Kisah Jenderal Sudirman Dibekali Jurus Silat Aliran Banjaran

"Sudirman diperintahkan melakukan pekerjaan keras memotong beberapa pohon yang ada di dekat pesantren,"

Galih Prasetyo
Kamis, 10 November 2022 | 19:45 WIB
Kisah Jenderal Sudirman Dibekali Jurus Silat Aliran Banjaran
Pekerja melakukan perawatan patung Jenderal Sudirman di Jakarta, Senin (16/4/2018). [suara.com/Oke Atmaja]

SuaraBekaci.id - Sosok Jenderal Sudirman tak bisa dilepaskan dari perayaan hari Pahlawan yang diperingati tiap 10 November. Kisah-kisah heroik perjuangan Soedirman melawan penjajah selalu jadi hal inspiratif bagi generasi muda.

Sebagai sosok yang turun ke medan tempur melawan bangsa kolonial Belanda, Jenderal Sudirman tak hanya memiliki taktik gerilya. Ia juga ternyata dibekali dengan jurus-jurus Silat yang didapatnya dari Kiai Haji Busyro Syuhada.

Kiai Haji Busyro Syuhada bukan sosok sembarangan. Ia adalah pendekar pencak ragawi dan batin. Di daerah Purbalingga, Kiai Busro sangat tersohor.

50 kilometer dari Purbalingga tepatnya di Desa Binorong, Banjarnegara, Kiai Busro mendirikan pondok pesantren. Di tempat ini, kelak dikenal dengan nama Perguruan Tapak Suci Putera Muhammadiyah.

Baca Juga:Fakta Jenderal Sudirman: Bromance, Makanan Favorit, Kekasih hingga Rahasianya Kabur dari Kepungan Belanda

Di tempat milik Kiai Busro ini, Sudirman muda pernah menempa dirinya belajar pencak silat. Anak angkat dari R.Tjokrosunaryo itu menempuh perjalanan sejauh 25,1 km untuk bisa sampai ke tempat Kiai Busro.

Sesampai di sana, Sudirman yang kala itu berusia 25 tahun langsung disambut oleh Kiai Busro. Sudirman langsung mendapat pelajaran pencak silat dari Kiai Busro.

Bahkan Kiai Busro memberikan asisten khusus untuk menempa jurus silat dari Sudirman. Jurus silat yang diajarkan kepada Sudirman kelak dikemudian hari dikenal dengan nama Aliran Banjaran.

Tempaan fisik saat belajar pencak silat membuat fisik Sudirman sangat kuat. Tak mengherankan saat bergerilya ke hutan-hutan melawan penjajah Belanda, Sudirman mampu bertahan.

“Sudirman mendapat didikan seorang ulama pada masanya. Inilah yang membuatnya memiliki keteguhan dalam berjuang. Meskipun dia menderita sakit paru-paru dan harus ditandu, tetapi semangat juangnya tinggi,” ujar H. Abdul Malik menlansir dari Islamaktual.net

Baca Juga:Menengok Kembali Kisah Jenderal Sudirman, Bertaruh Nyawa untuk Pertahankan Kemerdekaan Indonesia

Aliran pencak silat Banjaran tidak hanya andalkan kekuatan fisik semata. Aliran pencak silat ini memadukan ilmu batin dan ilmu dhohir.

Maka tidak mengherankan jika Sudirman meski digembleng dengan jurus pencak silat juga diwajibkan menjalankan ibadah puasa dan melaksanakan salat malam.

"Salah satu cerita yang pernah saya dengar, meskipun dalam keadaan berpuasa, Sudirman diperintahkan melakukan pekerjaan keras memotong beberapa pohon yang ada di dekat pesantren,"

"Batang-batang pohon itu kemudian diseretnya. Lalu dimasukkan ke dalam kolam atau empang. Pekerjaan itu dilakukan sendirian tanpa dibantu siapapun. Setelah matahari terbenam, batang pohon itu harus dikeluarkan lagi dari kolam," cerita Abdul Malik.

Aliran Pencak Silat Banjaran

Aliran pencak silat Banjaran sangat termasyur di kawasan Purbalingga dan Jawa Tengah. Beruntung bagi Jenderal Sudirman, ia mendapat ilmu silat aliran Banjaran langsung dari Kyai Busro. 

Seperti diceritakan oleh Muhammad Fuad, cucu dari Kiai Busro, silat banjaran memiliki karakteristik persinggungan antara olah kanuragan, olah seni sekaligus olah spiritual. 

Aliran silat banjaran identik dengan rodad. Rodad merupakan seni beladiri dengan muatan spiritual khususnya bernafaskan Islam yang sangat kental. 

Hanya dengan kesungguhan dan ketekunan aliran Banjaran akan dapat diserap dengan baik dan penyerapannya tidak sama, Jenderal Sudirman merasakan betul kesungguhan dan ketekunan tersebut.

Tapi dengan di ulang 3-5 kali latihan dengan waktu tiap latihan 2 kali 4 jam maka bisa lebih cepat ilmu ini di kuasai bagi yang berniat mempelajarinya.

Pada 1950-an, pusat dakwah yang didirikan Kiai Busyro moncer berkat rodad. Gerakan jurus Banjaran dipadukan dengan ritme shalawat.

Keduanya diiringi musik Islami, tetabuhan yang menggunakan kendang, rebab, rebana seperti sebuah kelompok hadrah (grup musik tradisional bernafas Islam). 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini