warganet kelompok pendukung menilai aturan tersebut dapat menekan angka kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Selain itu, kelompok netizen pro juga berpendapat bahwa aturan tersebut juga dapat menjadi payung hukum bagi korban kekerasan agar lebih berani bersuara.

Kelompok pendukung Permendikbudristek PPKS, kata Rustika, mengangkat tagar #DukungPermenPPKS #BerantasPredatorDikampus dan #DukungPermendikbud30 di media sosial. Sementara itu, kelompok netizen yang menolak atau kontra mencapai 45 persen.

 "Netizen kelompok kontra/menolak menilai Permendikbudristek PPKS akan melegalkan seks bebas dan tak sesuai dengan norma hukum, agama, dan budaya Indonesia," ungkap Rustika.

 Kelompok penolak menyuarakan tagar #CabutPermendikbudristek No30 #IndonesiaTanpaJil dan #NadiemOleng
 Berdasarkan riset I2, ada beberapa poin dalam Permendikbudristek PPKS yang menuai pro dan kontra.

Netizen yang mendukung menilai aturan tersebut hadir demi melindungi korban-korban kekerasan seksual di dunia pendidikan. Warganet juga meyakini aturan itu dapat membuat para korban kekerasan seksual berani bersuara.

 Kubu pendukung juga meyakini hadirnya aturan tersebut dapat memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini