SuaraBekaci.id - Seorang guru honorer SD Negeri Karawang Kulon I berinisial EFM ( 28 ) diduga menjadi korban kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan oleh orang tua murid.
Melalui wawancara dengan tim suarabekaci.id, Jumat,(12/11/2021) Warga Desa Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang menceritakan asal mula kejadian yang menimpanya.
EFM menceritakan pergumulan yang dilakukan orang tua wali murid ini telah terjadi sebanyak tiga kali sampai akhirnya EFM mengalami keguguran.
Kejadian bermula, tanggal 7 September 2021 ketika proses belajar mengajar daring SDN Karawang Kulon, dengan gurunya adalah EFM sebagai pembimbingnya.
Namun, seorang orang tua murid DM mengaku tak dapat mengikuti daring yang diwajibkan kepada anak karena terkendala pekerjaan. Orang tua murid DM kemudian mengajukan aksi protes belajar daring kepada EFM.
Karena mendapat keberatan dari orang tua murid yang lain, EFM pun mengganti metode pembelajaran tidak menggunakan online atau daring melainkan dengan metode video atau voice note.
Namun, kemarahan orang tua murid EM saat meluapkan keberatan dengan metode belajar online itu menyisakan bekas pada EFM. " Tapi memang marah marahnya sih udah kasar," lanjut EFM.
Eka merasa kerap dipersekusi orang tua murid EM menurut Eka masih terus belanjut. Tanggal 4 Oktober 2021 saat PTMT
Berlanjut adalah tanggal 4 Oktober 2021 saat Pertemuan Tatap Muka Terbatas ( PTMT ) yakni pembelajaran tatap muka satu minggu dua kali dengan pembagian siswa menjadi 2 kelompok di setiap kelasnya berdurasi 1 jam pelajaran, kemudian di hari lain tetap menggunakan daring.
Pada pembelajaran inilah saat usai melakukan pelajaran tatap muka, berdasarkan keterangan EFM orang tua DM menghubungi kembali dirinya dan mengaku mendapat laporan dari anak mereka mengenai perlakuan tidak baik Eka terhadap anaknya.
" Guru pengecut, kamu gimanain anak saya, gitu katanya dengan bahasa kasar, katanya saya memukul anaknya menggunakan bolpoin," ungkap EFM.
Dirinya yang tak merasa melakukan perbuatan tersebut pun merasa bingung.
" Saya langsung kaget dan nanya ke anak anak yang lain, saya pernah mukul ? Enggak, saya boro boro mukul mba, tapi pembelajaran satu jam itu saja dirangkum tidak cukup," jelas EM terkait tuduhan tersebut.
Akhirnya EFM menutup panggilan telepon yang langsung membuat orang tua murid datang di keesokan harinya.
" Dateng ibunya dan neneknya DM itu ke sekolah, untung saya sempat merekam percakapan mereka ke saya," lanjut EM
Pada perseteruan kedua tersebut, pihak orangtua DM menyudutkan dan memaki EM dengan kata kasar dan tidak memberikan kesempatan untuk menjelaskan.
" Bilang katanya saya memukul anaknya pakai bolpoin, difitnah mewajibkan anak anak les, saya katanya mendiskriminasi anaknya," begitu penjelasan EM.
Perseteruan antara orang tua DM dengan Eka pun tak berakhir baik karena tidak mendapatkan kata damai pada saat itu.
Timbul permasalahan berikutnya yakni mengenai keterbukaan dalam group orangtua siswa dan guru selain mengenai pembahasan materi.
Rencananya pada tanggal 25 Oktober 2021 EM ditugaskan untuk mendampingi murid murid kelas 5 dalam program Asesmen Kompetensi Minimum ( AKM ) sehingga pembelajaran tatap muka yang sebelumnya dilakukam seminggu 2 kali kembali diliburkan dan dialihkan menjadi daring.
" Nah hari sabtu sebelumnya saya ingat betul yakni tanggal 23, saya ngirim tugas ke group kelas cara membuat gambar kolase," cerita EFM.
Di kesempatan tugas tersebut, beberapa orangtua siswa mengirimkan tugas anak mereka ke group Whatsapp. Akan tetapi Eka mengaku penilaian dilakukan secara langsung di hari Selasa nanti.
Tidak ingin membuat kecewa atas kiriman tugas di Whatsapp group, EFM memberikan apresiasi kepada mereka dalam bentuk emoticon. Disinilah orangtua DM kembali merasa di anaktirikan EFM.
" Saya gak ngeh, pas mungkin DM yang ngirim saya kasih emoticon jempol saja, akan tetapi bukan hanya DM namun anak yang lain juga sama, dan saya sudah jelaskan bahwa bentuk penilaian bukan emoticon akan tetapi langsung nanti di hari Selasa, emoticon hanya bentuk apresiasi saya di group," jelas EM mengenai kesalahpaham emoticon tersebut.
Akan tetapi rupanya perselisihan emoticon ini berbuntut panjang dan berakhir fatal pada diri Eka.
" Besoknya hari Seninnya, saya baru sampai mereka sudah nunggu di depan ruang guru, Ibu dan Neneknya DM," Terangnya.
Di situlah nenek dan ibu dari DM mengancam EFM dengan kata kasar namun tidak ditanggapi olehnya.
EFM pun masuk dan duduk di ruang guru sembari meminta saran kepada Kepala Sekolah apa tindakan yang seharusnya ia lakukan.
" Akhirnya Kepala Sekolah bilang udah suruh pulang saja dulu," kata EFM menirukan ucapan Kepala Sekolah kala itu.
Akan tetapi orangtua DM yakni nenek dan ibunya tetep kekeuh ingin menyelesaikan perseteruan mereka saat itu juga.
Eka yang bingung harus berbuat apa akhirnya diminta oleh guru lain untuk tetap melakukan tugasnya hari itu yakni pendampingan siswa AKM agar suasana tenang.
Saat EFM keluar ruangan guru hendak menuju ke ruang komputer pihaknya mengaku mendapat teriakan dan perkataan lagi dari orangtua DM yang menuduhnya melarikan diri.
Sebisa mungkin EFM menjelaskan tugasnya hari itu dan memilih meninggalkan mereka.
" Ketika saya masuk ke ruang komputer, saya lagi menunggu anak anak AKM, tiba tiba mereka masuk, marah marahin saya nunjuk nunjuk saya, yang kemudian saya rekam," jelas EM melanjutkan pasca dirinya memasuki ruang komputer.
Dalam peristiwa merekam tersebut, ternyata pelaku yakni nenek dan ibu DM mengetahui bahwa Eka merekam ucapan mereka, sehingga terjadilah saling tarik dan kekerasan di dalam ruangan yang disaksikan pula oleh siswa siswi AKM.
" Saya didorong berapa kali ke kursi, saya mau menghindar cuman didorong beberapa kali, mereka berdua nyerang saya keroyokan dibelakang itu murid murid anak kelas 5 yang melihat," cerita EM masih dalam sambungan telepon.
Di lokasi kejadian juga terdapat beberapa guru yang berusaha melerai namun pergumulan perebutan telepon genggam tersebut terus terjadi hingga tangan korban EM mendapat luka cakaran.
Korban yang ketakutan kemudian menghubungi suami dan mertuanya hingga akhirnya mereka dikumpulkan di ruang kepala sekolah dengan maksud berdamai.
Fitnahan muncul lagi dalam perselisihan tersebut dimana EM dituduh salah dan lalai menilai LKS.
" Padahal dari awal sampai saya keguguran tidak pernah dikasih lihat LKS nya," terang EFM.
Lebih lanjut saat berada di ruang Kepala Sekolah dalam proses mediasi, terjadilah penyudutan kembali dengan ayah dari DM sudah datang.
EFM akhirnya mengaku telah meminta maaf terlebih dahulu kepada pihak orangtua DM, namun ditanggapi sinis dan perkataan kasar dari mereka hingga akhirnya EM pingsan.
" Tangan aku ditepis sama ibunya DM dan disumpahin, saya sumpahin anak kamu keguguran, saking saya syoknya denger itu, saya pingsan," terang EFM di akhir pergumulan tersebut.
Pasca mengalami pingsan, Eka mengalami kontraksi dan pendarahan dirumahnya, sempat diperiksakan ke Bidan namun pada akhirnya harus di kuret Di Rumah Sakit akibat pendarahan hebat yang terjadi.
EFM mengaku syok dan sangat terpukul dengan keguguran calon anak keduanya ini.
"Padahal saya sudah menunggu 5 tahun untuk mendapatkan ini, dengan kejadian ini, anak saya yang pertama juga nanyain terus adiknya ini kemana," ungkap EFM sedih.
Akhirnya satu minggu tidak ada itikad baik dari kekuarga DM untuk meminta maaf, maka EM melaporkan peristiwa yang menimpanya ke pihak kepolisian.
EFM yang kini masih terbaring lemah dirumahnya dan harus menjalani perawatan Psikologi, hanya berharap keadilan bisa ditegakkan dan proses ini berjalan lancar, sehingga tidak ada peristiwa serupa.
Pemeriksaan keterangan korban juga dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polres Karawang AKP Oliestha Ageng Wicaksono telah dilakukan kemarin Kamis, 11 November 2021. Pihaknya akan melanjutkan proses pelaporan ini ke tahap lebih lanjut.
Kontributor : Ririn Septiyani