Korban Bullying Bakar Sekolah, KPAD Kritik Cara Polisi Munculkan Pelaku: Bertentangan dengan UU Anak

"Dan ini bisa jadi pembelajaran buat kita ke depan perlu ada pemahaman yang sama terhadap penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum, ujarnya.

Galih Prasetyo
Sabtu, 01 Juli 2023 | 19:49 WIB
Korban Bullying Bakar Sekolah, KPAD Kritik Cara Polisi Munculkan Pelaku: Bertentangan dengan UU Anak
Polres Temanggung menggelar perkara pembakaran sekolah oleh seorang siswa. ([ANTARA])

SuaraBekaci.id - Komisioner KPAD (Komisi Perlindungan Anak Daerah) Kota Bekasi, Novrian menyoroti soal kasus bocah SMP di Kabupaten Temanggung berinisial R (13) yang membakar sekolahnya, karena sakit hati sering dibully teman-temannya.

Salah satu hal yang disorot ialah saat polisi memunculkan R dengan menutup wajahnya menggunakan penutup kepala serta didampingi aparat kepolisian bersenjata adalah sebuah tindakan yang bertentangan dengan 4 prinsip dasar dalam undang-undang penanganan anak.

“Itu kan pasti akan ada rekam jejaknya ya, anak itu diperlakukan seperti itu. Bahkan kalau bisa tidak dimunculkan wajah anaknya walaupun ditutup,” ucap Novrian.

Apalagi, penanganan kasus R jauh berbeda jika dibandingkan dengan kasus penganiayaan Mario Dandy anak dari Rafael Alun Trisambodo selaku mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Baca Juga:Polisi Dituding Kasih Perlakukan Berbeda Antara Mario Dandy dengan Korban Bullying yang Bakar Sekolah

“Publik kan akan bisa menilai apakah ada perlakuan berbeda dengan kasus yang satu dengan kasus lain. Dan ini bisa jadi pembelajaran buat kita ke depan perlu ada pemahaman yang sama terhadap penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum,” ujarnya.

Menurut Novrian, ada berbagai faktor yang dapat memengaruhi anak bersikap negatif, hingga akhirnya terjerat persoalan hukum. Namun, faktor utama yang paling memengaruhi adalah keluarga.

“Sebenarnya kita bisa lihat dulu dari lingkup yang paling kecil, keluarga. Bagaimana pola didik, pola asuh dikeluarga itu, sehingga kita bisa menilai anak ini,” kata Novrian, saat dihubungi SuaraBekaci.id, Sabtu (1/7).

Menurutnya, anak yang memendam kekecewaan terhadap keluarganya bisa saja menjadi korban bulliying saat mencoba mengekspresikan perasaan tersebut dihadapan teman-temannya.

“Akhirnya di sekolah dia menunjukkan sebuah sikap yang mungkin tidak di terima oleh teman-temannya,” ucapnya.

Baca Juga:Wisata Alam Posong: Rekomendasi Liburan Keluarga yang Ciamik

Selain keluarga, peran dunia pendidikan juga penting untuk peka terhadap kondisi anak-anak didik, terutama pada kasus perundungan yang terjadi di sekolah.

Kemudian, kata Novrian, arus informasi juga menjadi faktor yang bisa memengaruhi seorang anak melakukan tindakan nekat seperti yang dilakukan R.

Game serta tayangan di media sosial memengaruhi anak untuk berimajinasi persis seperti apa yang di tonton. Sebab, pada hakikatnya seorang anak akan menduplikat apa yang mereka lihat.

“Konten-konten media itu akan mempengaruhi cara berpikir anak kita. Makanya sangat disayangkan pola asuh hari ini sudah diambil alih oleh gadget,” ujarnya.

4 prinsip dasar penanganan anak di antaranya:

1. Non diskriminasi, apakah tindakan yang dilakukan itu menyebabkan diskriminasi terhadap anak. Dimana jangan sampai ada perlakuan yang berbeda dari satu kasus dengan kasus yang lain.

2. The best interest, yang terbaik untuk anak. Tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum maupun instansi terkait harus berorientasi keada yang terbaik untuk anak, untuk hari ini dan masa yang akan datang.
3. Keluarga, anak melakukan sesuatu bukan serta merta memang keinginannya, karena belum ada kematangan dari si anak akhirnya dia mentransformasi kejadian dengan tindakan yang menyebabkan pidana.
4. Development, tumbuh kembang. Apakah sebuah tindakan akan memunculkan tumbuh kembang anak menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk.

Kontributor: Mae Harsa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini