Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Kamis, 06 Oktober 2022 | 23:33 WIB
Sejumlah coretan berisi kekecewaan menghiasi dinding Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Selasa (4/10/2022). Mereka minta agar kasus Tragedi Kanjuruhan yang menelan lebih dari 100 orang meninggal dunia diusut tuntas. [Suara.com/Dimas Angga]

SuaraBekaci.id - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam jumpa pers di Kota Malang Kamis (6/10) beberkan kronologis tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan 131 orang dan 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang luka berat.

Menurut Kapolri, panpel pertandingan Arema vs Persebaya pada 12 September 2022 mengirimkan surat epada Polres Malang terkait laga yang dimulai pukul 20.00 WIB itu.

Surat itu kemudian menurut Kapolri ditanggapi secara resmi oleh Polres Malang dengan menyarankan mengubah jadwal pelaksana pertandingan menjadi pukul 15:30 WIB.

Akan tetapi saran dari Polres Malang tersebut ditolak oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) dengan alasan jika waktu pertandingan digeser, maka akan ada sejumlah konsekuensi yang harus ditanggung seperti adanya pembayaran ganti rugi.

Baca Juga: Dirut LIB Resmi Tersangka, Ini Tanggapan Ketua Umum PSSI

Selanjutnya, Polres Malang melakukan persiapan dengan melaksanakan rapat koordinasi dan menambah personel yang akan bertugas pada laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dari sebelumnya 1.073 personel menjadi 2.034 personel.

"Kemudian, dalam rakor tersebut juga disepakati khusus untuk suporter yang hadir hanya dari Aremania," ujarnya mengutip dari Antara.

Pada hari H pertandingan, kondisi di Stadion Kanjuruhan awalnya berlangsung normal. Keadaan kemudian berubah di akhir pertandingan, tim tuan rumah kalah 2-3 dari Persebaya.

Dari penjelasan Kapolri, sejumlah penonton masuk ke lapangan dan personel kepolisian kemudian melakukan pengamanan khususnya kepada ofisial dan pemain Persebaya Surabaya dengan menggunakan empat unit kendaraan taktis barakuda.

"Proses evakuasi berjalan cukup lama, hampir satu jam, karena sempat terjadi kendala dan hambatan karena memang terjadi penghadangan. Namun demikian semua bisa berjalan lancar dan evakuasi saat itu dipimpin Kapolres Malang," ucapnya Kapolri.

Baca Juga: Ucapan Duka Eks Pelatih Arema Milan Petrovic untuk Korban Kanjuruhan: Ini Tragedi Besar!

Tembakan Gas Air Mata ke Arah Tribun Penonton

Kondisi semakin tak terkendali menurut Kapolri karena semakin banyak penonton yang turun ke lapangan sehingga, akhirnya kemudian anggota yang bertugas mulai melakukan kegiatan penggunaan kekuatan.

"Seperti yang kita lihat, ada yang menggunakan tameng, termasuk pada saat mengamankan kiper Arema FC Adilson Maringa," ujarnya.

Di situasi itu, menurut Kapolri, beberapa personel menembakkan gas air mata. Tembakan itu, mengakibatkan para penonton, terutama yang ada di tribun kemudian panik dan berusaha meninggalkan arena.

Dari hasil investigasi, belasan tembakan gas air mata jatuh ke arah yang berbeda-beda. Delapan di antaranya tepat mengarah ke tribun penonton. Kondisi yang membuat panik dan timbulkan malapetak setelahnya.

"Tembakan ke arah tribun selatan tujuh, tembakan ke tribun utara satu, dan ke lapangan tiga tembakan," ucapnya Kapolri.

Dalam penjelasannya, Kapolri mengakui bahwa tembakan gas air mata itu membuat penonton semakin panik. Namun Kapolri dalam penjelasannya kembali menegaskan bahwa tembakan untuk cegah penonton ke lapangan.

Penonton yang kemudian berusaha untuk keluar, khususnya di pintu 3, 10, 11, 12, 13 dan 14 mengalami kendala karena pintu yang terbuka hanya kurang lebih selebar 1,5 meter. Kemudian, para penjaga pintu, tidak berada di tempat.

Akibat kondisi tersebut, terjadi desak-desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu keluar itu hampir 20 menit. Akibat berdesakan ditambah adanya gas air mata, banyak korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala dan leher.

"Sebagian besar yang meninggal dunia mengalami asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang," katanya.

Load More