Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Sabtu, 12 Agustus 2023 | 08:20 WIB
Breaking News! Kemarau Bikin Petani di Mustikasari Boncos, Saluran Air Mengering, Biaya Pengairan Membengkak (Suara.com/Mae Harsa)

SuaraBekaci.id - Musim kemarau mulai berdampak pada lahan pertanian yang dikelola Kelompok Tani Benda Jaya, Kelurahan Mustikasari, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi.

Ketua Kelompok Tani Benda Jaya, Niman (56) mengatakan sawahnya mengalami kekeringan akibat saluran air di sekitar sawahnya sudah tidak mengalir lagi.

“Sekarang ini sudah mulai agak kekeringan, biasanya dari saluran (mengairi sawah), sekarang sudah kering (saluran),” kata Niman, saat ditemui awak media, Jumat (11/8).

Pantauan Suarabekaci.id di lokasi, kondisi tanah di sawah tersebut telah mengering dan retak-retak. Saluran air di sekitar lokasi terlihat kotor dan tidak mengalir.

Baca Juga: Gerak Cepat, Kementan Optimalisasi Pasokan Air untuk Bantu Kekeringan di Indramayu

Kata Niman, saluran air tersebut juga mulai mengering. Sebab, tinggi air di saluran tersebut telah menyusut hingga 50 centimeter.

Saluran air yang tidak lagi berfungsi itu membuat Niman terpaksa harus menggunakan pompa air untuk tetap mengairi sawahnya.

Niman membutuhkan empat pompa air untuk mengairi sawah seluas 2,5 hektar yang ia kelola bersama satu orang temannya.

Kondisi ini membuat Niman harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dari biasanya. Dalam seminggu ia membutuhkan biaya Rp400 ribu untuk mengairi sawahnya.

“Kalau satu mesin sepuluh liter sehari semalam, kalau bukan dari pantekan (pompa air) agak ringan. 1 mesin itu kan Rp100 ribu, untuk seminggu sekali (penggunaan),” jelasnya.

Baca Juga: Dampak El Nino, Dua Kecamatan di Boyolali Alami Bencana Kekeringan

Selain biaya pengelolaan sawah yang bertambah tinggi, dampak dari kekeringan juga memengaruhi kualitas padi yang semakin menurun.

“Ya hasil (padi) kurang bagus, karena ada hitam-hitamnya, ukurannya lebih kecil isinya kurang full (penuh),” ujarnya.

Namun, meskipun kualitas padi menurun Niman mengaku terpaksa harus menjual hasil padinya dengan harga yang lebih tinggi. Hal itu ia lakukan untuk menutupi biaya pengelolaan sawah yang juga membengkak.

“(Harga jual) ya kita tingkatin, karena kita kan pakai biaya ngambil air dari bawah (pompa air). Sekarang 6000 perkilogram, kalau dulu kan 5000 per kilogram,” ucapnya.

Niman mengaku, kondisi kekeringan seperti ini baru ia rasakan kembali setelah terakhir terjadi pada 2017 lalu.

Kontributor: Mae Harsa

Load More