SuaraBekaci.id - Resep bubur Suro, kulier khas Tahun Baru Islam. Bubur suro adalah salah satu hidangan perayaan Tahun Baru Islam, yang ternyata memiliki sejarah dan filosofi penting bagi masyarakat, khususnya di beberapa kawasan di Pulau Jawa.
Untuk membuat bubur suro di rumah, kamu bisa mengikuti resep satu ini, seperti dikutip dari Cookpads, kiriman Indrajied dari Jember.
Baca Juga:Resep Bubur Suro 10 Muharram, Gurih dan Manis
Porsi3
Lama memasak 90 menit
Bahan - bahan
- 300 gr beras
- 2500 ml air santan
- 2 batang serai
- 2 lembar daun salam
- 2 lembar daun pandan ikat simpul
- Secukupnya garam
Bahan kering tempe:
- 1/2 papan besar tempe, iris
- 3 buah cabai merah
- 7 butir bawang merah
- 7 siung bawang putih
- 2 ruas lengkuas
- 1/2 sdm asam, larutkan dengan air
- 3 lembar daun jeruk
- 2 lembar daun salam
- 6 buah cabai merah, iris serong lalu goreng sebentar
- 3 sdm gula
Bahan kare tahu dan ayam:
Baca Juga:25 Ucapan Tahun Baru Islam dalam Bahasa Inggris dan Indonesia
- 250 gr tahu, potong dadu, goreng sebentar
- 500 gr ayam, potong dadu
- 16 butir bawang merah
- 10 siung bawang putih
- 5 buah kemiri
- 1 sdt ketumbar
- 2 ruas kunyit
- Sedikit jinten
- 6 lembar daun jeruk
- 3 lembar daun salam
- 3 batang serai
- 1000 ml santan kental
Pelengkap lain:
- Telur dadar
- Kacang goreng
- Kacang kedelai goreng
- Seledri
Langkah
- Untuk membuat bubur, masak semua bahan bubur menjadi satu, aduk terus sampai menjadi bubur
- Untuk membuat kering tempe, haluskan cabai merah bawang putih, bawang merah, lengkuas.
- Tumis bumbu halus dengan daun jeruk, daun salam, masak hingga harum, lalu masukkan air asam, gula dan garam.
- Masak hingga mendidih dan mengental menjadi karamel, matikan api. Masukkan tempe dan cabai merah iris, aduk sampai rata.
- Untuk membuat kare tahu dan ayam, haluskan bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, jahe, kunyit, jinten.
Tumis bumbu halus dengan serai, daun jeruk, daun salam, gula dan garam sampai harum.
Masukkan ayam, masak hingga ayam berubah warna lalu masukkan tahu. Masak hingga ayam matang lalu masukkan santan, masak hingga santan mendidih. Koreksi rasa. Angkat
Hidangkan bubur suro, tuang ke dalam piring, taburi dengan bahan pelengkap, kemudian siram dengan kuah kare, dan siap dinikmati.
Dikutip Indonesia.go.id pada awalnya bubur ini dihadirkan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro yang bertepatan dengan 1 Muharam. Kalender Jawa yang diterbitkan Sultan Agung kala dan mengacu pada kalender Hijriah.
Menurut pemerhati budaya Jawa, Arie Novan, seperti sajian yang dihidangkan saat upacara adat Jawa lainnya, bubur Suro merupakan lambang rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh.
“Konon ini kan sudah ada sejak Sultan Agung bertahta di Jawa, terlepas dari apapun itu tentu bubur Suro ini merupakan refleksi dari masyarakat Jawa atas berkah dan rezeki yang di berikan Allah SWT kepada mereka,” ujarnya.
Sementara sumber lain menyebutkan terciptanya bubur suro dibuat untuk memperingati hari di mana Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi banjir besar yang melanda dunia saat itu.
Kala itu, seperti sebagaimana tertera pada kitab kuno, di antaranya Nihayatuz Zain (Syekh Nawawi Banten), Nuzhalul Majelis (Syekh Abdul Rahman Al-Usfuri), dan Jam'ul Fawaid (Syekh Daud Fatani),
Nabi Nuh bertanya kepada para sahabat masih adakah makanan yang tersisa di dalam kapal.
Lalu sahabat menjawab "Masih ada ya Nabi", dengan menyebutkan bahan makanan yang tersisa mulai dari kacang poi, kacang adas, ba'ruz, tepung, dan kacang hinthon. Bahan tersebut lalu dimasak bersamaan.
Inilah cikal bakal santapan lezat yang kini dinamakan sebagai bubur suro. Hidangan tersebut terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu dan rempah tradisional seperti santan, serai, dan daun salam sehingga rasanya lebih gurih dibandingkan bubur biasanya.
Bubur ini disajikan bersama aneka lauk-pauk yang berbeda-beda tergantung daerahnya. Namun sebagian besar memiliki karakteristik yang sama, yakni disajikan bersama kuah santan kuning, tahu, orek tempe atau teri, telur, dan kacang-kacangan.
Suasana anak yatim menyantap Bubur Suro di Masjid Suro, Jalan Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang, Sabtu (29/8/2020). [Suara.com/Rio]
Suasana anak yatim menyantap Bubur Suro di Masjid Suro, Jalan Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang, Sabtu (29/8/2020). [Suara.com/Rio]
Menariknya, bukan hanya sebagai pengganjal lapar, bubur suro juga dijadiian sebagai uba rampe, yang pasti memiliki makna yang mendalam.
Salah satunya adalah tujuh jenis kacang yang wajib ada dan tak boleh terlewat dalam setiap sajiannya, yang melambangkan tujuh hari dalam satu minggu.
Kacang-kacangan itu terdiri dari kacang tanah, kacang hijau, kacang mede, kacang bogor, kacang tholo, kedelai, dan juga kacang merah.
Bubur suro juga disajikan dengan uba rampe lainnya seperti sirih lengkap, kembar mayang, dan sekeranjang buah-buahan.
Kehadiran sirih lengkap sendiri, dikutip Go Travelly untuk menggambarkan penghormatan kepada para keluarga dan juga leluhur yang telah mendahului kita di generasi sebelumnya. Sirih ini diletakkan dalam sebuah wadah bermaterial tembaga.
Sementara untuk kembar mayang, merupakan dua vas bunga yang masing-masing berisi tujuh kuntum mawar merah, tujuh kuntum mawar putih, tujuh ronce (rangkaian) melati, dan tujuh lembar daun pandan.
Uba rampe lain yang dihadirkan dalam bubur suro adalah keranjang buah. sekeranjang buah-buahan ini diisi oleh tujuh keranjang buah-buahan dengan masing-masing berisi tujuh jenis buah.
Meski tak sepopuler dulu, bubur suro masih bisa dijumpai di beberapa wilayah Jawa Timur, salah satunya Madura, dan sebagian wilayah Jawa Tengah seperti Yogyakarta, Solo, hingga Semarang yang disajikan pada malam jelang datangnya 1 Suro.
Selain disantap bersama keluarga dan kerabat terdekat, bubur suro merupakan salah satu sajian yang sering dibagikan secara masal di masjid-masjid sebagai wujud sedekah dan berbagi rezeki kepada orang-orang yang membutuhkan.