Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo | Yaumal Asri Adi Hutasuhut
Rabu, 23 Februari 2022 | 21:44 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers penetapan tersangka korupsi Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2021). [Suara.com/Welly]

SuaraBekaci.id - Walikota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi diduga lakukan pemotongan anggaran kelurahan untuk kepentingan pribadi. Hal ini terungkap setelah pemeriksaan dua orang lurah di Bekasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada hari ini, Rabu (23/2/2022), tim penyidik KPK melakukan pemeriksaan kepada dua lurah, yakni Lurah Jatikarya, Sulatifah dan Lurah Jatiwarna, Karyadi.

Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Menurut Juru Bicara KPK, Ali Fikri, keterangan dua lurah itu untuk mendalami pengetahuan mereka terkait dugaan pemotongan anggaran kelurahan yang dilakukan oleh Rahmat Effendi.

Dari keterangan saksi ini, kata Ali, pemotongan anggaran yang diduga dilakukan Rahmat Effendi untuk keperluan pribadinya.

Baca Juga: Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi Diduga Sunat Anggaran Kelurahan untuk Kebutuhan Pribadi

"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain adanya dugaan pemotongan anggaran kelurahan oleh tersangka RE (Rahmat Effendi) yang dipergunakan untuk kebutuhan pribadi tersangka RE (Rahmat Effendi)," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/2/2022).

Selain memeriksa dua orang lurah, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Kota Bekasi yang juga berstatus saksi.

Mereka adalah Heryanto Suparjan (Kabid Pertanahan Dinas Perkimtan Pemkot Bekasi), Usman (Kasi Pertanahan Dinas Perkimtan Pemkot Bekasi) dan Joni Purwanto (Kepala Bagian Keuangan PDAM Tirta Bekasi).

Sedangkan untuk para saksi ini, tim penyidik KPK memeriksa keterangan terkait penentuan lahan untuk lokasi beberapa proyek di Pemkot Bekasi, yang diduga ditentukan oleh Rahmat Effendi.

"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan penentuan lahan untuk lokasi beberapa proyek di Pemkot Bekasi yang diduga ditentukan sepihak oleh tersangka RE (Rahmat Effendi)," jelas Ali.

Baca Juga: Lurah Pedurenan dan Kepala Bapelitbangda Bekasi Diperiksa KPK Terkait Kasus Dugaan Korupsi Rahmat Effendi

Sebelumnya pada Kamis (6/1), KPK menetapkan sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait dengan kasus yang mejerat Rahmat Effendi.

Para penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Lalu, pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Load More