Kasus Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi, KPK Dalami Penganggaran Proyek dan Ganti Rugi Lahan Polder

KPK memeriksa Kepala Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) Kota Bekasi Dinar Faisal Badar sebagai saksi.

Galih Prasetyo
Kamis, 10 Februari 2022 | 10:44 WIB
Kasus Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi, KPK Dalami Penganggaran Proyek dan Ganti Rugi Lahan Polder
Tersangka Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi berjalan saat akan dihadirkan dalam konferensi pers penetapan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraBekaci.id - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini mendalami penganggaran proyek dan ganti rugi lahan polder dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.

Untuk mendalaminya, KPK pada Rabu (9/2), memeriksa Kepala Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) Kota Bekasi Dinar Faisal Badar sebagai saksi.

"Saksi hadir dan dikonfirmasi terkait dengan penganggaran proyek dan ganti rugi lahan polder di Bekasi," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, dikutip Antara.

Selain Dinar, kata Ali, sebenarnya KPK juga memanggil satu orang saksi lainnya untuk diperiksa, yakni Peter selaku karyawan swasta.

Baca Juga:Ketua DPRD Kota Bekasi Sudah Kembalikan Uang Rp 200 Juta di Kasus Rahmat Effendi, KPK Masih Usut Unsur Pidananya

Akan tetapi, Peter mengonfirmasi tidak bisa hadir karena sakit sehingga pemeriksaan terhadap dirinya akan dijadwalkan ulang oleh KPK.

"Yang bersangkutan mengonfirmasi tidak hadir karena sakit. KPK akan menjadwal ulang pemeriksaannya sebagai saksi," ujar Ali.

Sebelumnya pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

Sebagai penerima suap, yaitu Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

Lalu, pemberi suap, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

Baca Juga:Kasus Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi, KPK Analisa Uang Rp 200 Juta yang Dikembalikan Ketua DPRD Chairoman

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini