SuaraBekaci.id - Usai peristiwa G30S yang membuat Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani dan sejumlah jenderal gugur menjadi korban. Kursi kekuasaan pimpinan Angkatan Darat kosong untuk beberapa lama.
Pada 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno mengangkat Jenderal Mayor Pranoto Reksosamodra Asisten 3 Menpamat di bidang personalia sebagai pimpinan sementara Angkatan Darat untuk menjalankan urusan sehari-hari.
Dari semua jenderal Angkatan Darat yang ada, Soekarno lebih memilih Jenderal Pranoto, karena dianggap lebih mudah bergaul ke golongan sayap kanan dan sayap kiri.
Padahal ada tiga kandidat yang dianggap memiliki pengaruh yang besar terhadap Angkatan Darat. Ketiganya yakni Mayjen Soeharto, Mayjen Moersjid, dan Mayjen Basuki.
Baca Juga:Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad Sebut Kemajuan di Indonesia Buah dari Kepemimpinan Soeharto
Seperti yang dijelaskan oleh Budi Adiputro dalam kanal YouTube Total Politik pada Minggu (20/11/2022), bahwa ada tiga sosok yang kuat dalam Angkatan Darat pada waktu itu.
“Presiden Soekarno menganggap Mayjen Soeharto dianggap keras kepala. Sementara, Soekarno menilai Mayjen Moersjid suka berkelahi dan main gebuk. Kemudian, Mayjen Basuki Rachmat yang dinilai oleh Soekarno dalam keadaan yang tidak begitu sehat.” jelas Budi.
Dikutip dari buku A Preliminary Analysis of The October 1,1965 Coup in Indonesia karya Ben Anderson dan Ruth T. Mcvey, Pranoto merupakan mantan Panglima Divisi Diponegoro Jawa Tengah yang pendiam, tidak ambisius, dengan penampilan sebagai prajurit yang biasa saja dan tak memiliki lawan.
Namun sebenarnya, semenjak gugurnya Ahmad Yani, tampun pimpinan Angkatan Darat tidak pernah dipegang oleh Pranoto seperti yang telah diusulkan oleh Presiden Soekarno melainkan dipegang oleh Soeharto yang enggan menganggap Pranoto.
Setelah itu, pada 16 Oktober 1965, Soeharto diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Soeharto memegang kekuasaan penuh hingga akhirnya muncul dendam masa lalu di hatinya.
Dendam tersebut membuat Soeharto menjebloskan Pranoto pada 16 Februari 1966 dengan menuding Pranoto terlibat G30S. Bahkan Pranoto masuk salah satu gembong gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pranoto ditahan selama 15 tahun tanpa peradilan, mulai dari Rumah Tahanan Militer, kemudian dipindahkan ke Inrehab Nirbaya, dan terakhir di Rumah Tahanan Budi Utomo.
Budi kembali menjelaskan bahwa, Pranoto ditangkap bukan karena terlibat dalam peristiwa G30S.
“Pranoto ditangkap bukan karena keterlibatannya dengan peristiwa G30S, karena memang tidak pernah diadili dan diperiksa. Tetapi Pranoto ditahan karena dia membeberkan kasus korupsi Soeharto ketika menjadi Panglima Divisi Diponegoro.”tutupnya
Banyak yang menganggap bahwa kasus ini adalah aksi balas dendam Soeharto kepada Pranoto.
Kontributor : Rifka