Meski telah mendapat perawatan intensif, kondisi AA tidak kunjung membaik, tim dokter kemudian memutuskan AA dilakukan cuci darah.
“Cuci darah kedua itu agak mendingan agak membaik, setelah itu pindah ke ruang rawat. Nah selama dua hari di ruang rawat kondisinya menurun lagi,” kata Linga.
Jadwal cuci darah yang ketiga, AA terlambat sehari. Akibatnya, AA sempat tidak sadarkan diri dan jantungnya terhenti. Untuk menanganinya, dokter memasukkan selang ke paru-paru untuk memompanya.
“Setelah itu ada cuci darah keempat dalam keadaan nggak sadar setelah itu menurun aja kondisinya makin memburuk sampai akhirnya Jumat (23/9/2022) jam dua siang meninggal,” kata dia.
Baca Juga:Soal Gagal Ginjal Akut, IDI Minta Dokter di Aceh Edukasi Masyarakat
Linga mengatakan dokter memberitahu jika AA mengalami gagal ginjal akut. Tapi dokter belum mengetahui kenapa AA mengalami gagal ginjal akut.
“Belum diketahui yang ini tuh, belum ketahuan. Kalau gagal ginjal biasa kan ketahuan karena apa,” kata dia..
Kejadian luar biasa
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mendesak pemerintah Indonesia segera menetapkan kasus gagal ginjal akut yang menyebabkan kematian pada anak sebagai kejadian luar biasa.
“Ini masalah jiwa, kita kecolongan tapi bukan berarti kegagalan itu kita biarkan. Dengan menyatakan KLB, pemerintah bisa segera memperbaiki, kalau ada yang tidak teridentifikasi bisa fatal ya,” katanya dalam diskusi daring “Misteri Gagal Ginjal Akut”, akhir pekan lalu.
Baca Juga:Kasus Gagal Ginjal Akut di Aceh, 22 Anak Meninggal Dunia
Dicky menilai penetapan KLB justru akan semakin memudahkan pemerintah dalam menangani kasus gagal ginjal akut. Jika mengikuti prosedur KLB, pemerintah diperbolehkan untuk membentuk Satuan Tugas yang bisa mendapatkan data akurat terkait penyebab utamanya terjadinya lonjakan kasus gagal ginjal akut.
“Pemerintah sudah benar ada 14 rumah sakit rujukan yang di-cover BPJS, tapi di daerah untuk ke rumah sakit itu jauh sehingga terkendala dan ujungnya meninggal. Status KLB ini untuk membantu masyarakat di daerah,” katanya.
Dia menyatakan bahwa kasus gagal ginjal akut yang diduga kuat akibat kandungan dalam obat sirop tersebut, sudah memenuhi syarat penetapan KLB sesuai Permenkes Nomor 1501 Tahun 2010 tentang KLB. Terlebih dalam tiga dekade terakhir belum ditemukannya kasus outbreak gagal ginjal akut.
“Enam dari delapan poin (penetapan KLB) terpenuhi 6 dari 8 point terpenuhi. Pertama yang sangat mendasar dalam definisi WHO insiden yang tidak biasa dan juga ada peningkatan yang signifikan secara epidemiolog dari sisi waktu dan fatality rate,” ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mendorong pemerintah untuk melakukan investigasi secara mendalam terkait bahan obat sirop.
“Pemerintah harus melakukan investigasi yang mendalam untuk mencari pihak yang bertanggung jawab, mengapa sampai ada senyawa berbahaya melebihi ambang batas dalam obat sirop,” katanya dalam keterangan tertulis.