Antonio Juao Silvester Bano
Minggu, 24 Januari 2021 | 18:19 WIB
ILUSTRASI penangkapan kasus prostitusi (capture)

SuaraBekaci.id - "Sudah nggak aneh lagi kalau Puncak Bogor ada praktik seperti itu (prostitusi)," kata HA (36), seorang tukang ojek pangkalan di Kawasan Puncak Bogor saat memulai obrolan ketika ditemui Suarabogor.id, Minggu (24/1/2021).

HA mengungkapkan, praktik prostitusi di Kawasan Puncak Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini masih bergeliat meski di tengah kondisi pagebluk Covid-19.

Dia menceritakan, praktik prostitusi di Kawasan Pucak sudah berlangsung lama, jauh sebelum adanya kasus pertama Covid-19 di Indonesia.

Kata dia , pagebluk Covid-19 memang berdampak pada dunia esek-esek di Kawasan Puncak Bogor. Yakni, jumlah pekerja seks komersial atau PSK yang lebih sedikit.

Baca Juga: Geliat Bisnis Esek-Esek di Puncak Bogor Dulu dan Sekarang

"Nggak banyak seperti sebelum ada Covid-19," kata pria asli Kecamatan Cisarua ini.

Bagi HA, praktik prostitusi di Kawasan Puncak Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat bukan lagi  sesuatu yang tabu.

HA pun memahami betul bagaimana 'koordinasi' terselubung hingga bisnis lendir di kawasan yang dingin itu bisa berjalan.

Pria asli Kecamatan Cisarua itu mengaku juga sudah beberapa kali mengantar banyak perempuan ke beberapa vila di kawasan Puncak Bogor.

Setiap akhir pekan dan libur panjang, kata HA, dirinya bisa mengantarkan perempuan yang sudah menjadi langganannya sebanyak tiga hingga lima kali ke sebuah vila.

Baca Juga: Curhat Open BO: Jadi Driver Taksi Online Gara-gara Patroli Siber

"Sudah banyak, dulu saya pernah nganterin ke beberapa vila, satu malam itu ketika libur (Sabtu-Minggu) yang minta tolong ke saya bisa tiga sampai lima," imbuhnya.

"Tapi saya mah cuma nganter doang ya. Soalnya biasanya minta tolong ke saya anterin ke sini, ke situ, gitu," sambungnya.

Ia menjelaskan, praktik prostitusi lewat pesanan itu ada yang mengkoordinirnya.

"Jadi ada yang kordinir ya setahu saya, jadi sering disebutnya mamih-mamih gitu, dia yang punya jaringan perempuannya, istilah kata mah yang menyediakan, tapi itu udah lama. Sekarang mah saya nggak tahu itu di mana," jelasnya.

"Ketika di vila itu biasanya wisatawan yang menanyakan itu (ada perempuannya nggak). Nah disitu langsung bisanya penjaga vila ngontak ke mamih-mamih itu, dan disediakan. Sekarang mah saya udah lama nggak nganter-nganter lagi ke vila," sambungnya lagi.

Kawin Kontrak

Menurutnya, saat banyak warga asing yang menetap di kawasan Puncak Bogor, praktik prostitusi itu sangat banyak. Bahkan sampai ada istilah kawin kontrak.

Namun, hal itu sudah tidak ada lagi setelah Pemerintah Kabupaten Bogor menerapkan peraturan baru, untuk warga asing menetap di Puncak.

"Dulu mah ketika belum ada aturan pemerintah, warga asing banyak di sini (Puncak Bogor) menetap ada kawin kontrak. Sekarang mah saya nggak denger lagi. Pokoknya mulai sepi setelah ada pandemi Covid-19 aja ini," jelasnya HA.

Bahkan, perempuan pemuas nafsu pria hidung belang itu ada dari luar negeri yang juga disediakan.

"Dulu mah ada yang dari luar negeri juga, tapi harganya mahal bisa sampai Rp 3-5 juta. Soalnya cantik kan ya, kalau luar negeri. Tapi kalau yang indo-indo mah paling mahal Rp 1 juta," tukasnya.

Tarif Prostitusi

Sekedar informasi, praktik prostitusi di kawasan Puncak kembali dibongkar jajaran Polres Bogor di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (22/1/2021).

Kapolres Bogor, AKBP Harun mengatakan, ada sebanyak dua orang yang menjadi jasa prostitusi diamankan jajarannya.

Menurutnya, pengungkapan kasus tersebut berasal dari laporan warga yang langsung ditelusuri anggotanya di lapangan.

"Kami berhasil mengamankan dua orang pelaku, praktik prostitusi di salah satu vila di wilayah Kecamatan Megamendung. Kita dapat informasinya dari lapangan," katanya saat ditemui di Mapolres Bogor.

Harun mengungkapkan, pelaku yang berhasil diamankan sebanyak dua orang, yakni NO dan LS.

Keduanya, kata Harun, memiliki peran berbeda. LS merupakan karyawan vila, dan NO adalah muncikarinya.

"LS ini pegawai di vila, saat ada tamu yang ingin ada servis wanita, LS menghubungi NO yang bertugas sebagai penyedia wanita untuk tamu atau muncikari," ungkapnya.

Berdasarkan pengakuan kedua pelaku, dari satu pelanggan biasanya NO dan LS mendapatkan uang Rp 100 ribu per tamu.

"Untuk tarif prostitusinya Rp 500 ribu. Rp 300 ribu untuk wanitanya, Rp 200 ribu untuk NO dan LS. Jadi masing-masing Rp 100 ribu," jelasnya.

Dari kedua pelaku tersebut, pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti mulai dari uang tunai, hingga alat kontrasepsi.

"Kami mengamankan dua buah HP, uang tunai Rp 2 juta hasil prostitusi dan dua bungkus kondom," bebernya.

Load More