SuaraBekaci.id - Sejumlah warga yang tergabung dalam Jaringan Tanpa Asap Batu Bara (Jatayu) Indramayu, kembali menggelar aksi terhadap penolakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 3x330 MW, Jawa Barat, Jum'at (21/10/2022).
Penolakan PLTU Indramayu yang dilakukan warga Jatayu karena dinilai telah menyebabkan berbagai kerusakan alam.
Diketahui, PLTU Indramayu 1 adalah salah satu dari 52 PLTU di Indonesia yang akan diubah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Uap co-firing, hal itu dilakukan dengan mengganti 5-10 persen batu bara dengan biomassa dari pelet kayu.
"Agendannya warga jatayu hari ini melakukan kampaye, kami melakukan kampaye adanya PLTU berbahan batu bara di campur kayu maka dari itu campur bahan kayu asapnya sangat tebal hitam banget," ucap koordinatir Jatayu Tarmudi, saat ditemui SuaraBekaci.
Baca Juga:Kriminalisasi Tak Surutkan Masyarakat Jatayu Tolak PLTU 1 Indramayu
Tarmudi mengungkapkan rencana aksi kali ini awalnya akan dihadiri ratusan warga Jatayu akan tetapi masyarakat yang hadir menyusut puluhan karena lain alasan.
"Ya perkiraan dari awal sih 150 orang, akan tetapi namanya juga orang banyak kesibukan apalagi ini masih keadaan panen jadi yang dateng kita seadanya aja, mungkin kurang lebihnya 70 atau 80," ucapnya.
Pantauan SuaraBekaci, Warga Jatayu menggelar aksi tersebut di lahan pertanian milik warga, yang tidak jauh dari PLTU Indramayu 1.
Aksi itu diawali dengan membentangkan spanduk bertuliskan penolakan yang isinya 'STOP BIOMASS CO-FIRING! PHASE OUT COAL POWER PLANT, #BIGBADBIOMASS'.
Tarmudi menyebut Jatayu sendiri diisi oleh tiga Kecamatan yang ada di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mayoritas anggota dari Kecamatan Mekarsari, dan di ikuti kecamatan Patrol Baru, dan Kecamatan Sumur Adem.
Baca Juga:Penyakit Clerence Chyntia Audry Kanker Pembuluh Darah, Kenali Gejalanya
Semenjak beroperasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap Indramayu 1 tahun 2015, asap pembuangan tersebut mengenai lahan pertanian warga yang mengakibatkan tanah menjadi tidak subur kembali.
"Dampak ke tanaman terutama ke padi, pertanian itu mulai tahun 2019, itu mulai kita mengelola tanah kesulitan dari pembibitan itu sudah berubah merah terkadang bisa mati, itu bukan bentuk hama itu dikenal penyakit," Ucap Tarmudi.
Selain berdampak pada tanaman padi, Tarmidi juga mencurigai semenjak beroperasi PLTU 1 Indramayu, pohon kelapa di Desa Mekarsari saat ini sudah punah.
"Dari pohon kelapa, terus berjalan kematian-kematian ini, baru tahun 2015 kalau di Mekarsari itu udah separuhnya pohon kelapa yang mati," ucap Tarmudi.
"Makannya orang yang dulunya punya pohon kelapa 100 atau 10, ya sekarang disini jangankan kita mau jual, mau butuh kelapa muda aja kita harus beli di luar, karena udah engga ada pohonya," sambunya.
Kampanye yang dilakukan oleh warga Jatayu kali ini adalah rentetan aksi yang sudah diulang puluhan kali, bahkan sempat berorasi di Istana presiden Indonesia.
"Oh lebih, kita sudah mengadakan aksi itu di Istana Presiden udah engga ke itungan, Gedung Sate Bandung udah engga keitungan, di DPRD Indramayu apalagi bahkan aksi di lokasi Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) udah sering kali," tegas Tarmidi.
Aksi warga Jatayu tidak semata-mata berjalan mulus, bahkan ada anggota Jatayu yang sempat mendapkat tindak kriminalisasi saat menggelar orasi di GITET sekitar PLTU 1 Indramayu.
"Bahkan temen-temen kami yang sudah korban kriminilisasi pada waktu di pangarugan tanah merah di GITET," tambahnya.
Bukannya malah medapatkan bantuan hukum akibat tindak kriminilisasi, justru anggota Jatayu malah harus mendekam di Bui selama enam Bulan.
"Sampe pengadilan, di vonis 6 bulan," kata Darmidi.
Selain itu, pantau SuaraBekaci Warga Jatayu yang mengikuti aksi juga membawa beberapa poster penolakan.
Warga menolak keras anggapan pemerintah yang menyebut bahwa Co-firing merupakan jalan emas menuju transisi energi bersih.
Sedangkan Riset terbaru Trend Asia (2022) menemukan bahwa co-firing biomass merupakan solusi palsu dari transisi energi.Pasalnya, pemerintah membutuhkan lahan seluas sekitar 2,33 juta hektar atau 35 kali luas daratan DKI Jakarta untuk membangun Hutan Tanaman Energi (HTE) dan rantai pasok biomass akan menambah emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 26,48 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) per tahun.
Kontributor : Danan Arya