Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Kamis, 31 Maret 2022 | 16:02 WIB
Tap MPRS No 25 Tahun 1966 (Ist)

SuaraBekaci.id - TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 jadi sorotan setelah pernyataan dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terkait penerimaan calon prajurit TNI.

Dalam video di kanal Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, Pangilima TNI itu menegaskan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar jika ada keturunan PKI ingin menjadi prajurit TNI.

Pro kontra pun bermunculan pasca pernyataan Jenderal Andika Perkasa tersebut. Dalam video itu, Jenderal Andika tengah apat penerimaan Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI Tahun Anggaran 2022.

Di video itu, Jenderal Andika bertanya kepada Direktur D BAIS TNI Kolonel A Dwiyanto soal aturan yang tercantum pada nomor 4.

Baca Juga: Keturunan PKI Bisa jadi Tentara, Komnas HAM Dukung Panglima TNI Andika Perkasa Demi Hapus Stigma

"Oke nomor 4 yang mau dinilai apa? Kalau dia ada keturunan dari apa?," tanya Andika.

"Pelaku kejadian tahun 65-66," jawab Kolonel A Dwiyanto.

Jenderal Andika kemudian bertanya lagi soal dasar hukum dan dijawab oleh anak buahnya itu soal Tap MPRS nomor 25.

Jenderal Andika menegaskan bahwa di aturan TAP MPRS 25 itu tidak ada penjelasan bahwa keturunan dari komunis dilarang untuk masuk sebagai prajurit TNI.

Lantas seperti Apa TAP MPRS Nomor 25 itu?

Baca Juga: Keturunan PKI Jadi Trending Topic, Warganet Ingatkan Jenderal Andika Perkasa Soal Pesan Gatot Nurmantyo

Tap MPRS ini ditetapkan oleh Ketua MPRS Jenderal TNI AH Nasution pada 5 Juli 1966. Aturan hukum ini berisi pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme

Aturan ini muncul setelah geger peristiwa G30S. Di era Gus Dur, publik pun sempat berpolemik terkait aturan hukum ini.

Gus Dur yang saat ini menjabat sebagai presiden berkenginan untuk mencabut TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966. Tentu saja langkah Gus Dur ini mendapat tentangan dari banyak pihak.

Menteri Riset dan Teknologi di Era Gus Dur, Shohibul Hikam mengutip dari NU Online mengatakan bahwa kebijakan itu diambil sebagai upaya rekonsiliasi

"Jadi TAP MPR no 25 tahun 66 tentang pelarangan PKI meski dicabut. Karena berlawanan dengan spirit Pancasila yang tak tertulis (Bhineka Tunggal Ika) yang sudah dilaksanakan bangsa Indonesia 7 abad sebelum proklamasi kemerdekaan. Tak hanya itu, teks UUD 45 mengamanahkan agar negara melindungi segenap bangsa Indonesia," kata AS Hikam pada 2020.

"Bagi saya pernyataan Gus Dur bukan hanya statmen guyon tapi itu filosofi ground atau dasar filosofi yang serius. Kalau mau betul rekonsiliasi dasarnya harus Pancasila, UUD 45 dan prinsip kewarganegaraan sebagai landasan operasional yang praktis," ungkapnya.

Load More