Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Rabu, 16 Agustus 2023 | 18:06 WIB
Breaking News! Kualitas Udara di Bekasi Berbahaya, Warga Mulai Terserang Penyakit (Suara.com/Mae Harsa).

SuaraBekaci.id - Tak hanya di Jakarta, kualitas udara di Bekasi juga masuk dalam kondisi kategori kualitas udara tidak sehat.

Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada Rabu (16/8) pukul 16.30 WIB, indeks kualitas udara (AQI) berada di angka 155 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5.

Angka tersebut tergolong tinggi dan jauh dari kategori udara sehat yang seharusnya berada di rentang angka 0-50.

Kondisi ini membuat kekhawatiran bagi masyarakat Bekasi, terutama bagi mereka yang kerap beraktivitas di luar ruangan.

Baca Juga: Ragukan Indeks Kualitas Udara Versi IQAir, KLHK: Standarnya Berbeda dengan Indonesia

Salah satu warga, Ria (25) mengaku bahwa kualitas udara Bekasi yang saat ini masuk dalam kategori tidak sehat telah ia rasakan dampaknya.

Dirinya yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai swasta mengaku belakangan ini kerap terserang penyakit seperti radang tenggorokan, batuk, dan pilek.

“Kondisi kesehatan aku terkait dengan kondisi (polusi) ini mungkin udah kena efeknya ya karena sempet radang, batuk pilek gitu dan akhirnya menghambat kerjaan,” kata Ria, kepada SuaraBekaci.id, Rabu (16/8).

Kondisi udara bekasi yang tidak sehat diiringi dengan buruknya kondisi kesehatan membuat Ria merasa pekerjaannya terhambat. Padahal, bidang pekerjaannya memerlukan mobilitas yang tinggi.

Selain itu, Ria juga mengaku saat ini dirinya seringkali merasa khawatir terkait kondisi kesehatan dirinya dan keluarganya.

Baca Juga: Kerek Kualitas Udara Jakarta, Pemprov DKI Kaji Efektivitas Sistem 4 in 1

“Apalagi kalau baca-baca akan jauh lebih buruk ketika kita hidup dengan polusi secara terus menerus secara jangka panjang dampak ke kesehatan akan jauh lebih buruk lagi. Jadi sangat mengkhawatirkan,” tuturnya.

Kendati demikian, secara sadar Ria mengatakan bahwa ia pun melakukan berbagai upaya guna meminimalisir dampak buruk dari kualitas udara Bekasi yang tidak sehat ini.

“Karena konsekuensi kerjaan yg bikin aku harus beraktivitas d luar ruangan, aku selalu pakai masker kalau keluar ruangan, sebisa mungkin pakai public transportation untuk mobilitas, dan lebih aware sama jejak emisi karbon yg aku pakai, seperti sesederhana sedikit lebih bijak pakai listrik,” jelasnya.

“Sama sering-sering meditasi dan istighfar dengan kondisi yg makin gak membaik tiap harinya biar gak stres,” ujar Ria sambil tertawa.

Menurut Ria, kondisi udara yang buruk bukanlah fenomena baru melainkan sudah ada sejak beberapa waktu lalu. Namun memang baru ini lagi menjadi pusat perhatian.

Oleh karenanya, Ria berharap saat momentum di mana pusat perhatian sedang tertuju pada persoalan kualitas udara yang buruk ini, baik Pemerintah dan masyarakat bisa bergotong royong memperbaiki kondisi tersebut.

“Mungkin buat masyarakat sendiri mulai merubah gaya hidup sebisa mungkin jika memungkinkan beralih dari transportasi probadi ke transportasi umum. Dan sebaliknya pemerintah juga harus kasih fasilitas yang proper,” ujarnya.

“Jadi gimana bisa minta masyarakat menggunakan transportasi umum kalau transportasi umumnya gak ada,” sambungnya.

Menurutnya, peran pemerintah dalam membuat transportasi umum yang memadai sebenarnya mampu menumbuhkan gairah masyarakat menggunakan transportasi umum.

“Aku sebagai pengguna transportasi umum merasa sebenernya kalau difasilitasin, warga Bekasi mau banget ko pakai transportasi umum. Terbukti dari membludaknya jalur busway dan kereta dari arah Jakarta-Bekasi banyak banget,” tandasnya.

Selain Ria, hal serupa juga dirasakan oleh Padin (22), pekerjaannya sebagai pengemudi ojek online membuatnya setiap hari harus berhadapan dengan polusi udara.

“Kerjaan di jalan gini ya udah biasa banget menghirup udara kotor,” kata Padin.

Ia mengatakan, dampak dari buruknya kondisi udara di Bekasi bagi kesehatannya memang belum terlalu ia rasakan. Namun menurut Padin, suhu di Bekasi belakang ini terasa semakin panas, sehingga membuatnya lebih mudah lelah.

“Kalau penyakit kayanya belum kerasa, katanya musim batuk pilek tapi saya belum ngerasin. Panas aja ini makin panas jadi gampang capek,” ujarnya.

Kontributor: Mae Harsa

Load More