SuaraBekaci.id - Ragnar Oratmangoen dicoret oleh pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong dari daftar pemain naturalisasi. Keputusan ini disampaikan oleh Exco PSSI, Hasani Abdulgani.
"Hari ini banyak yang bertanya kepada saya, apakah benar seperti diberita: Ragnar Oratmangoen diganti oleh Kevin Diks?," tulis Hasani di akun Instagram miliknya.
"Iya berita tersebut benar. Ini adalah karena ada permintaan dari Coach STY. Soal pemanggilan pemain adalah wilayahnya pelatih. Kami federasi hanya membantu." tambah Hasani.
Publik pun bertanya-tanya soal alasan Shin Tae-yong mengambil keputusan mencoret Ragnar.
Baca Juga:Tiga Alasan Timnas Indonesia Tidak Boleh Remehkan Laos di Piala AFF U-23 2022
Salah satu akun Twitter @FT_IDN yang selama ini fokus mengabarkan soal pemain berdarah Indonesia di luar negeri kemudian menuliskan soal rekam jejak Ragnar sebagai kameo sebuah film.
"Salah satu Film yang mungkin bisa kalian tonton tentang issue maluku di Belanda. Gerson Oratmangoen sebagai pemeran utama. Di salah satu scene film juga ada Ragnar Oratmangoen yang sedang main bola dengan kakaknya. Sekali lagi ini hanya peran dalam Film!" tulis akun tersebut.
Apa yang disampaikan oleh akun @FT_IDN memang sesuai fakta.
Dikutip dari laporan media Belanda, De Stentor, Ragnar menceritakan saat dirinya menjadi kameo di film tersebut.
“Sepupu saya, Gerson adalah seorang aktor dan memainkan salah satu peran utama, sebagai pembajak dan peran saya jauh lebih kecil,” kata Ragnar.
Baca Juga:Timnas Indonesia U-23 Tak Boleh Remehkan Laos, Ini 3 Alasan Utamanya!
Saat usianya masih 10 tahun, Ragnar muncul di film pembajakan kereta api di Belanda. Perannya saat itu hanya anak kecil yang bermain di sebuah tim asal De Punt, tempat yang menjadi lokasi pembajakan kereta api tersebut.
“Mereka membutuhkan pemeran tambahan dan kemudian saya diizinkan pergi ke studio di Amsterdam bersama saudara laki-laki saya. Dalam film itu, kami menenang bola bersama-sama,” tambahnya.
Film berjudul De Punt diadaptasi dari salah satu peristiwa bersejarah orang-orang Maluku yang berada di Belanda. Pada 23 Mei 1977, sejumlah orang Maluku melakukan protes terhadap pemerintah Belanda.