Festival Tabuik, Tradisi Berusia 100 Tahun Menyambut Hari Asyura di Pariaman

Tabuik sendiri diambil dari bahasa arab 'tabut' yang bermakna peti kayu.

Pebriansyah Ariefana
Kamis, 19 Agustus 2021 | 08:32 WIB
Festival Tabuik, Tradisi Berusia 100 Tahun Menyambut Hari Asyura di Pariaman
Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).

SuaraBekaci.id - Festival Tabuik jadi tradisi turun menurun menyambut Hari Asyura di Pariaman, Sumatera Barat. Festival Tabuik biasanya digelar setahun sekali, namun Tahun 2021 tidak digelar karena pandemi COVID-19.

Dikutip dari Suara.com, festival ini diperkirakan telah berumur hampir seratus tahun, dan telah ada sejak abad ke-19 Masehi.

Perhelatan tabuik merupakan bagian dari peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali saat pecah perang Karbala yang jatuh pada tanggal 10 Muharram.

Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).
Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).

Tabuik sendiri diambil dari bahasa arab 'tabut' yang bermakna peti kayu.

Baca Juga:Riset: Pandemi Membuat Orang Semakin Menghargai Kebersamaan

Nama tersebut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq.

Legenda tersebut mengisahkan bahwa setelah wafatnya cucu Nabi, kotak kayu berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh buraq.

Berdasarkan legenda inilah, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat tiruan buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya.

Menurut kisah yang berkembang di tengah masyarakat, ritual ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi.

Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).
Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).

Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari Timur Tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah.

Baca Juga:Pandemi Covid-19, Permohonan Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Banda Aceh Minim

Pada tahun 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga berkembang menjadi seperti yang ada saat ini.

Tabuik ada dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman.

Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah.

Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).
Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).

Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa.

Awalnya, tabuik memang hanya ada satu, yaitu tabuik pasa. Sekitar tahun 1915, atas permintaan segolongan masyarakat, dibuat sebuah tabuik yang lain.

Atas kesepakatan para tetua nagari, tabuik ini harus dibuat di daerah seberang Sungai Pariaman.

Karenanya, tabuik yang kedua ini diberi nama tabuik subarang. Salah satu riwayat sesepuh masyarakat mencatat kejadian tersebut diperkirakan terjadi tahun 1916, tetapi ada pula riwayat yang menyebutkan tahun 1930.

Pembuatan tabuik subarang tersebut tetap mengikuti tata cara yang sebelumnya telah berlaku di wilayah Pasa.

Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).
Puncak Pesta Budaya Tabuik 2015 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (25/10).

Mulai tahun 1982, perayaan tabuik dijadikan bagian dari kalender pariwisata Kabupaten Padang Pariaman.

Karena itu dilakukan berbagai penyesuaian salah satunya dalam hal waktu pelaksanaan acara puncak dari rangkaian ritual tabuik ini.

Jadi, meskipun prosesi ritual awal tabuik tetap dimulai pada tanggal 1 Muharram, saat perayaan tahun baru Islam, tetapi pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun berubah-ubah, tidak lagi harus pada tanggal 10 Muharram.

Rangkaian tradisi tabuik di Pariaman terdiri dari tujuh tahapan ritual tabuik, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.

Prosesi mengambil tanah dilaksanakan pada 1 Muharram. Menebang batang pisang dilaksanakan pada hari ke-5 Muharram. Mataam pada hari ke-7, dilanjutkan dengan mangarak jari-jari pada malam harinya. Pada keesokan harinya dilangsungkan ritual mangarak saroban.

Pada hari puncak, dilakukan ritual tabuik naik pangkek, kemudian dilanjutkan dengan hoyak tabuik.

Hari puncak ini dahulu jatuh pada tanggal 10 Muharram, tetapi saat ini setiap tahunnya berubah-ubah antara 10-15 Muharram, biasanya disesuaikan dengan akhir pekan.

Sebagai ritual penutup, menjelang maghrib tabuik diarak menuju pantai dan dilarung ke laut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini